Monday, November 3, 2014

Persahabatan Paling Tulus, Persahabatan Ala Anak Kecil

 Kamu jahat banget, kami semua ngga mau temanan lagi.
Asal main selalu curang, besok kami ngga ke sini lagi. 
Kami nyari tempat main lain.
Maaf ya.!!

Beberapa hari yang lalu saya mendengar percakapan khas anak-anak itu di lapangan tempat mereka bermain. Sifat anak kecil begitu lucu, mereka gampang marahan dan cepat baikan dalam bermain. Terlebih selalu mengutarakan isi hati apa adanya, boleh dibilang:

Anak kecil itu lebih jujur dan apa adanya

Itulah kata-kata manjur yang sering keluar dari persahabatan ala anak kecil. Beda banget dengan para dewasa yang sangat selektif dan birokratif dalam memulai persahabatan. Masa kecil juga masa terindah di mana punya begitu banyak sahabat dan kenalan tanpa batasan. Walaupun penuh kata-kata jujur bila tak suka, namun akan kecil transparan dalam membangun persahabatan.

Persahabatan itu bukan memilah mana untung dan rugi, tapi bagaimana bisa bermain bersama. Andai terasa ada yang tidak puas langsung saja dengan cekatan ia memutuskan persahabatan tanpa istilah “bicara di belakang”

Di waktu beranjak besar, barulah kita menyadari bahwa saat di usia dewasa manusia lebih mementingkan logika dalam berteman bukan sebatas nyaman semata. Bukan sesuatu yang aneh saat ada istilah teman mencari keuntungan, memanfaatkan teman dan sampai teman makan teman. Semua karena logika sudah bermain.

Di usia dewasa pulalah jumlah pertemanan semakin sedikit, selain karena lokasi bermain yang semakin sempit. Serta aktivitas dan rutinitas membentuk suatu kebiasaan mengharuskan selektif memilih teman. Pola pikir juga sudah berbeda dijamin pembicaraan tak seseru saat masih kecil seakan ada gengsi dan batasan-batasan mutlak dalam persahabatan ala orang dewasa.

Nostalgia kembali masa kecil bila dipikir-pikir jadi sangat indah, apalagi masa itu lebih banyak menghabiskan waktu bermain dengan segala permainan alam. Bukan terbelenggu dengan gadget masing-masing.

Saya pribadi pernah membaca bagaimana teman masa kecil punya andil menjadi teman seumur hidup. Persahabatan yang terjalin lebih dari 8 tahun akan awet sampai mati. Coba dihitung-hitung apakah kalian punya sahabat yang seperti itu? Bila ada pertahankan sebaik mungkin.

Jangan melihat teman masa lalu tidak sesukses atau sepintar dirimu, namun lihat perjuangannya menjadi temanmu. Berganti waktu dan tahun segala tindak tanduk dirimu sejak masih kecil. Bukan terlalu legowo dengan teman yang baru dikenal kemarin sore tetapi sudah begitu akrab denganmu. Mana tahu ia ingin mencari keuntungan atau meninggalkan saat dirimu jatuh.

Kedekatan dirimu dengan sahabat masa kecil seakan ia mengetahui seluk beluk dirimu sebenarnya. Makanya jangan heran pendapat seorang sahabat masa kecil begitu ditunggu. Karena persahabatan yang lama seakan berakar kepada pengetahuan kepada sahabatnya. Ia memuji sepantasnya dan mengkritik sewajarnya.

Kedekatan dengan sahabat masa kecil itu paing tulus saat beranjak dewasa. Walaupun usia sudah dewasa tapi rasa tulus dan yakin satu sama lain seakan kembali ke masa kecil. Paling menarik dari teman masa kecil adalah bercerita akan segala kenangan saat kecil dan sesekali tertawa terbahak mengingat kenangan itu.

Apakah kalian punya sahabat masa kecil yang menyenangkan dan tak terlupa terganti oleh zaman? Bila ada bisa share di kolom komentar. Persahabatan masa kecil setulus-tulusnya jalinan persahabatan. Semoga menginspirasi.

Share:

Thursday, August 28, 2014

Instagram, Sosial Media yang Rasis

Siapa di sini khususnya anak muda yang ngga punya akun Instagram?

Sontak hampir semua menjawabnya dengan serempak: Iya... jelas punya!!! Punya akun Instagram termasuk kalangan anak muda kekinian. Walaupun masalah jumlah postingan dan follower masih miris, masih bisa dihitung dengan jari.

Ngomong-ngomong tentang Instagram, sosial media wajib yang pasti dipunyai selain di aplikasi gadget. Perusahaan besutan Kevin Systrom dan Mike Krieger tak menyangka, di kemudian hari aplikasi buatan mereka jadi sangat digandrungi.  Itu terbukti di medio tahun 2012, raksasa teknologi Facebook mengakusisi perusahaan mereka seharga 1 Miliar US Dollar (ketiban rezeki nomplok mereka).

Baiklah.. begitulah  sepak terjang Instagram hingga bisa menjadi salah satu sosial media favorit terutama berbagi foto dan video pendek. Tampilannya yang minimalis, menjadikan sangat diminati walaupun sedikit banyak memakan kouta.

Instagram jadi salah satu media berbagi segala macam foto, dari foto selfie, bersama teman lama, di tempat fotogenik, panorama alam, hingga kadang foto dengan sekawanan Cheetah Afrika yang sedang kelaparan. Semua dilakukan salah satunya adalah untuk follower mendapatkan like sebanyak-banyaknya.

Apalagi banyak follower berkesempatan jadi endorse produk-produk terkemuka. Ini jadi gairah tersendiri bagi para pemilik akun yang punya banyak K (kelipatan seribu) atau bahkan M (jutaan).  Pemilik produk tak sungkan-sungkan menjadi endorse mereka, hmm.. sambil bergaya bisa menghasilkan pundi-pundi uang jajan.

Kadang begitu banyak cara dilakukan, apalagi punya banyak follower dan like jadi kebanggaan khususnya Instagramer. Cara-cara ngga benar dipakai, misalnya jasa beli follower. Tak apa fake yang penting rame, begitu tepatnya sehingga begitu mengagung-agungkan follower.

Hampir kebanyakan dari pengguna Instagram yang memiliki banyak follower semisal artis, akun joke-joke, Selebgram dan lain sebagainya. Yang paling sepi umumnya kebanyakan kaum jelek lagi ngga terkenal, saat ia posting fotonya malah cibiran yang datang dari pengguna jagat Instagram.

Media sosial membentuk sesuatu kelompok yang begitu dikagumi di jagatnya, mulai dari tindak tanduk kegiatannya yang di-upload menjadi sebuah viral walaupun hal tak penting.

Misalnya:
Wanita cantik capture: Baru bangun tidur, (penuh taik mata dan iler di mana-mana). Namun like yang didapatkan tembus puluhan ribu dan komentarnya bernada positif misalnya: Duh... tai mata imut-imut gitu. (ada-ada saja).

Sekarang contohnya diganti:
Orang jelek yang akunnya tidak dikunci. Akhirnya dapat pekerjaan (foto di Background kantor baru). Akan muncul tanggapan jelek misalnya: Hmm... paling kerja di sini jadi Satpam, dari wajahnya sih meyakinkan. *tutup akun*

Begitulah sosial media salah satunya Instagram yang lebih mengkhususnya gambar. Bila sosial media lain mungkin bisa berekspresi dengan tulisan, suara dan sebagainya. Makanya banyak orang-orang yang terpinggirkan dari Instagram lebih banyak beralih dengan foto panorama,  kegiatan sosial dan aktivitas lain yang buat dirinya kurang terekspos.

Memang nyatanya, hampir kebanyakan pengguna Instagram adalah wanita. Kebiasaan wanita dengan foto jadi sebuah cara mengekspresikan diri (selfie), bila lelaki yang melakukannya akan terlihat aneh dan ditinggalkan para follower. Semakin cantik si wanita, maka semakin banyak yang menfollow akunnya apalagi tidak digembok layaknya pagar rumah ditinggal mudik.

Harus diakui, tingkat rasis ini sebenarnya wajar karena umumnya wanita lebih suka mengekspresikan diri sedangkan kaum Adam lebih suka menikmati ekspresi tersebut. Hehehe!!

Baiklah, supaya tak terus-terusan jadi korban rasisme. Kaum yang tak berparas tampan dan terkenal bisa mengembangkan kreativitas yang dimiliki. Misalnya memposting kegiatan yang punya nilai edukasi, inspirasi dan imajinasi kepada orang lain. Walaupun tak mendapatkan like yang banyak, itu lebih baik dibandingkan dengan membeli follower hanya mencari ketenaran untuk semata.

Tak apa sedikit namun dikenal, dan tak mendapatkan komentar negatif dari orang yang tak dikenal. Di satu sisi jadi orang yang tak terlalu berpengaruh salah satunya di sosial media Instagram, namun sangat berpengaruh di dunia nyata.

Pesan terakhir, Ingat bro.... hidup bukan cuma di layar gadget.

Salam damai semuanya.

Share:

Friday, May 16, 2014

10 Alasan Betapa Sulitnya Nulis Skripsi

Setelah sekian lama bergelut dengan mengumpulkan kredit SKS yang sudah menumpuk. Bangun pagi buat mengejar kuliah pagi hingga pulang larut sore. Terus malamnya harus menyiapkan deadline tugas yang menggunung buat menjadi calon sarjana. Butuh berapa semester buat jadi sarjana Paling bangga itu jadi sarjana sambil di belakang nama kita ada singkatan “S” yaitu sarjana, terserah apa itu dari hasil kerja keras belajar atau hanya usaha menitip tugas atau absen.

Tapi jangan senang dulu, karena itu belum akhir dari perkuliahan. Ada palang pintu terakhir yang menghalangi buat sarjana dan banyak sudah jadi korban yaitu “Skripsi” sengaja gue hitam biar keliatan gregetnya pas baca. Banyak sih yang kuliahnya awalnya lancar tapi malah nyangkut lama di skripsi atau yang kuliah lama tapi skripsi cepat. Dan yang paling apes yang sudah kuliahnya lama terus skripsinya lebih lama dan terancam jadi mahasiswa abadi.

Konsep yang mengalir dari skripsi tidak berpengaruh dari IP (indeks kumulatif) hasil belajar selama ini. Ini mata kuliah yang beda dan datangnya belakangan, makanya banyak mahasiswa yang mengeluh dan terjebak lama dalam kubangan skripsi. Bayangkan saja banyak nyangkut di mata kuliah sebelumnya tapi lancar adem pas skripsi-an, walaupun itu tak jadi patokan utama sih.

Kadang di setiap kampus sering dijumpai Mahasiswa tua yang sudah hampir kadaluwarsa di makan jaman. Alasan yang masuk akal sih terkendala skripsi yang tak kelar-kelar. Itu sih alasan yang tak bisa di terima umumnya buat adik kelas yang belum mengalaminya. Nanti kalian akan tiba masanya di mana pas mengerjakan skripsi mandek tanpa sebab.

Apa yang belum dijalani itu kadang dianggap mudah atau sulit, semua itu kembali pada diri sendiri. Menulis skripsi itu tak hanya mengandalkan skill, butuh juga mental sama emosional buat hasilkan seni tulisan yang berkualitas. Banyak yang tak punya jiwa menulis harus dipaksakan buat menyelesaikan skripsi. Terakhir banyak marak ditemukan, adalah hasil skripsinya plagiat dan dari buatan joki skripsi yang minta biaya gede dengan iming-iming kelar menurut yang kamu mau.

Di sini nantinya dirimu akan merasakan perasaan tak enak buat diri sendiri dan orang lain karena rasa bersalah. Lebih baik percaya dari hasil tulisan sendiri, penuh hasil revisi dan pas-pas yang tulis dengan kekuatan sendiri, itu bergairah banget dibandingkan hasil buatan orang lain. Itulah mahakarya yang kamu buat dan bisa dibanggakan dari sekian lama kuliah, bangga kan..!!

Nah sekarang gue mau memberi sedikit alasan kenapa skripsi itu sulit, bagi yang sudah tahu benar-benar kesulitannya tapi buat yang belum mengerjakan atau lagi di tengah jalan nih gue mau kasih tahu, cekidot:
Share:

Saturday, May 3, 2014

Memori Indahnya Sepak Bola Masa Kecil

Di sore itu seperti biasa saya bermain bola dengan beberapa kerabat yang punya hobi sama. Walaupun bermain dalam sebuah instansi pemerintahan, tetapi pemain bola yang bermain umumnya beragam dari pihak instansi terkait sampai yang kakinya gatal tak merumput sehari.
Sebelumnya turun hujan yang lumayan membasahi lapangan, niat bermain bola terasa jadi was-was, sambil bertanya di dalam hati, ini jadi main apa ngga sih?

Karena penasaran dan kegemaran bermain bola yang menggebu-gebu, diri ini dengan rela menembus macet yang menggila di sore hari. Alhasil yang terjadi adalah tak ada yang bermain bola, menyisakan genangan becek mengisi setiap celah di lapangan bola.

Tapi ada pemandangan aneh di lapangan sore itu, banyak anak-anak yang tidak tahu dari mana datangnya. Bermain bola sambil kotor-kotoran dengan lumpur. Orang dewasa tak pasti mengeluh menghadapi suasana seperti ini, di dalam pikiran mereka akan muncul: ngapain main becek-becek dan lumpur, pakaian kotor dan sakit bisa melanda.
Share:

Friday, January 10, 2014

Acara Kartun di Minggu Pagi, Kini Tinggal Kenangan

kartun pagi
Selaku generasi yang lahir di era 90-an, jadi hal yang sangat menyenangkan saat hari Minggu tiba. Bila dari senin sampai sabtu pagi-pagi harus bergegas mandi dan pergi ke sekolah, Minggu suasananya sangat berbeda. Lebih santai dan menyenangkan.

Bila di hari sekolah bangun pagi jadi sebuah beban, lain halnya dengan Minggu pagi. Semua tayangan kas anak-anak nan menghibur dari pagi buta hingga tengah hari menghiasi sejumlah televisi nasional dan swasta.

Hal yang paing utama saat bangun adalah membuka televisi dan menonton setiap acara kartun pagi, tak hanya itu ada juga film action yang siap mengalahkan musuhnya setiap episodenya.

Umumnya kartun yang hadir datang dari daratan Jepang. Dari petualangan, action, hingga kisah jenaka yang jadi lupa buat sarapan pagi. Ini yang mendasarkan kenapa saya selaku salah satu generasi 90-an merasakan rasa itu.
Memasuki awal 2000-an, gempuran dari kartun dari Amerika mulai mendapatkan jam tayang untuk menggusur sejumlah kartun khas Jepang. Walaupun masih tetap dominan, tetapi ini jadi salah satu hiburan tersendiri sebagai penghibur di pagi hari.

Hal yang membingungkan apabila setiap channel televisi menyiarkan sejumlah kartun yang punya aur cerita menarik. Di jamin, setiap iklan jadi kesempatan menukarkan channel. Indahnya masa itu dengan segenap tontonan khas anak-anaknya.

Beberapa Minggu yang lalu, saya mencoba melihat apakah acara kartun pagi masih ada. Memasuki usia dewasa, kartun atau serial cerita tersebut merasa bukan lagi segmen prioritas. Kini di usia saya yang 20-an, saya menggemari tayangan sepak bola walaupun tetap menonton kartun sekedar saja sebagai hiburan.

Pemandangan terasa aneh saat di Minggu pagi saya menekan remot dan tidak menemukan channel kartun. Padahal itu masih pagi hari, sejumlah acara sudah menggantikan kartun yang menjadikan primadona anak 90-an dan anak-anak kini.

Acara banyak dihiasi hiburan yang punya komersial dibandingkan hiburan khusus anak. Pihak pemilik televisi kini, lebih mementingkan rating yang lebih menjual dibandingkan nilai edukasi dan hiburan anak.

Minggu pagi kini tak seperti menyenangkan dahulu di era 90-an hingga 2000-an awal. Acara pagi Minggu sudah dihiasi oleh sejumlah acara musik yang terkesan alay. Selain begitu banyak penonton bayaran yang membuat acara musik tersebut menjadi terlihat meriah. Acara musik tersebut lebih mengedepankan gosip pembawa acara, bukan edukasi musik.

Anak-anak kecil tadi merasa kecewa berat, acara mereka seperti diambil lahannya dengan sejumlah acara tak sesuai dengan umur mereka. Jumlah kartun dan tayangan menjadi sedikit, tak lebih dari pukul 09.00 pagi, berbeda dengan dulu sampai siang hari.

Sedangkan sejumlah televisi lain yang tidak menyiarkan musik, harus diisi dengan sejumlah acara infotainment artis. Saya selaku generasi 90-an merasa prihatin, hiburan anak-anak berkurang di Minggu pagi dan mau ngga mau mereka rela menonton acara infotainment. Alhasil, pemikiran anak-anak lebih dewasa dari usianya. Ini jadi dampak buruk karena masih banyak anak-anak yang mengantungkan sejumlah informasi dari televisi.
Nilai komersial bukan hanya datang dari acara musik dan infotainment, bagaimana saat bangun di pagi Minggu. Sang ayah atau orang lelaki lainnya di rumah merebut remot untuk nonton tayangan tinju di pagi Minggu. Atau kadang stasiun televisi yang menyiarkan kartun mengutamakan laga besar tinju dan mengabaikan anak-anak yang sudah bangun pagi. Saat membuka channel TV, ia menemukan sejumlah lelaki saling pelukan untuk menghindari pukulan.

Derita nonton kartun yang mulai berkurang juga bertambah pelik, hari Minggu sering dijadikan waktu mematikan  listrik oleh pihak PLN. Menjadi sangat menyakitkan saat listrik yang padam berlangsung dari pagi sampai sore hari.

Dengan berkurang dan bahkan musnahnya sejumlah tayangan khas anak-anak, ini dimanfaatkan oleh jumlah tayangan dari TV berbayar. Mereka mulai mengambil acara tersebut dalam bentuk layanan TV berbayar. Sungguh menyedihkan bukan, untuk tayangan khas anak-anak harus membayar buat bisa merasakan setiap sajian acaranya. Sedangkan acara menggantikan jam tayang kartun mutunya sangat rendah.

Saya pribadi mengharapkan tulisan ini bisa jadi menyadarkan bahwa hiburan untuk anak itu perlu. Mereka juga butuh hiburan sejenak melupakan sejumlah PR yang menumpuk. Khayalan khas anak-anak memang begitu tinggi dan ngga masuk akal dan segenap acara kartun memberikan kewajaran dibandingkan sejumlah acara kini yang tak jelas.

Ada kalanya saat ia dewasa seperti saya pribadi merasakan kenangan-kenangan saat mendengar sejumlah tontonan yang ngehits di masa ia kecil. Bagaimana kalau yang ada di pikiran mereka kala dewasa adalah sejumlah musik alay atau sejumlah gosip infotainmet jadi aneh bukan.

Jadi sebagai penutup dari ocehan saya adalah kartun dan tayangan untuk anak-anak harus dilestarikan karena itulah secercah hiburan yang bisa mereka rasakan kala Minggu pagi.
Semoga memberikan pencerahan dan have a nice day
Share:

Wednesday, January 1, 2014

Mengapa Gampang Ngomong Dibandingkan Nulis?

lebih gampang ngomong dari menulis
Banyak sekali yang beranggapan, kenapa sih ngomong itu mengalir mudah dan lancar sedang saat menulis mandek minta ampun?

Apalagi hampir semua bisa berbicara lepas tanpa beban, apalagi pembicaranya berupa curhat pribadi. Semua uneg-uneg dengan mudah tersampaikan, lapang tanpa harus mengikuti struktur bahasa dan tanda baca.

Panjang lebar dari pagi hingga jelang sore hari. Kekuatan ngomong hampir semua miliki, tak harus menjadi motivator handal, cukup dengan orang terdekat saja, ia bisa berbicara sepuasnya.

Berbeda jauh dibandingkan dengan menulis. Harus mengingat hal-hal penting merangkai menjadi sebuah kalimat runtun yang enak dibaca dan dipahami oleh pembaca. Proses itu ngga semuanya bisa dan saat itulah kenapa ngomong lebih gampang daripada menulis.
Share:

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad