Hayo... siapa di sini yang setiap harinya melihat orang di dekatnya doyan pamer segala aktivitasnya?
Hati-hati, Anda
bisa jadi termasuk kalangan Social Climber atau kaum panjat sosial.
Sesuatu yang sedang marak akhir-akhir ini.
Sering kali Anda
menemukan di media sosial dari teman-teman dekat yang sebenarnya tidak mampu
mendapatkan atau yang ia beli. Mulai dari liburan ke tempat indah, nongkrong di
tempat mahal, gadget atau mobil dan lainnya.
Namun bila dilihat secara nyata, pendapatan mereka tak jauh beda dengan Anda. Mengapa sih mereka bisa seperti?
Bisa jadi para
teman-temanmu sudah terjerumus dalam model kaum panjat sosial. Media sosial
saat ini jadi cerminan dari hidup kita sebenarnya, mulai dari postingan dan
ciutannya.
Menurut Leon
Festinger pada tahun, 1954 ia memperkenalkan teori perbandingan sosial. Dalam
teori itu kita sering membandingkan diri kita sendiri dengan orang lain yang
lebih baik dari kita. Satu sisi mampu memotivasi kita menjadi lebih baik
disebut dengan upword comparison.
Namun tak
jarang malah jadi bumerang bagi diri kita sendiri andai tak terwujud seperti
yang diidolakan. Akan muncul perasaan negatif dari dalam benak yang disebut
dengan downword comparison. Akibatnya banyak orang yang mengambil jalan
pintas seperti kaum panjat sosial.
Bagi kaum
panjat sosial, status sosial hal yang paling menarik bagi kita salah satu
mengukur status sosial dengan konsumsi. Kita akan lebih percaya diri dengan apa
yang berhasil kita beli namun sebaliknya akan minder bila tak mampu dibeli.
Kondisi ini disebut dengan conspicuous consumption yaitu kondisi untuk
pamer.
Begitu banyak
orang-orang yang membelanjakan uang hasil kerja kerasnya hanya untuk
membelanjakan barang mewah. Cara ini dianggap sebagai bentuk kekuatan
ekonominya secara terang-terangan kepada sekitar. Konsep inilah yang saat ini
banyak dianut oleh kaum panjat sosial.
Paling ngenes
adalah mereka yang konsumsi untuk pamer agar tak dipandang sebelah mata atau
sebagai kesenangan bentuk hedonisme. Buruknya sifat ini yaitu mengabaikan
membeli penting dan memprioritaskan membeli yang tak penting.
Sebenarnya apa
itu kaum panjat sosial?
Kaum yang
menggunakan segala cara untuk bisa naik status sosial lebih tinggi dan mendapatkan
pujian dari sekitar atas statusnya tersebut. Caranya dengan menutupi
ketidakmampuan dan kekurangan dalam hidupnya melalui gaya hidup hedon.
Kebiasaan yang
digunakan kaum panjat sosial sering kali membuat diri dan orang terdekatnya
geleng-geleng kepala. Misalnya saja kini zamannya kebutuhan akan ponsel pintar sudah
jadi kebutuhan wajib. Hanya saja tujuan membelinya bukan karena kebutuhan tapi
keinginan pamer yang besar supaya mampu menaikkan taraf hidup baginya.
Tak lain untuk
buat pamer kepada teman-teman, uang yang dikeluarkan sangat besar bisa
digunakan buat keperluan lainnya. Paling sulit diterima kadang harus nyicil
berbulan-bulan dan bahkan minta duit orang tua hanya untuk keinginan
pribadinya.
Coba
diperhatikan usia punya pengaruh pada rentang panjat sosial, coba sih lagi
duduk nongkrong sama teman. Di atas meja kamu dengan PD-nya menaruh Iphone di
atas meja, beda ceritanya dengan ponsel merek Esia Hidayah. Serta PD-nya naik
mobil namun pasti akan malu kalau naik motor butut. Fix... Anda punya
bakat menjadi kaum panjat sosial susulan.
Kaum panjat
sosial termasuk siapa saja?
Mereka tidak
terikat gender, namun panjat sosial sering dilakukan wanita apalagi gaya hidup
hedonis dan pamer yang sering melekat. Namun tidak menutup kemungkinan lelaki
juga tak mau kalah melakukan hal serupa. Gaya hidup tak mengenal gender dan
jangan sampai Anda terjerumus di dalamnya.
Para panjat
sosial sering kali melampau hal yang kurang wajar hanya buat status sosial.
Apalagi zaman Now makin dipermudah untuk menaikkan status sosial. Mulai
dari meminjam uang, semua terlihat ringan dengan berbagai kredit.
Semua dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kemudian dengan bekerja bertahun-tahun. Mulai
dari berhutang, menjual barang-barang, harga diri dan bahkan bergabung dengan
kaum sosial yang lebih tinggi.
Lebih baik
mendapatkan pengakuan dari atas prestasi masyarakat atas dedikasi masyarakat
dibandingkan mendapatkan pengakuan hanya bentuk pengakuan status sosial semata.
Seberapa berbahaya
menjadi kaum panjat sosial?
Menurut saya
cukup berbahaya apalagi pekerjaan yang banyak berkenaan dengan orang banyak.
Misalnya saja pejabat negara, bisa saja dengan penyalahgunaan jabatan mulai
korupsi, memperkaya diri, dan jual beli jabatan.
Bagi kaum
panjat sosial, bagi mereka tidak memiliki atau terlihat miskin jadi sebuah aib.
Sehingga ia akan sekuat tenaga untuk menutupi kekurangan di bidang materi. Ia
bangga terlihat mampu, dan keren di mata orang lain.
Mereka golongan
yang pas-pasan namun memaksa hidup mewah sehingga bisa besar pasak dari tiang.
Jelas untuk mencukupi itu semua pasti dilakukan berbagai cara yang tidak benar
misalnya berhutang, berbohong, hingga paling parah yaitu menipu untuk mencukupi
hajat hidupnya.
Kadang juga
merugikan diri sendiri, pola hidup yang besar berakibat jatuh ke jalan gelap.
Misalnya terjun ke dunia prostitusi atau rela menggadaikan ginjalnya hanya buat
sebuah gadget terbaru.
Menghabiskan duit
jajan sekejap karena memenuhi kebutuhan konsumtif, berakibat harus menderita di
sisa bulan. Misalnya duduk di Resto mahal, namun selama 2 Minggu harus
makan mie instan hingga sariawan.
Jelas orang
lain dirugikan dan bisa menimbulkan kecemburuan dan kecurigaan bagi orang lain.
Sebaiknya kebiasaan pamer dan jadi golongan panjat sosial dihilangkan di dalam
benak Anda.
Memamerkan
barang hasil kerja keras bukan hal masalah asalkan bukan dengan jalan pintas
dan mengorbankan kebutuhan di atas keinginan. Hidup sederhana setelah punya
segalanya bukan masalah karena bila terlalu mengikuti keinginan maka tak akan
pernah cukup.
Beda jauh
dengan para panjat sosial yang suka mencari perhatian dari sekitar. Mulai dari
norak, lebay hingga doyan pamer fasilitas yang ia miliki. Secara tak
langsung orang yang masuk ke dalam zona kaum panjat sosial itu rada-rada tak PD.
Padahal yang paling menggambar diri kita ada menjadi diri sendiri bukan mencoba
menutupi segalanya dengan berbagai
Sebaiknya sih
kita mengubah sikap yang bisa berbahaya dalam hidup. Memberikan hidup yang
penuh warna dengan sikap, prestasi dan kemampuan yang ada bukan hasil dari
pamer untuk naik status sosial.
Status sosial
akan terbayar kerja keras bukan dari fasilitas yang ada. Ambil hal positif dari
kerja keras bukan dari benda semata.
Zaman
era digital pasti semuanya akrab dengan teknologi, salah satu penunjang itu
semua ialah media sosial. Mulai dari Facebook, Instagram, dan Path memiliki
ketergantungan untuk pamer yang sangat besar. Apalagi sejumlah fitur anyar yang
tersemat di dalamnya hingga membuat ketergantungan bagi penggunanya buat pamer
lagi dan lagi.
Penasaran
dengan beberapa ciri dari kaum panjat sosial. Berikut ini sejumlah ciri-ciri
dari panjat sosial terlihat jelas dari kebiasaan people zaman now.
cekidot:
Postingan
bermerk, Jelas media sosial punya andil
besar dalam memamerkan status panjat sosial. Media sosial yang tujuan utamanya
berbagai informasi, pengetahuan, keakraban dengan teman digunakan dengan cara
lain oleh kaum panjat sosial.
Postingan
segala yang mewah mulai dari lokasi nongkrong ternama hingga beragam barang
bermerek jadi postingan wajib. Terserah apa itu punya sendiri, pinjam atau
hasil mengambil gambar di internet. Yang paling penting ialah eksis, siap-siap
orang yang lihat media sosialnya menjadi iri setengah mati.
Lokasi-lokasi
favorit dan kekinian jadi tempat wajib selanjutnya. Sekarang cukup check in
Path saat berada di lokasi mewah dan ternama, walaupun sekedar menumpang lewat
sekaligus mengambil foto.
Andai merasa tak
mampu juga, kini sudah ada aplikasi yang bisa menyamarkan lokasi anda berada,
cukup diinstall di gadget anda masing-masing. Aplikasi itu bernama Fake GPS dan
ada pula buatan dalam negeri, bernama Lokasi Palsu. Tinggal dipilih lokasi yang
bisa dipalsukan hari.
Hasilnya tak perlu
capek-capek harus keluar duit untuk ke tujuan destinasi. Cukup pindahkan pin
kursor pada lokasi yang anda mau sesuka hati kalian. Hasilnya sambil duduk dan
goyang-goyang kaki, tak terasa sudah keliling dunia.
Tak ayal pamer
jadi salah satu cara identik untuk dianggap, paling takut ketinggalan zaman dan
rela makan enak di tempat mewah dan kemudian makan mie instan seminggu di
rumah. Walaupun kantong tipis tak masalah, asalkan keinginan dan hasratnya buat
mengikuti zaman tetap jalan.
Ada rasa takut
ketinggalan zaman yang banyak terlihat di sosial media, jadinya ingin terus update.
Urusan perut lapar dan harus makan mie instan tak masalah, asalkan gaya
hidup yang selangit terpenuhi dan tetap tertutupi.
Status Caper, Perhatian jadi
salah satu alasan kaum panjat sosial bisa terus eksis. Ia memanfaatkan sosial
media sebagai diary mencari perhatian.
Misalnya begini:
Waduh.. pengen jalan-jalan ke Eropa, tapi tiket first class malah habis. Yasudah, gantian jalan-jalan ke Amerika sebagai gantinya.
Lalu disusul
dengan ribuan komentar dan like di sosial medianya, salah satunya ialah:
Wah.. kamu tajir banget!
Merahasiakan
statusnya, Kaum panjat sosial sering kali
menutupi kehidupannya di dunia nyata. Mulai dari di mana rumahnya atau bahkan
bagaimana kehidupan sebenarnya. Ia tak mau dirinya terlihat tak mampu sehingga
pujian pada dirinya hilang.
Semuanya rela
dilakukan agar tidak terendus oleh orang lain bahwa tak mampu. Mau ditaruh ke
mana muka kalau ketahuan. Makanya sebisa mungkin harus mempertahankan status
tersebut, jangan sampai turun kasta.
Pose Menarik
Perhatian, Kaum panjat sosial sering kali
mengunggah foto yang seksi untuk perempuan dan bergaya parlente untuk lelaki. Cara
ini dinilai ampuh buat menarik perhatian. Apalagi menambah like dan komentar.
Tak hanya itu saja, pose bagi kaum lelaki juga memamerkan otot jadi salah
pilihan yang diambil.
Blow up
Prestasi, Kaum panjat sosial sering kali tak
punya karya yang dipamerkan, salah satu caranya dengan pamer segala kemewahan
yang ia miliki untuk menaikkan kelasnya. Prestasi yang biasa saja sering kali
dibesar-besarkan hingga orang lain kagum.
Mengapa bisa
tergabung dengan kaum panjat sosial?
Salah penyebabnya
karena salah memilih teman dan pergaulan. Kebiasaan itu sering datang dari
teman yang punya gaya hidup tinggi. Sedangkan Anda yang pas-pasan merasa minder
karena terlihat lebih rendah.
Salah satunya
berjuang untuk menyamai atau bahkan melebihi prestasi teman-teman agar mampu
dianggap. Padahal yang paling utama itu kerja keras yang menghasilkan prestasi.
Barulah kemudian orang menganggap Anda hebat bukan dari proses panjat sosial.
Cara terhindar
dari gaya hidup kaum panjat sosial?
Kebiasaan yang
salah karena sudah terjerumus pada kaum panjat sosial bisa dihilangkan. Apa
beberapa cara yang dapat Anda coba di antaranya:
Pikirkan masa
depan, Hidup bukan hanya hari ini saja
namun juga esok. Sering kali kebutuhan yang tinggi mengaburkan masa depan.
Capek-capek menyimpang tabungan untuk persiapan masa depan. Namun dalam sekejap
ludes karena keinginan yang besar.
Nyata kemudian
harus menyesal, hasil bekerja dan banting tulang habis tak bersisa sedikit pun.
Makanya dari itu kontrol keuangan sangat dibutuhkan mengingat harus
mendahulukan kebutuhan di atas pamer semata.
Atur
pengeluaran, sering kali
banyak orang yang memiliki pendapatan yang sangat besar namun kesulitan dalam
mengatur keuangan. Malahan pendapatan yang besar dibarengi dengan gaya hidup
yang besar pula. Akibatnya tak ada tabungan yang tersisa, ibarat besar pasak
dari pada tiang.
Tidak Menuruti
Keinginan, Hidup ini mudah tapi yang susah itu
gengsi. Jeratan yang mendera kaum panjat sosial karena keinginan pamer tanpa
henti. Ia seakan sulit keluar dari itu bayangan itu semua. Bila harus mengikuti
keinginan pasti tak pernah habisnya, namun yang benar bagaimana mencakup
kebutuhan di atas keinginan.
Jangan sampai
karena status sosial, kita menjerumuskan diri kita sendiri ke masa depan yang
buruk. Ingat tujuan hidup, keputusan yang kamu buat untuk hidupmu bukan dari
penilaian fana orang lain.
Bila Anda punya pengalaman dan ceritanya mengenai kaum panjat
sosial bisa di kolom komentar. Semoga memberikan pencerahan.
nice shering, memang jaman sekarang mendsosdijadikan sebagai ajang buat pamer dan saling menjatuhkan, bahka ada kebahagiaan ditentukan jumlah like setiap posting sesuatu di medsos.
ReplyDeleteIya.. Walaupun kadang itu semua terlihat palsu
Deletekebetulan juga baru posting tentang social climber. Social climbing bukan cuma soal pamer sih sebenernya, tapi juga soal pengen keliatan kelas atas dengan cara masuk ke pergaulan kaum jetset walopun backgroundnya pas pasan.
Deletebenar sekali mbak, hidup terlalu tinggi dan kadang ditutupi. Padahal isi kantong cekak
Delete