Nama Zoom seakan meroket dalam beberapa bulan terakhir, penerapan Work
Form Home seakan jadi durian runtuh buat aplikasi berbasis telekonferensi tersebut. Saat ada
begitu banyak bisnis perusahaan merugi dan bangkrut, Zoom kecipratan banyak
pengguna dan guyuran uang. Zoom mampu menghubungkan beragam manusia di berbagai
tempat dari rumah mereka hanya dari aplikasi tersebut.
Larang keluar rumah oleh pemerintah di sejumlah negara membuat
manusia mencari cara dalam berkomunikasi dan bahkan beraktivitas. Salah satunya
adalah melalui aplikasi telekonferensi. Aplikasi yang sebelumnya cukup akrab
tapi hanya dilakukan dalam keadaan mendadak dan terpisah jauh.
Menekan angka penyebaran virus adalah dengan physical distancing
dan Work From Home. Memanglah pengalaman yang dirasakan tidaklah sama,
selama masa darurat seperti saat ini tak ada pilihan lain. Semua yang dulunya
biasa keluar rumah dalam bekerja dan beraktivitas mencari cara. Telekonferensi jawabannya,
bahkan mendukung semua kalangan. Mulai dari anak sekolah, masyarakat biasa
hingga korporat ternama untuk terhubung secara online.
Berapa tahun lalu, saat mendengarkan aplikasi telekonferensi harus
membutuhkan PC dan laptop. Bentuknya tidak terlalu nyaman digunakan, kini
beragam aplikasi telekonferensi hadir melalui ponsel pintar. Zoom hadir dengan
tampilan antar muka sederhana bahkan mengalahkan sejumlah pesaingnya. Tahun
2020 mungkin adalah tahun mereka, pandemi ibarat durian runtuh buat perusahaan
seumur jagung.
Eric Yuan dan Cita-cita Besarnya pada Video Telepon
Eric Yuan, nama yang berada di balik kepopuleran Zoom saat ini.
Jauh sebelumnya ia sudah mempersiapkan aplikasi Zoom, tepatnya di tahun 2011.
Ada banyak kisah yang menginspirasinya kala itu, saat belum ada ponsel pintar
atau bahkan video call.
Bermula di tahun 1987 saat masih kuliah di China daratan, Eric Yuan
harus terpisah jauh dengan sang pujaan istri yang kini jadi istrinya. Terpisah
jauh bahkan butuh waktu hingga 10 jam perjalanan dengan menggunakan kereta api
untuk hanya bisa berjumpa dengan pujaan hati. Kendala itulah yang membuat Eric
selalu merenung saat naik kereta:
"Andai saja ada video call yang menghubungkan manusia dari jarak jauh"
Sebagai seorang yang berkuliah di salah satu kampus berbasis
teknologi, membuat ia berpikiran bisa menciptakan sebuah aplikasi memudahkan
manusia. Bahkan melepaskan rasa rindu di mana pun itu, hanya saja teknologi
tersebut masih sangat jauh bahkan sekedar telepon umum di China daratan.
Awal kisah baru dimulai saat Eric Yuan hijrah dan tinggal ke
Amerika, menjadi divisi teknologi di sana. Tahun 1997 jadi awal dirinya dalam
berkarier yaitu menulis kode di sebuah perusahaan bernama WebEX. Hingga
akhirnya satu dekade selanjutnya dibeli oleh perusahaan Cisco dan berubah nama
menjadi Cisco WebEx.
Fokus utamanya adalah mengembangkan dan menjual aplikasi web konferensi
dan video konferensi dari berbagai seminar di dunia. Artinya mimpinya punya
perusahaan sendiri ada di depan mata, bila sebelum masih berada di bawah
afiliasi Cisco. Eric ingin mewujudkan aplikasi miliknya sendiri hingga akhirnya
di tahun 2011 mimpi itu terwujud.
Awal Mula Zoom
Pengembangan yang dilakukan Cisco pada aplikasi web konferensi dan
video konferensi sangat tidak menarik pelanggan. Makin lama, makin banyak
pelanggan yang beralih dari Cisco WebEx. Eric Yuan yang kala itu sudah menjadi
Vice Presiden seakan mencoba terobosan baru. Salah satunya dengan penerapan
video konferensi menggunakan ponsel pintar, menggunakan PC sudah ketinggalan
zaman.
Ide tersebut ditolak, seakan jadi jalan awal buat Eric mengambil
keputusan untuk pergi. Mencoba apa yang ia rasa sangat berguna di masa depan,
sekaligus mencoba mendirikan perusahaan sendiri. Memang jalan ini terasa berat,
bermodal 40 insinyur yang ikut dengannya keluar dan mendirikan Zoom.
Hingga akhirnya Zoom berhasil meluncur pada aplikasi dalam bentuk
Beta yaitu pada September 2012. Langkah awal tersebut terasa berat, mungkin ada
tahu sendiri bagaimana kejamnya dunia startup berbeda jauh dengan perusahaan
mapan tempat Eric bekerja seperti dulu.
Mencari investor sudah pasti sulitnya minta ampun, meyakinkan
banyak orang mau menginvestasikan dananya pada perusahaan yang belum terbukti
jitu. Bahkan kala itu sudah ada begitu banyak pesaing yang sudah mapan. Niat
Eric dan Zoom mungkin hanya bermodal kebulatan tekad saja, selebihnya hanya
keberuntungan dan keunikan produk mereka.
Zoom kala itu hadir beragam fitur unik di dalamnya, salah satunya
bisa mengadakan rapat jarak jauh beranggota 15 peserta. Saat itu belum ada
aplikasi yang bisa melakukan pertemuan sebanyak Zoom. Ini terlihat menarik
karena saat itu tidak ada aplikasi sebanyak itu yang bisa melakukan telekonferensi.
Ledakan kehadiran ponsel pintar pada awal 2012 seakan membuat
aplikasi Zoom cukup dinikmati. Bukan hanya untuk para korporat saja, organisasi
hingga bahkan personal. Kualitas gambar yang baik dan stabil tanpa harus
menggunakan PC membuat Zoom cukup sukses.
Awal mulanya pada investor ragu dengan Zoom, melihat kesuksesan
kilat yang diraih Zoom seakan gelontoran dana mengalir pada Zoom. Nama besar
seperti Qualcomm Ventures, Yahoo, Cisco, Facebook, Waze, Longitech, hingga
Sequioa Capital ada dibalik pendanaan tersebut. Hanya butuh 4 tahun saja untuk
menjadi salah satu Unicorn.
Cukup cepat, melihat dukungan besar dan integrasi yang datang dari
berbagai perusahaan serta aplikasi lainnya. Hingga akhirnya pada 18 April 2019,
Zoom berhasil IPO dan melantai di Nasdaq. Punya valuasi hingga US$ 35 juta
dan bahkan jadi perusahaan yang cukup diperhitungkan di masa depan.
Bermula hanya bisa melakukan proses telekonferensi sebanyak 15
peserta, Kini Zoom terus berkembang lebih baik. Menawarkan fitur chat, kualitas
video HD, fitur perekaman serta penjadwalan, mendukung beragam platform dan
memuat 1.000 peserta. Ada sejumlah keunggulan yang ditawarkan Zoom dibandingkan
pesaingnya seperti One-on-One Meetings, Group Video Conferences, dan
tentu saja Screen Sharing.
Yuk Kenalan Lebih jauh dengan Zoom
Sebagai aplikasi yang sedang booming dan belum dikenal oleh
banyak kalangan. Zoom menawarkan sejumlah fitur yang dianggap menggoda.
Bagaimana tidak, pertumbuhan penggunanya cukup tinggi dibandingkan telekonferensi
lainnya meskipun masih seumur jagung dan tidak berada di bawah perusahaan teknologi
besar.
Konsep Zoom berbasis penyimpanan awan yang tak memberatkan perangkat
pengguna dalam menyimpan data. Meskipun dilakukan secara online, Zoom
bisa disaksikan kembali setelah proses konferensi berlangsung dalam bentuk
video yang tersedia. Cukup membantu yang telat bergabung dan ketinggalan akan
telekonferensi.
Nah... kemudian ada istilah penting pada aplikasi Zoom yakni Zoom
Meeting dan Zoom Room. Bila Pada Zoom Meeting mengacu pada pertemuan yang
menggunakan aplikasi Zoom. Artinya mereka yang terlibat dalam pertemuan baik
aktif ataupun pasif. Modalnya hanya internet, Webcam pada ponsel dan tentu saja
peserta pertemuan.
Namun bila Zoom Room sudah pada level premium, karena pada tahap
ini perusahaan atau instansi bekerja sama dengan Zoom. Kerja sama ini berupa
berlangganan fitur premium seperti hardware dan software untuk
video konferensi. Sudah pasti dengan berlanggan akan ada biaya tambahan tergantung
berapa banyak sesi dan waktu untuk konferensi. Serta juga ada pilihan mulai
dari Zoom Free, Zoom Pro, Zoom Business, dan Zoom Business Enterprice.
Sebagai perusahaan yang khusus bergerak di bidang telekonferensi
tersebut, harus punya fitur dan mendukung beragam perangkat. Mulai dari Video
dan Audio kualitas HD sehingga kualitas gambar tetap bagus meskipun minim
sinyal. Mendukung 1000 peserta dan 49 video. Adanya rekaman dan transkip setelah
proses konferensi berlangsung yang tersimpan di dalam perangkat masing-masing
pengguna.
Fitur lainnya seperti proses penjadwalan dalam memulai rapat bahkan
menggunakan beragam akun seperti Outlook, Gmail, dan iCal. Proses interaksi pun
juga mudah dalam mengobrol di dalam grup, bahkan sejumlah hal penting lainnya
seperti riwayat percakapan, data yang terintegrasi, dan arsip tersimpan hingga
jangka waktu 10 tahun. Terakhir tentu saja, sudah mendukung end-to-end
encryption sehingga ada perlindungan pada kata sandi dan data pengguna.
Ramai-ramai bersaing dengan Zoom
Telekonferensi seakan jadi sebuah tren baru di masa depan tak
sebatas masa pandemi. Manusia seakan begitu khawatir akan keamanan dirinya
setelah pandemi lewat. Akan lebih banyak rapat yang dilakukan secara jarak jauh
dibandingkan harus pergi dan bahkan terpapar virus.
Untuk saat ini sudah ada lebih 30 aplikasi telekonferensi yang ada
saat ini, mendukung berapa perangkat OS hingga kualitas terbaik. Artinya ada
begitu banyak yang bersaing dengan fitur yang ditawarkan. Larangan physical
distancing jadi sebuah acuan bahwa video call jadi obat penawaran rindu,
dari level komunitas, organisasi, hingga perusahaan berbonafide besar.
Sudah pasti aplikasi telekonferensi akan terus laku di saat ini,
siapa yang tak tertarik dalam mengembangkan fitur tersebut. Mulai dari yang
levelnya personal di perusahaan mereka hingga aplikasi yang siap bersaing
dengan Zoom.
Sebut saja ada Skype, Microsoft Teams, Google Hangout Meet, dan
terbaru Messenger Room buatan Facebook. Artinya mereka siap bersaing karena
punya pendanaan tak terbatas dari perusahaan utama milik mereka. Selain itu ada
banyak kelemahan besar yang ada di dalam Zoom yakni kini dipersoalkan oleh
penggunanya yakni keamanan data. Siapakah yang berhasil menggoyang Zoom?
Masalah Keamanan, Celah yang Ditakuti Pengguna
Kesuksesan yang begitu cepat nyatanya memberikan sejumlah masalah,
salah satunya urusan keamanan data pengguna. Saat ini sudah ada hampir 300 juta
pengguna harian yang mana sebelum pandemi datang, hanya ada 10 juta pengguna
harian. Ini ibarat loncatan besar buat Zoom, harga saham mereka meroket dan
mendapatkan keuntungan bersih hanya dalam waktu singkat.
Tapi di tengah euforia tersebut, ada masalah keamanan yang jadi
sorotan buat Zoom. Berbagai masalah tersebut mulai dikeluhkan oleh penggunanya.
Zoom dianggap lalai dalam hal tersebut dan merugikan penggunanya. Masalah
privasi jadi isu saat ini, mengingat Facebook pernah mengalami hal tersebut dan
berdampak dengan turunnya pengguna.
Sejumlah masalah yang dihadapi Zoom memang tak sepelik Facebook
karena tidak melalui pihak ketiga dan berbau politis. Masalah serius hanyalah
keamanan dan pencurian data, seperti ekspos data yang dikirim ke Facebook tanpa
pemberitahuan. Isu enkripsi yang hanya menggunakan Transport Layer Security
(TLS) yang rentan buat data pengguna dicuri. Lalu ada juga ancaman malware
yang bisa mengancam perangkat pengguna seperti komputer. Alhasil peretas bisa
melakukan proses peretasan dengan komputer yang sering disebut Computer
Zombie.
Masalah kebocoran data paling besar karena penerapan TSL pada
sistem telekonferensi Zoom. Sebagai informasi, TLS hampir serupa dengan
penerapan HTTPS (Hypertext Transfer Protocol Secure). Sesuatu yang
sering kita temui pada web umumnya atau bahkan aplikasi berbasis web.
Kelemahannya adalah sangat mudah dimatai-matai oleh menyusup, apalagi
telekonferensi bisa melibatkan perusahaan besar dalam mengambil kebijakan
krusial. Penjahat bisa saja menjual data pengguna, memanipulasi data hingga
bahkan membocorkan rahasia perusahaan tersebut ke publik. Seperti kasus Zoom yang
ada begitu banyak data pengguna dijual di Dark Web.
Memang tak ada yang aman di internet dan sistem, semua acara cara
buat meretasnya. Namun menghindari itu semua harus ada pengawasan ketat, di
tengah ketenaran dan kepercayaan besar pengguna akan Zoom. Semua akan tercoreng
bila ada banyak data pengguna yang bocor dan tersebar ke publik. Sedang para
pesaing siap melakukan invasi pengguna dengan fitur baru, toh belum ada yang
tahu kapan pandemi berakhir.
Jadi sangat terbuka peluang dalam berkompetisi dan bahkan jadi
pilihan bila nantinya pandemi mereda. Salah satunya adalah penerapan end-to-end
encryption yang diterapkan pada aplikasi instant messaging seperti
Telegram dan Whatsapp. Model penerapan ini membuat percakapan dari setiap
pengguna hanya mereka yang tahu, beda dengan TLS yang cukup rentan karena
menyerupai HTTPS.
Hanya saja, penerapan end-to-end encryption sangat sulit diterapkan karena telekonferensi
melibatkan banyak anggota tamu bahkan hingga 1.000 orang. Bisa saja ada
penyusup dari sekian banyak anggota tersebut. Serta end-to-end encryption
sangat sulit melacak siapa saja yang berbicara dalam forum online tersebut.
Apalagi banyak yang berbicara satu sama lain dan penerapan TLS dianggap cukup
baik.
Saat ini hanya penyempurnaan berbagai fitur keamanan dari Zoom. Seperti
melakukan pengumpulan informasi dasar seperti IP pengguna, detail OS, dan
perangkat yang digunakan. Perlindungan sudah coba dikembangkan menjadi lebih
baik dengan perlindungan berlapis untuk pengguna. Meskipun masih ada keraguan
dari banyak pihak, tapi Zoom menyangkal bahkan tak menambang dan menjual data
pengguna.
Bagaimana mana menurut Anda? Toh... bila merasa tak aman, ada
banyak aplikasi telekonferensi yang tersedia untuk saat ini. Tinggal bagaimana Anda
memilih dan pastikan anggota forum lainnya setuju. Semoga postingan ini
memberikan inspirasi untuk kita semua mengenai dunia telekonferensi. Akhir
kata, Have a Nice Days.
0 komentar:
Post a Comment