Saturday, August 23, 2025

Pajak Digital, Momentum RI Ujung Gigi di Kancah Global

Seakan tak terpikirkan semua yang kita lakukan secara digital apakah itu belanja online, pesan makanan menggunakan aplikasi hingga bayar tontonan film favorit di layanan streaming. Segala aktivitas di atas jadi rutinitas kita yang didukung lebih dari 202 juta pengguna internet. Pastinya segala yang berhubungan dengan klik, transaksi hingga layanan digital menghasilkan sumber pajak baru. Ini selaras dengan dikaji oleh McKinsey, ada potensi besar pajak dari sektor ini direntan 40 s.d 60 triliun/tahun. Bila mampu dikelola dengan baik dapat meningkatkan penerimaan negara.

Meskipun punya masa depan cerah terutama urusan pajak digital di Indonesia, namun banyak hal krusial yang harus diperbaiki. Potensi pertumbuhan digital secara tak langsung menghasilkan begitu banyak ruang pemungutan pajak, apakah dari e-commerce skala global hingga level UMKM yang beralih di platform digital. Pihak DJP harus pintar dalam menjaring wajib pajak baru, namun ini harus selaras dengan sosialisasi mengenai pajak. Secara tak langsung harus ada regulasi yang jelas dan sederhana dalam mendorong pelaku usaha disiplin melakukan pelaporan pajak. Kepatuhan ini harus didukung dengan sistem teknologi seperti Big Data, data analisis hingga administrasi pajak yang terintegrasi. Makin sempurna bila pemerintah bisa berkoordinasi dengan platform digital dalam berbagai data dan informasi.

Beragam kombinasi ini bisa meraut potensi pajak yang optimal, rasanya percuma bila transaksi digital yang besar tapi eksekusi jalan di tempat. Kehadiran arsitektur teknologi bisa berperan, sebab pajak digital yang seperti dikatakan oleh McKinsey tak hanya sebatas angka saja tetapi bagaimana Indonesia bisa membuat sistem pengelolaan data pengguna digital yang sederhana, mudah dan mampu menekan penghindaran pajak sehingga proses pelaporan pajak digital berlangsung dengan mudah. Meskipun kini banyak tantangan terutama UU Pajak Penghasilan masih terfokus pada perdagangan berbasis tradisional. Penerapan pelaporan digital layak mengadopsikan model bisnis seperti Netflix atau Spotify yaitu Over-The-Top (OTT) sehingga regulasinya bisa relevan dengan lintas negara dan dinamika bisnis digital.

Urusan pajak digital harus punya rumus yang baik terutama dalam memperkuat kerja sama antar Ditjen Pajak, perbankan hingga PPATK. Semua itu ditempuh agar aliran transaksi digital bisa terpantau dengan detail. Bila ditemukan ada indikasi dan kejanggalan, pemerintah bisa menindaklanjuti masalahnya. Sampai pada tahap akhir berupa penerbitan NPWP. Beragam langkah yang diterapkan pada pajak digital tak hanya mampu menghimpun penerimaan negara tetapi mengenai keadilan serta kepastian hukum.

Seakan membangun fondasi yang stabil sejak awal, negara kita jadi contoh tak hanya dalam implementasi potensi pajak digital. Namun mampu bersaing dalam sistem perpajakan global yang sangat kompleks. Bila sejumlah langkah tersebut dilaksanakan dengan konsisten, penerimaan pajak sektor digital tak hanya meningkat, namun menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan. Instrumen pajak digital dampak yang dirasakan cukup besar, tak hanya bisa dinikmati segelintir pihak semata tapi bisa membiayai beragam kebutuhan nasional dari pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur. Peluang wajib dimanfaatkan karena ekonomi digital bisa jadi tulang punggung negara di masa depan.

Menata Dasar Kebijakan Pajak Digital Indonesia

Bicara mengenai ekonomi digital, sesuatu yang sering digaungkan selama ini. Ada banyak hal yang harus ditata kembali termasuk menjaring potensi pajak digital. Secara global seluruh dunia punya misi yaitu OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bersama dengan G20 dalam sebuah ambisi besar bernama BEPS 2.0 (Base Erosion and Profit Shifting). Ini jadi salah satu acuan dari Pillar 1 dalam menciptakan sistem pajak internasional.

Selama ini Indonesia hanya sebatas pasar menjanjikan dari perusahaan global. Kini dengan adanya OECD Pillar 1, Indonesia bisa melakukan penarikan pajak pada perusahaan digital raksasa yang selama ini meraup keuntungan besar selama beroperasi di Indonesia. Ini bisa jadi peluang emas dalam peningkatan penambahan penerimaan pajak. Hadirnya OECD Pillar 1 seakan wujud keadilan dalam sistem perpajakan global. Ada banyak negara lainnya yang mendapatkan nikmat pajak digital melalui skema Digital Service Tax (DST). Ini ibarat pembagian kue yang bisa dinikmati tak hanya negara asal perusahaan tapi tempat negara tempat usahanya beroperasi.

Meskipun banyak rintangan dalam proses implementasinya dan tak semudah membalikkan telapak tangan. Pada sistem perpajakan lokal harus sudah bertransformasi secara digital, SDM yang mengelolanya dituntut tidak hanya paham aturan tapi melek dalam membaca data. Termasuk juga administrasi yang disederhanakan yang selama ini sering menghambat perusahaan luar yang telah lama dan yang ingin berinvestasi di Indonesia.

Arah Baru Penerimaan Pajak Digital di Indonesia

Ada hal yang patut kita apresiasikan, sebab negara kita telah memiliki dasar hukum kuat dari UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan). Kini yang kita tunggu berupa aturan turunan seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) agar mekanisme penerapan pajak digital bisa berjalan optimal. Ada juga prosedur lainnya yang dilengkapi seperti MAP (Mutual Agreement Procedure) dan SPT Badan sehingga selaras dengan kesepakatan global yang dinamis. Segala regulasi yang telah lengkap ini mampu mereformasi sistem perpajakan yang selama ini terjebak pada pola lama bahkan praktik penghindaran pajak lintas negara.

Mengenai aturan yang sudah jelas saja tak cukup, dalam penerapan pajak digital membutuhkan banyak aspek krusial. Mulai dari infrastruktur teknologi yang memadai, SDM yang melek akan analisis data serta literasi digital. Pemerintah selaku pihak yang memberlakukan sistem pajak harus berinvestasi lebih di sini terutama dalam menciptakan ekosistem khusus yang memudahkan penerapan teknologi perpajakan modern berbasis Big Data dan AI. Ini membuat regulasi yang telah disusun rapi bisa terimplementasi dengan optimal dan tak hanya wacana semata.

Sistem yang baik juga seakan jadi masa depan pajak digital di Indonesia, tak sebatas besarnya transaksi digital yang dihasilkan. Ini kaitannya dengan kesiapan dalam penataan regulasi, penerapan teknologi hingga membangun budaya taat pajak. Transformasi digital hanya pintu baru dalam peluang penerimaan pajak dan Indonesia layak memanfaatkan momentum ini. Sinergi ini seakan menjadikan pajak digital tak sebatas instrumen fiskal tapi simbol keadilan di tengah arus digitalisasi global.

Kesimpulan

Pajak digital menyimpan potensi besar hingga puluhan triliun rupiah yang bisa diwujudkan. Harus ada eksekusi matang yang dipersiapkan seperti regulasi kuat, dukungan teknologi berbasis Big Data dan AI serta dukungan SDM andal dalam mengeksekusinya. Hadirnya OECD Pillar 1 pun seakan menghadirkan warna baru, di sini perusahaan digital bonafid yang selama menghasilkan keuntungan di tanah air, kini ikut menyumbangkan insentif pajak. Secara tak langsung juga, Indonesia tak sebatas pasar saja, kini berperan jadi pemain penting dalam menikmati cuan dari ekonomi digital. Seakan menaikkan harkat martabat bangsa di kancah perpajakan global.


Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer