Sejak dulu desa
punya masalah yang cukup klasik yakni akses terhadap dunia luar. Para petani
juga terjebak dalam banyak hal, mulai dari harga jual rendah. Para UMKM
kesulitan naik kelas karena kesulitan modal dan pemuda desa yang kesulitan
mendapatkan bayaran layak yang mengharuskan dirinya merantau jauh dari kampung
halaman. Di desa hanya ditinggali oleh para orang tua yang melemah, ada banyak
lahan garapan yang tidak ada yang mengolah.
Masalah ini pemerintah lihat sebagai peluang besar, selain menekan urbanisasi kaum muda ke perkotaan. Cara ini bisa jadi jalan keluar terhadap pemerataan pembangunan hingga ke pelosok negeri. Prinsip dasar pedesaan yang masih pada landasan gotong royong, kekeluargaan, dan kepemilikan bersama seakan melahirkan ide koperasi. Inisiasi pemerintah mendirikan koperasi secara tak langsung cocok dengan prinsip desa, sekaligus wujud kemandirian dalam meningkat desanya.
Ada banyak desa yang punya potensi besar yang
belum bisa dikembangkan. Hadirnya koperasi merah bukan hanya sebatas institusi
ekonomi, melainkan lokomotif transformasi desa yang menyatukan potensi besar
UMKM, pariwisata, dan ekonomi kreatif sebagai kekuatan kolektif. Sinergis
dengan itu semua, potensi besar desa dapat diolah menjadi peluang nyata dalam
pemberdayaan masyarakat serta menumbuhkan ekonomi lokal.
Melalui tangan pelaku usaha, seniman lokal,
hingga keindahan alam di desa tersebut akan menghasilkan banyak lapangan
pekerjaan baru. Tak perlu lagi anak muda terbaik desa merantau jauh ke
perkotaan karena desanya sudah menjadi sumber ekonomi dan kebanggaan. Selain
itu desa-desa yang memiliki koperasi yang maju bisa tumbuh dan berinovasi
sekaligus menjaga identitasnya dan menjaga kesejahteraan berkelanjutan bagi
setiap warganya.
KMP, Menenun
Peluang dari Setiap Sudut Desa
Setiap desa punya keunggulan masing-masing,
adanya KMP membuat setiap desa mengeluarkan keunggulannya. Apalagi saat KMP
hadir, akses modal atau jaringan pasar jadi terbentuk. Seakan membangun
kapasitas masyarakat melalui pelatihan, pendampingan, dan kolaborasi lintas
sektor. Desa yang sebelumnya terlihat sunyi mulai tergerak, menenun peluang
dari setiap keunggulannya, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menjaga anak
muda untuk mencintai desanya.
Langkah hadirnya KMP cukup menarik saat gairah koperasi yang sudah lama memudar. Padahal bangsa kita sejak dulu punya semangat berkoperasi dan kini semangat ini coba dinyalakan kembali dalam wujud KMP. Seakan ia menghadirkan energi gotong royong akan partisipasi masyarakat hingga menumbuhkan rasa bangga karena di desanya telah berdiri koperasi. KMP bisa jadi nyawa baru dalam tiap daerah, ia seakan membangun peradaban, menumbuhkan ekonomi sekitar hingga menghidupkan kreativitas anak lokal.
KMP hadir dengan semangat tentunya pemerataan
hingga ke daerah-daerah. Selama ini saat mendengar kata desa langsung terbayang
di dalam pikiran kita akan kesenjangan dan ketertinggalan. Pemerintah mencoba
memotong jurang kesenjangan ini, membuka jalan agar desa tak sekadar tempat
tinggal tetap ruang menghidupkan nilai produktif dan harapan warganya. KMP
hadir tak sebatas niat pemerintah dalam menciptakan lebih dari 70 ribu koperasi
hingga pelosok negeri, namun cerminan akan kebersamaan, kemandirian, dan pemberdayaan
masyarakat dari desa itu sendiri.
Persoalan utama desa acapkali bermuara pada
keterbatasan akses modal, KMP hadir sebagai wadah akan potensi setiap daerah.
Bila daerah tersebut terkenal sebagai lumbung pangan terkemuka, hadirnya KMP
berbasis lokal tak hanya memperkuat produksi. Ia juga mampu membuka jalan bagi
para petani untuk bisa menembus pasar lebih luas sekaligus melihat potensi
nilai tambah dari sawah dan ladang milik mereka.
UMKM lokal pun bisa memperluas pasarnya dari
hanya masyarakat sekitar, ia bisa naik kelas hingga nantinya masuk ke arah
ekspor. Peran KMP seakan wadah menampung kelompok masyarakat hingga individu
kreatif dalam memajukan desanya. Kini tiap desa tak hanya selalu mengandalkan
potensi alamnya karena itu hanyalah bonus. Ia kini bisa memaksimalkan SDM dan
kreativitas warganya untuk menciptakan ekonomi dan keberlanjutan.
Lebih jauh, KMP seakan menjadi akselerator
bagi, UMKM, lokomotif bagi usaha kolektif, dan bahkan penyangga bagi desa-desa
berjuang dari kemiskinan ekstrem. Masyarakat pun jadi lebih sejahtera karena
ada dorongan ekonomi dan menyalakan kembali lagi semangat gotong-royong ala
koperasi. Tak mengherankan ada banyak desa-desa yang kurang tersorot akan
mempunyai panggung sendiri saat KMP berdiri.
Bersama
Mengelola dan jadi Bagian KMP
Berdirinya KMP di suatu desa punya andil besar
dalam menggerakkan roda ekonomi perdesaan. KMP seakan punya citra diri pada
tiap desa atas keunggulannya. Siapa saja bisa bergabung dalam KMP dalam
menyejahterakan koperasi. Apakah sebagai anggota, pengelola, pengurus, sampai
pada level mitra usaha. Sistem ini membuat koperasi jadi ruang inklusif yang
bisa merangkul beragam lapisan masyarakat dan punya rasa kebersamaan yang
besar. Menegaskan desa bisa maju dari kolaborasi besar warganya sendiri.
Tak hanya itu saja, KMP mendapatkan suntikan
dana dari pemerintah yang cukup dalam memulai usaha desa. Ini juga menuntun
setiap desa mengelola KMP-nya dengan baik, apakah sistem pengelolaan keuangan,
perluasan jaringan hingga pengembangan produk unggulan desa. Desa menjadi lebih
mandiri dalam menyejahterakan warganya tanpa bantuan dari pihak luar. Dengan
demikian pula, KMP bukan hanya sebatas sumber modal, ia ibarat sekolah
kehidupan yang mengajarkan desa cara bertahan, tumbuh dan bersaing di arus
zaman yang penuh tantangan.
Menguji
Ketahanan Mengelola KMP
Meskipun begitu, KMP punya segudang kendala
yang muncul dalam pendirian awalnya berasal dari modal desa setempat. Meskipun
pemerintah turun tangan memberi sokongan awal dari fasilitasi legalitas,
pelatihan pengurus hingga membuka akses modal melalui bank dan lembaga
keuangan. Namun tetap semangat dari desa yang harus digiatkan dan di sinilah
masyarakat harus kompak. Menyisihkan sebagian penghasilan lewat simpanan pokok,
iuran wajib, hingga tabungan sukarela.
Rasa kepercayaan juga harus tumbuh apalagi ini menyangkut tentang uang besar dan menghimpun banyak kepala. Butuh kepercayaan dan kekompakan lebih agar KMP tak hanya berdiri di hari Senin tetapi pada hari Selasa sudah tutup permanen. Koperasi mendadak menjadi ghoib dan para pengurus satu-persatu kabur melarikan diri. Apalagi mendirikan koperasi tergolong rumit karena ini lahir dari keinginan besar pemerintah bukan niat sukarela warga.
Di titik ini KMP mendapatkan tantangan besar,
kehadirannya murni memang mengelola negara dan mengikis citra lama koperasi.
Sebelumnya koperasi identik dengan gagal bayar, pengurus tak transparan, dan
badan usaha mati suri. Tanpa sistem kelola yang bersih dan transparan, KMP
hanya menjadi catatan buruk dalam lembaran kebijakan. Masyarakat desa juga
harus diyakin bahwa koperasi adalah milik bersama, bukan sekadar proyek
kebut-kebutan ala pemerintah.
Di sinilah warga dilibatkan dan perannya cukup
sentral, KMP tak boleh berhenti hanya sebatas wadah administratif. Ia harus
bertransformasi menjadi ruang hidup warga sekitar, belajar mengelola usaha,
menyalurkan ide kreatif, mengelola potensi wisata, hingga mengikat solidaritas
masyarakat desa. Jika semangat kolektif itu benar-benar tumbuh, maka KMP akan
menjadi lokomotif pembangunan desa. Bukan sebatas berdiri atas kebijakan tetapi
ia tumbuh dari kepercayaan besar masyarakat.
Meskipun begitu, pemerintah tak langsung lepas
tangan terhadap KMP di seluruh negeri. Dukungannya menjangkau hingga ke
pelosok-pelosok KMP, apakah dari pemerintah daerah hingga proses pendampingan
teknis. Ini membuat desa bisa belajar mengelola usaha, mengasah semangat
berkoperasi hingga sampai ke tahap kemandirian berkoperasi. Harapannya sokongan
berlapis ini membuat KMP lahir bukan sebatas kebijakan sesaat, melainkan tumbuh
menjadi fondasi ekonomi desa yang berkelanjutan.
Pendamping
Koperasi, Penjaga Denyut KMP hingga Pelosok Negeri
Sebagai pendamping koperasi, perannya krusial
karena merekalah para jenderal lapangan bertemu dengan pengurus koperasi hingga
ke pelosok desa. Bersama berdiskusi dengan warga, mengajarkan banyak hal dari
laporan keuangan, menyusun rencana usaha, hingga akses pembiayaan ke perbankan.
Mereka juga yang menjadi penengah ketika RAT berlangsung, iuran macet sampai
pada tahapan keputusan penting akan bisnis koperasi. Tanpa pendamping, KMP
berisiko hanya lahir di atas kertas, atau bahkan hanya buka saat seremoni lalu
mati suri tanpa pernah hadir kembali.
Kehadiran pendamping pada KMP bukan sekadar program pemerintah. Ia seakan menjadi seolah kecil bagi warga desa untuk belajar tata kelola koperasi sebenarnya. Mereka juga mengurusi segala hal teknis dan non teknis. Dari tangan para pendamping pula, KMP menjelma jadi instrumen ekonomi serta fondasi kemandirian desa. Ada banyak lapangan kerja dan kreativitas lahir, kini mereka sudah ada yang membinanya.
Di sejumlah koperasi yang sudah berhasil,
pendamping berfungsi sebagai katalis. Bukan hanya menyiapkan laporan keuangan
semata, mereka menghidup setiap dialog dengan pengurus dan anggota koperasi.
Lahir sejumlah gagasan besar di sana, bila koperasi bergerak di bidang
perkebunan kopi. Lahir sejumlah ide dalam kelola kopi yang baik dari tahapan
penanaman, pengolahan pascapanen hingga strategi pemasaran yang menembus pasar
di luar desa. Semua ide itu muncul dari ide sederhana dan pendamping hanya
memantiknya, karena pengurus KMP yang bergerak merealisasinya.
Para pendamping tak hanya sebatas memberikan
pengetahuannya pada KMP baru di desa-desa, ia seakan membuat desa mandiri.
Membuat warga desa yang sebelumnya pasif dan ketergantungan pada bantuan luar,
kini desa punya KMP yang membuat mereka berani mengelola usaha sendiri,
memanfaatkan potensi lokal, dan bahkan rasa percaya diri desa berdiri di atas
kakinya sendiri. Pada rangka besar pemberdayaan ekonomi, pendamping memastikan
roda ekonomi berputar, akan desa tak hanya sebatas penonton pembangunan.
Melainkan pelaku utama atas arah ekonomi di desanya yang perlahan menggeser
peran tengkulak dan rentenir. Lalu menggantinya dengan semangat solidaritas dan
gotong royong ala koperasi.
Menjaga Asa
KMP, Merawat Kepercayaan
KMP pada akhirnya tak sebatas urusan simpanan
pokok dan usaha milik desa semata. Ia ibarat laboratorium sosial sebagai lokasi
warga belajar atas arti kebersamaan sekaligus menguji batas kemandirian.
Melalui tangan pemerintah dan diteruskan pada pendamping, tiap desa siap
memiliki KMP-nya masing-masing.
Ia seakan menjadi simbol setiap desa bersaing
dalam memberdayakan ekonominya, sekaligus menunjukkan keunggulan lokal yang
punya nilai jual. Sekaligus menegaskan kemandirian bisa lahir dari kreativitas
dan gotong royong warganya sendiri. Dan KMP adalah wadah tepat untuk UMKM,
pariwisata serta ekonomi kreatif berkembang hingga menjangkau pasar global.
0 komentar:
Post a Comment