Friday, August 8, 2025

Klik, Lapor, Berkembang: Pajak Digital yang Menguatkan UMKM

 

Hari menunjukkan tanggal cantik, ada banyak produk yang selama ini saya idam-idamkan. Ia dijual dengan diskon yang miring, berburu sebulan sekali ini tak ada yang salah. Namun dibalik geliat UMKM di sekeliling kita, ada fakta besar dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023 ada sebanyak 25,4 juta UMKM yang sudah memasuki ranah ekosistem digital.

 

Jumlah ini akan terus bertambah dengan pergeseran kebiasaan masyarakat yang lebih tertarik berbelanja online. Artinya jelas, siapa saja UMKM yang belum go digital bisa saja ketinggalan kereta di persaingan usaha ke depan.  Transformasi digital bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Mereka yang mampu beradaptasi akan meraih peluang pasar lebih luas, sementara yang masih ragu berisiko kehilangan momentum emas.

 

Terbukti kini UMKM makin cerdas melihat peluang, teknologi menjadi cara dalam berjualan sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Marketplace, aplikasi, hingga pembayaran QRIS berpotensi menghasilkan pajak online yang menjanjikan. Jika berhasil dikelola dengan baik, bisa menjadi sumber penting penerimaan negara sekaligus buat UMKM naik kelas.

 

Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.03/2022 memberikan semacam landasan hukum atas pajak, jasa, dan barang lintas negara tapi cakupannya terbatas hanya barang tak berwujud dan jasa digital. Meskipun belum sepenuhnya mengatur e-commerce, padahal e-commerce sangat beragam dan sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi.

 

Sebagai catatan, UMKM mampu menyumbang PDB nasional hingga 61% dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Besarnya peran tak sebanding kontribusi UMKM dalam penerimaan pajak, nilainya masih di bawah 10%. Di sinilah rendahnya penerimaan pajak dari UMKM hadir, banyak potensi pajak yang terlewatkan karena belum adanya peraturan yang mengatur penerimaan pajak UMKM di berjualan di e-commerce.

 

Kini DJP harus punya terobosan baru seperti dasar hukum dari Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di sini DJP punya kewenangan dalam merancang sistem perpajakan yang sesuai dengan bisnis digital UMKM. Opsi yang bisa sudah diterapkan saat ini yakni pemotongan pajak langsung dari platform e-commerce sehingga pemilik usaha tak perlu repot menghitung sendiri.

 

UMKM Melek Teknologi, Tapi Belum Melek Pajak

Potensi besar pajak UMKM ibarat tumpukan permata di dalam gunung besar, harus ada usaha besar untuk menggalinya hingga mengolahnya jadi permata berkilau. Tantangan terbesar ada pada literasi, banyak UMKM yang masih belum paham manfaat pajak, apalagi pajak digital bisa dianggap sebagai bagian strategi usaha.

 

Sebagai seorang Pendamping UMKM, saya punya contoh yakni usaha kerajinan Bili Droe yang fokus pada kerajinan tangan dari tumbuhan bili. Sudah sejak sebelum pandemi ia sudah berjualan di marketplace. Urusan pembayaran lewat QRIS dan orderan dari seluruh Indonesia sudah biasa ia terima.

 

Bisnis berkembang dan target marketnya berhasil datang dari e-commerce, namun ketika ia bicara tentang pajak ia cemas dan memilih menunda. Padahal kalau ia taat pajak, pihak perbankan akan lebih percaya, mudah mengakses modal, dan produk kerajinannya bisa menembus pasar ekspor.

 

Di sinilah pemerintah turut hadir dan membantu, sosialisasi adalah cara membuat UMKM melek pajak. Tak sebatas setor dan bayar uang ke negara, ini lebih ke wujud investasi lanjutan yang akan bermanfaat buat UMKM di masa depan. Pencatatan keuangan usaha yang rapi seakan membuat UMKM cukup profesional mengelola usaha, identitas usahanya sehat dan profesional sehingga layak naik kelas.

 

Faktor lainnya yang menyulitkan bayar pajak tentu saja infrastruktur digital yang belum merata. Layanan DJP hanya optimal di sejumlah kota-kota besar, proses pembayaran tinggal lapor dan langsung bayar. Beda halnya di daerah yang akses internet masih sangat terbatas, ia jadi halangan buat UMKM yang berdomisili di pelosok, urusan pajak digital terasa rumit.

 

Solusinya dari pemerintah dengan mempercepat pemerataan infrastruktur digital hingga ke desa-desa. Selain itu ada pula opsi layanan yang ramah buat UMKM, sehingga mereka tak hanya lebih mudah beralih ke sistem digital, tetapi juga otomatis tercatat sebagai bagian dari ekosistem pajak digital.

 

Tentunya harus adanya regulasi yang mengikat kuat seperti PMK 60/PMK.03/2022 namun versi lebih update. Sebab transaksi di e-commerce sangat kompleks dari jualan barang fisik, layanan lokal hingga transaksi lintas platform. Semuanya belum terakomodasi sepenuhnya dalam regulasi. Bila sudah berhasil terakomodasi, potensi pajak digital sangat besar dan nilai penerimaan negara di sektor ini akan meningkat.

 

Singkat cerita, urusan pajak digital bagi UMKM masih banyak PR yang harus diselesaikan. Tapi dibalik rumitnya aturan itu, ada peluang besar yang tak boleh dilewatkan. Semua pihak bergerak bersama agar pajak digital jadi jalan pintas UMKM lokal kita terlihat profesional, mendapatkan pendanaan hingga tembus ke pasar global.

 

Kolaborasi Multipihak dalam Ekosistem Pajak Digital

Peran pemerintah menjadi kunci utama dalam membangun pondasi pajak digital bagi UMKM. Regulasi yang jelas, sosialisasi yang berkelanjutan, serta insentif yang tepat sasaran dapat menjadi pendorong agar UMKM tidak memandang pajak sebagai beban, melainkan sebagai investasi masa depan. Pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pendamping yang memudahkan proses administrasi, menciptakan sistem yang sederhana, cepat, dan ramah UMKM.

 

Di sisi lain, platform e-commerce memiliki posisi strategis karena sebagian besar transaksi UMKM berlangsung di sana. Melalui mekanisme pemotongan otomatis dan transparansi transaksi, marketplace dapat membantu memastikan kepatuhan pajak berjalan lebih praktis. Sementara itu, perbankan dan fintech juga berperan penting dengan memberikan akses modal berbasis kepatuhan pajak. UMKM yang taat pajak akan lebih dipercaya lembaga keuangan, sehingga peluang mendapatkan pembiayaan usaha semakin besar.

 

Tak kalah penting, masyarakat dan konsumen pun memegang peran dalam ekosistem pajak digital. Dengan memilih untuk berbelanja pada UMKM yang legal dan resmi, konsumen turut mendorong budaya kepatuhan pajak. Kesadaran bersama ini akan menciptakan rantai ekosistem yang sehat: pemerintah hadir dengan regulasi, platform memberi kemudahan teknis, perbankan memberi dukungan modal, dan konsumen menjadi motor penggerak keberlanjutan usaha. Hanya dengan kolaborasi multipihak inilah potensi pajak digital benar-benar bisa digali untuk memperkuat UMKM sekaligus menambah penerimaan negara.

 

Kolaborasi multipihak ini bukan sekadar wacana, melainkan strategi nyata yang bisa mempercepat transformasi pajak digital di Indonesia. Dengan saling berbagi peran dan tanggung jawab, setiap pihak akan merasakan manfaat bersama: negara memperoleh penerimaan pajak yang optimal, UMKM naik kelas dan lebih profesional, lembaga keuangan memiliki nasabah yang kredibel, serta masyarakat mendapatkan produk yang lebih berkualitas. Sinergi inilah yang akan memastikan pajak digital tidak lagi dipandang sebagai kewajiban yang menakutkan, melainkan sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan yang berdaya saing global.

 

Strategi Cerdas UMKM di Era Digital

Berbagai cara coba diterapkan untuk meningkatkan penerimaan pajak dari UMKM. Melalui pemerintah sudah mendorong ke arah pembayaran online melalui layanan DJP Online. Para pelaku usaha cukup dengan melakukan pendaftaran (e-Registration), pelaporan (e-Filing), hingga pembayaran (e-Billing), semuanya bisa diakses dalam satu sistem.

 

Harapannya, UMKM tak lagi pusing dengan prosedur rumit, antrean panjang, dan salah hitung akibat administrasi manual. Semuanya jadi serba digital, bayar pajak jadi mudah hanya mengandalkan ponsel dan internet. Pelaku usaha tak perlu khawatir meninggalkan usahanya hanya untuk ke kantor pajak. Segala waktu tenaga bisa dihemat dan bisnis bisa berjalan sesuai dengan aturan.

 

Proses pembayaran  juga lebih beragam terutama di e-commerce. Kehadiran QRIS seakan memudahkan pembayaran antara konsumen dan pemilik usaha. Hampir semua sektor UMKM telah akrab dengan QRIS, mulai dari warkop, kelontong, hingga pedagang online. Ini kesempatan yang pemerintah bisa manfaatkan untuk melakukan integrasi QRIS terutama urusan pemotongan pajak secara mandiri di tiap transaksi berlangsung.

 

Tak henti di situ, pihak marketplace bisa diajak kerja sama oleh pemerintah mengenai urusan pemungutan pajak. Mekanisme ini memuat pajak e-commerce bisa langsung dipotong dari setiap transaksi yang terjadi di platform. Ini memudahkan pelaku UMKM tak perlu menghitung secara manual lagi, semua sudah dipotong melalui sistem. Bagi pemerintah ini ibarat angin surga, sebab cuku efisien dalam memastikan penerimaan pajak tetap stabil.

 

Opsi lainnya yang pemerintah tawarkan datang dari insentif pajak digital. Ibarat promosi, pemerintah mengajak UMKM yang duluan gabung secara go digital akan mendapatkan keringanan tarif di awal atau penawaran lainnya. Ini membuat UMKM tertarik mencoba sekaligus masuk ke ekosistem digital dan adopsi teknologi lebih awal tanpa takut duluan urusan pajak.

 

Saya rasa kombinasi sempurna dari layanan digital, integrasi QRIS, peran market place hingga insentif paja seakan membuat ekosistem pajak jadi lebih ramah ke UMKM. Tinggal bagaimana pemerintah konsisten mengeksekusinya serta UMKM berani mengambil peluang ini. Keduanya berjalan beriringan, pajak digital bukan lagi beban melainkan kunci UMKM bisa naik kelas dan bersaing secara global.

 

Berawal dari warung sederhana hingga toko online, kini UMKM bisa menjangkau pasar global. Semua pihak pun berani berkembang bersama, kini urusan pajak digital cukup dengan klik, lapor, berkembang. Inilah wujud pajak digital jadi inovasi penerimaan pajak negeri bukan lagi beban. Ia jadi mesin akselerasi tak hanya menguatkan kas negara tapi mendorong jutaan UMKM melesat ke level pasar dunia.

 

Masa Depan Pajak Digital UMKM

Masa depan pajak digital UMKM menyimpan potensi besar bagi perekonomian nasional. Seiring meningkatnya transaksi online, proyeksi kontribusi penerimaan negara dari sektor ini diperkirakan akan terus tumbuh signifikan. Jika saat ini kontribusinya masih terbilang kecil, dalam beberapa tahun ke depan pajak digital berpeluang menjadi salah satu sumber utama penerimaan negara yang stabil dan berkelanjutan, sejalan dengan terus bertambahnya UMKM yang masuk ke ranah digital.

 

Peluang itu semakin terbuka lebar dengan adanya integrasi ke sistem global, terutama bagi UMKM yang sudah merambah pasar ekspor digital. Melalui platform lintas negara, produk lokal bisa langsung menjangkau konsumen dunia. Dengan regulasi pajak digital yang adaptif, UMKM tidak hanya bisa memperluas pasar, tetapi juga memberikan kontribusi lebih besar pada penerimaan negara tanpa kehilangan daya saing.

 

Arah pengembangan pajak digital juga akan semakin modern dengan pemanfaatan teknologi mutakhir. Big data dapat membantu pemerintah memetakan perilaku transaksi UMKM, sementara AI bisa mempercepat analisis dan prediksi kepatuhan pajak. Bahkan, teknologi blockchain berpotensi menghadirkan sistem pencatatan yang transparan dan sulit dimanipulasi. Semua ini akan membuat sistem perpajakan lebih akuntabel, efisien, dan ramah bagi UMKM.

 

Di samping itu, lahirnya ekosistem pajak digital akan mendorong munculnya profesi-profesi baru. Konsultan pajak digital, pendamping UMKM digital, hingga analis data transaksi akan menjadi bagian penting dalam mendukung keberhasilan UMKM di ranah global. Dengan begitu, pajak digital bukan hanya tentang penerimaan negara, melainkan juga membuka lapangan kerja baru serta memperkuat kapasitas manusia Indonesia di era ekonomi digital.

 

Penutup Akhir

Pada akhirnya, pajak digital bagi UMKM bukan sekadar urusan administrasi atau kewajiban negara, melainkan jalan menuju masa depan yang lebih berdaya. Di satu sisi, negara memperoleh penerimaan yang lebih adil dan berkelanjutan. Di sisi lain, UMKM yang taat pajak akan dipandang lebih profesional, mudah mengakses modal, dan siap menembus pasar global. Transformasi ini menuntut keberanian semua untuk bergerak bersama.

 

Jika kolaborasi itu benar-benar terwujud, maka pajak digital tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan mesin akselerasi yang menguatkan ekosistem usaha kecil kita. Dari warung sederhana hingga toko online, dari pasar lokal hingga panggung internasional, UMKM Indonesia akan melangkah lebih jauh.

 

Cukup dengan klik, lapor, berkembang, inilah saatnya pajak digital menjadi tonggak baru yang bukan hanya memperkuat kas negara, tetapi juga mengangkat martabat jutaan pelaku usaha menuju level dunia. Semoga tulisan saya menginspirasi, akhir kata have a nice days.,

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer