Hari menunjukkan tanggal cantik, ada banyak
produk yang selama ini saya idam-idamkan. Ia dijual dengan diskon yang miring,
berburu sebulan sekali ini tak ada yang salah. Namun dibalik geliat UMKM di
sekeliling kita, ada fakta besar dari Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2023 ada
sebanyak 25,4 juta UMKM yang sudah memasuki ranah ekosistem digital.
Jumlah ini akan terus bertambah dengan pergeseran kebiasaan masyarakat yang lebih tertarik berbelanja online. Artinya jelas, siapa saja UMKM yang belum go digital bisa saja ketinggalan kereta di persaingan usaha ke depan. Transformasi digital bukan lagi sekadar pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Mereka yang mampu beradaptasi akan meraih peluang pasar lebih luas, sementara yang masih ragu berisiko kehilangan momentum emas.
Terbukti kini UMKM makin cerdas melihat
peluang, teknologi menjadi cara dalam berjualan sesuai dengan kebiasaan
masyarakat. Marketplace, aplikasi, hingga pembayaran QRIS berpotensi
menghasilkan pajak online yang menjanjikan. Jika berhasil dikelola dengan baik,
bisa menjadi sumber penting penerimaan negara sekaligus buat UMKM naik kelas.
Hadirnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 60/PMK.03/2022 memberikan semacam landasan hukum atas pajak, jasa, dan
barang lintas negara tapi cakupannya terbatas hanya barang tak berwujud dan
jasa digital. Meskipun belum sepenuhnya mengatur e-commerce, padahal e-commerce
sangat beragam dan sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi.
Sebagai catatan, UMKM mampu menyumbang PDB
nasional hingga 61% dan menyerap 97% tenaga kerja nasional. Besarnya peran tak
sebanding kontribusi UMKM dalam penerimaan pajak, nilainya masih di bawah 10%.
Di sinilah rendahnya penerimaan pajak dari UMKM hadir, banyak potensi pajak
yang terlewatkan karena belum adanya peraturan yang mengatur penerimaan pajak
UMKM di berjualan di e-commerce.
Kini DJP harus punya terobosan baru seperti
dasar hukum dari Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Di
sini DJP punya kewenangan dalam merancang sistem perpajakan yang sesuai dengan
bisnis digital UMKM. Opsi yang bisa sudah diterapkan saat ini yakni pemotongan
pajak langsung dari platform e-commerce sehingga pemilik usaha tak perlu repot
menghitung sendiri.
UMKM Melek
Teknologi, Tapi Belum Melek Pajak
Potensi besar pajak UMKM ibarat tumpukan
permata di dalam gunung besar, harus ada usaha besar untuk menggalinya hingga
mengolahnya jadi permata berkilau. Tantangan terbesar ada pada literasi, banyak
UMKM yang masih belum paham manfaat pajak, apalagi pajak digital bisa dianggap
sebagai bagian strategi usaha.
Sebagai seorang Pendamping UMKM, saya punya
contoh yakni usaha kerajinan Bili Droe yang fokus pada kerajinan tangan dari
tumbuhan bili. Sudah sejak sebelum pandemi ia sudah berjualan di marketplace.
Urusan pembayaran lewat QRIS dan orderan dari seluruh Indonesia sudah biasa ia
terima.
Bisnis berkembang dan target marketnya
berhasil datang dari e-commerce, namun ketika ia bicara tentang pajak ia cemas
dan memilih menunda. Padahal kalau ia taat pajak, pihak perbankan akan lebih
percaya, mudah mengakses modal, dan produk kerajinannya bisa menembus pasar
ekspor.
Di sinilah pemerintah turut hadir dan
membantu, sosialisasi adalah cara membuat UMKM melek pajak. Tak sebatas setor
dan bayar uang ke negara, ini lebih ke wujud investasi lanjutan yang akan
bermanfaat buat UMKM di masa depan. Pencatatan keuangan usaha yang rapi seakan
membuat UMKM cukup profesional mengelola usaha, identitas usahanya sehat dan
profesional sehingga layak naik kelas.
Faktor lainnya yang menyulitkan bayar pajak
tentu saja infrastruktur digital yang belum merata. Layanan DJP hanya optimal
di sejumlah kota-kota besar, proses pembayaran tinggal lapor dan langsung
bayar. Beda halnya di daerah yang akses internet masih sangat terbatas, ia jadi
halangan buat UMKM yang berdomisili di pelosok, urusan pajak digital terasa
rumit.
Solusinya dari pemerintah dengan mempercepat
pemerataan infrastruktur digital hingga ke desa-desa. Selain itu ada pula opsi
layanan yang ramah buat UMKM, sehingga mereka tak hanya lebih mudah beralih ke
sistem digital, tetapi juga otomatis tercatat sebagai bagian dari ekosistem
pajak digital.
Tentunya harus adanya regulasi yang mengikat
kuat seperti PMK 60/PMK.03/2022 namun versi lebih update. Sebab transaksi di
e-commerce sangat kompleks dari jualan barang fisik, layanan lokal hingga
transaksi lintas platform. Semuanya belum terakomodasi sepenuhnya dalam
regulasi. Bila sudah berhasil terakomodasi, potensi pajak digital sangat besar
dan nilai penerimaan negara di sektor ini akan meningkat.
Singkat cerita, urusan pajak digital bagi UMKM
masih banyak PR yang harus diselesaikan. Tapi dibalik rumitnya aturan itu, ada
peluang besar yang tak boleh dilewatkan. Semua pihak bergerak bersama agar
pajak digital jadi jalan pintas UMKM lokal kita terlihat profesional,
mendapatkan pendanaan hingga tembus ke pasar global.
Kolaborasi
Multipihak dalam Ekosistem Pajak Digital
Peran pemerintah menjadi kunci utama dalam
membangun pondasi pajak digital bagi UMKM. Regulasi yang jelas, sosialisasi
yang berkelanjutan, serta insentif yang tepat sasaran dapat menjadi pendorong
agar UMKM tidak memandang pajak sebagai beban, melainkan sebagai investasi masa
depan. Pemerintah harus hadir bukan hanya sebagai pengatur, tetapi juga sebagai
pendamping yang memudahkan proses administrasi, menciptakan sistem yang
sederhana, cepat, dan ramah UMKM.
Di sisi lain, platform e-commerce memiliki
posisi strategis karena sebagian besar transaksi UMKM berlangsung di sana.
Melalui mekanisme pemotongan otomatis dan transparansi transaksi, marketplace
dapat membantu memastikan kepatuhan pajak berjalan lebih praktis. Sementara
itu, perbankan dan fintech juga berperan penting dengan memberikan akses modal
berbasis kepatuhan pajak. UMKM yang taat pajak akan lebih dipercaya lembaga
keuangan, sehingga peluang mendapatkan pembiayaan usaha semakin besar.
Tak kalah penting, masyarakat dan konsumen pun
memegang peran dalam ekosistem pajak digital. Dengan memilih untuk berbelanja
pada UMKM yang legal dan resmi, konsumen turut mendorong budaya kepatuhan
pajak. Kesadaran bersama ini akan menciptakan rantai ekosistem yang sehat:
pemerintah hadir dengan regulasi, platform memberi kemudahan teknis, perbankan
memberi dukungan modal, dan konsumen menjadi motor penggerak keberlanjutan
usaha. Hanya dengan kolaborasi multipihak inilah potensi pajak digital
benar-benar bisa digali untuk memperkuat UMKM sekaligus menambah penerimaan
negara.
Kolaborasi multipihak ini bukan sekadar
wacana, melainkan strategi nyata yang bisa mempercepat transformasi pajak
digital di Indonesia. Dengan saling berbagi peran dan tanggung jawab, setiap
pihak akan merasakan manfaat bersama: negara memperoleh penerimaan pajak yang
optimal, UMKM naik kelas dan lebih profesional, lembaga keuangan memiliki
nasabah yang kredibel, serta masyarakat mendapatkan produk yang lebih
berkualitas. Sinergi inilah yang akan memastikan pajak digital tidak lagi
dipandang sebagai kewajiban yang menakutkan, melainkan sebagai motor penggerak
ekonomi kerakyatan yang berdaya saing global.
Strategi Cerdas
UMKM di Era Digital
Berbagai cara coba diterapkan untuk
meningkatkan penerimaan pajak dari UMKM. Melalui pemerintah sudah mendorong ke
arah pembayaran online melalui layanan DJP Online. Para pelaku usaha cukup
dengan melakukan pendaftaran (e-Registration), pelaporan (e-Filing),
hingga pembayaran (e-Billing), semuanya bisa diakses dalam satu sistem.
Harapannya, UMKM tak lagi pusing dengan
prosedur rumit, antrean panjang, dan salah hitung akibat administrasi manual.
Semuanya jadi serba digital, bayar pajak jadi mudah hanya mengandalkan ponsel
dan internet. Pelaku usaha tak perlu khawatir meninggalkan usahanya hanya untuk
ke kantor pajak. Segala waktu tenaga bisa dihemat dan bisnis bisa berjalan
sesuai dengan aturan.
Proses pembayaran juga lebih beragam terutama di e-commerce.
Kehadiran QRIS seakan memudahkan pembayaran antara konsumen dan pemilik usaha. Hampir
semua sektor UMKM telah akrab dengan QRIS, mulai dari warkop, kelontong, hingga
pedagang online. Ini kesempatan yang pemerintah bisa manfaatkan untuk melakukan
integrasi QRIS terutama urusan pemotongan pajak secara mandiri di tiap
transaksi berlangsung.
Tak henti di situ, pihak marketplace bisa
diajak kerja sama oleh pemerintah mengenai urusan pemungutan pajak. Mekanisme
ini memuat pajak e-commerce bisa langsung dipotong dari setiap transaksi yang
terjadi di platform. Ini memudahkan pelaku UMKM tak perlu menghitung secara
manual lagi, semua sudah dipotong melalui sistem. Bagi pemerintah ini ibarat
angin surga, sebab cuku efisien dalam memastikan penerimaan pajak tetap stabil.
Opsi lainnya yang pemerintah tawarkan datang
dari insentif pajak digital. Ibarat promosi, pemerintah mengajak UMKM yang
duluan gabung secara go digital akan mendapatkan keringanan tarif di awal atau
penawaran lainnya. Ini membuat UMKM tertarik mencoba sekaligus masuk ke
ekosistem digital dan adopsi teknologi lebih awal tanpa takut duluan urusan
pajak.
Saya rasa kombinasi sempurna dari layanan
digital, integrasi QRIS, peran market place hingga insentif paja seakan membuat
ekosistem pajak jadi lebih ramah ke UMKM. Tinggal bagaimana pemerintah
konsisten mengeksekusinya serta UMKM berani mengambil peluang ini. Keduanya
berjalan beriringan, pajak digital bukan lagi beban melainkan kunci UMKM bisa
naik kelas dan bersaing secara global.
Berawal dari warung sederhana hingga toko
online, kini UMKM bisa menjangkau pasar global. Semua pihak pun berani
berkembang bersama, kini urusan pajak digital cukup dengan klik, lapor,
berkembang. Inilah wujud pajak digital jadi inovasi penerimaan pajak negeri
bukan lagi beban. Ia jadi mesin akselerasi tak hanya menguatkan kas negara tapi
mendorong jutaan UMKM melesat ke level pasar dunia.
Masa Depan
Pajak Digital UMKM
Masa depan pajak digital UMKM menyimpan
potensi besar bagi perekonomian nasional. Seiring meningkatnya transaksi
online, proyeksi kontribusi penerimaan negara dari sektor ini diperkirakan akan
terus tumbuh signifikan. Jika saat ini kontribusinya masih terbilang kecil,
dalam beberapa tahun ke depan pajak digital berpeluang menjadi salah satu
sumber utama penerimaan negara yang stabil dan berkelanjutan, sejalan dengan
terus bertambahnya UMKM yang masuk ke ranah digital.
Peluang itu semakin terbuka lebar dengan
adanya integrasi ke sistem global, terutama bagi UMKM yang sudah merambah pasar
ekspor digital. Melalui platform lintas negara, produk lokal bisa langsung
menjangkau konsumen dunia. Dengan regulasi pajak digital yang adaptif, UMKM
tidak hanya bisa memperluas pasar, tetapi juga memberikan kontribusi lebih
besar pada penerimaan negara tanpa kehilangan daya saing.
Arah pengembangan pajak digital juga akan
semakin modern dengan pemanfaatan teknologi mutakhir. Big data dapat membantu
pemerintah memetakan perilaku transaksi UMKM, sementara AI bisa mempercepat
analisis dan prediksi kepatuhan pajak. Bahkan, teknologi blockchain berpotensi
menghadirkan sistem pencatatan yang transparan dan sulit dimanipulasi. Semua
ini akan membuat sistem perpajakan lebih akuntabel, efisien, dan ramah bagi
UMKM.
Di samping itu, lahirnya ekosistem pajak
digital akan mendorong munculnya profesi-profesi baru. Konsultan pajak digital,
pendamping UMKM digital, hingga analis data transaksi akan menjadi bagian
penting dalam mendukung keberhasilan UMKM di ranah global. Dengan begitu, pajak
digital bukan hanya tentang penerimaan negara, melainkan juga membuka lapangan
kerja baru serta memperkuat kapasitas manusia Indonesia di era ekonomi digital.
Penutup Akhir
Pada akhirnya, pajak digital bagi UMKM bukan
sekadar urusan administrasi atau kewajiban negara, melainkan jalan menuju masa
depan yang lebih berdaya. Di satu sisi, negara memperoleh penerimaan yang lebih
adil dan berkelanjutan. Di sisi lain, UMKM yang taat pajak akan dipandang lebih
profesional, mudah mengakses modal, dan siap menembus pasar global.
Transformasi ini menuntut keberanian semua untuk bergerak bersama.
Jika kolaborasi itu benar-benar terwujud, maka
pajak digital tidak lagi dianggap sebagai beban, melainkan mesin akselerasi
yang menguatkan ekosistem usaha kecil kita. Dari warung sederhana hingga toko
online, dari pasar lokal hingga panggung internasional, UMKM Indonesia akan
melangkah lebih jauh.
Cukup dengan klik, lapor, berkembang,
inilah saatnya pajak digital menjadi tonggak baru yang bukan hanya memperkuat
kas negara, tetapi juga mengangkat martabat jutaan pelaku usaha menuju level
dunia. Semoga tulisan saya menginspirasi, akhir kata have a nice days.,
0 komentar:
Post a Comment