Mahasiswa sudah pasti jadi pilar bangsa dan wajah Indonesia masa depan. Mereka menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tuntutan akademik, tugas, hingga persiapan hidup setelah kuliah. Tapi di balik jadwal kuliah yang padat, tumpukan tugas, dan tekanan hidup setelah lulus, ada satu hal penting yang sering dilupakan: kesehatan diri sendiri.
Mahasiswa jelas ada di renta usia belasan hingga dua
puluhan awal. Secara kualitas mereka generasi muda harapan bangsa. Namun tak
jarang masa-masa kuliah itu berat, tak hanya tugas saja tapi cara bertahan
hidup di perantauan. Tak semua yang kuliah datang dari ekonomi mapan dan
mendapatkan beasiswa. Tapi juga dari yang bisa kuliah saja sudah cukup, makanya
butuh perjuangan keras selama kuliah.
Buat kalian yang belum tahu, olahraga juga bukan semata soal keringat dan fisik. Di dalamnya ada nilai-nilai penting seperti pembentukan karakter, kedisiplinan, semangat sportif, hingga kerja sama. Inilah kenapa di banyak negara maju, olahraga bukan sekadar aktivitas tambahan, tetapi sudah menjadi gaya hidup yang melekat dalam keseharian masyarakat.
Konsep dikenal dengan Sport for All, yaitu
olahraga untuk semua kalangan tanpa terkecuali. Siapa pun bisa ikut, tanpa
harus jadi atlet atau punya kemampuan khusus. Fasilitasnya dibuat nyaman, mudah
diakses, dan inklusif. Tujuannya sederhana: agar semua orang aktif bergerak,
menjaga kebugaran, dan menekan risiko penyakit degeneratif. Sebuah pendekatan
yang layak dicontoh terutama di lingkungan kampus.
Mahasiswa dan Segudang Tantangan Kesehatan dan Kebugaran
Ini membuat mahasiswa berjuang sendirian, mengandalkan
kiriman dari orang tua. Kirimannya tentu tidak banyak, harus dihemat-hemat
karena keperluan cukup banyak. Akibatnya opsi tidak banyak terutama urusan
makanan. Di kampus pun berjamur sekian banyak warung dan aneka makanan murah.
Opsi ini menarik dan laris manis oleh mahasiswa.
Tanpa mementingkan kandungan gizi dan nutrisi yang ada di
dalamnya. Semuanya bermuara pada kata: yang penting kenyang dan lauknya banyak.
Mahasiswa makan itu selama bertahun-tahun kuliah. Apakah makanan yang
dikonsumsinya baik? Bisa iya, bisa tidak karena atas dasar harga.
Tapi makin ke sini, era makanan dan minuman makin berkembang ke arah fast food. Ini membuat efek samping yang cukup besar buat anak muda. Meski dampaknya buruk bagi kesehatan, makanan jenis ini tetap laris manis dan digemari mahasiswa.
Studi terbaru menunjukkan bahwa, makanan cepat saji jadi
opsi paling sering dipilih oleh mahasiswa. Dampaknya cukup buruk bila
dikonsumsi secara berlebihan, ada banyak penyakit yang siap mengintai. Mulai
dari meningkatnya risiko hipertensi, obesitas, obesitas, hingga gangguan pada
lemak darah. Kesehatan gigi juga terpengaruh akibat konsumsi makanan manis.
Sudah tahu bahaya, kenapa mahasiswa memilihnya?
Tapi sebenarnya, kenapa sih makanan cepat saji begitu
digandrungi? Yuk, kita kupas satu per satu faktor yang bikin mahasiswa betah
banget buat konsumsi yang beginian.
Pertama, tentu saja urusan praktis, Kegiatan banyak dan
malas masak, pilihan makanan yang cepat jadi penyelamat. Cukup pesan langsung
sampai, apalagi sekarang sudah ada jasa GoFood. Abang GoFood tiba-tiba sudah
sampai di depan kost.
Lalu juga ini sih pengaruh lingkungan yang kurang aware
sama makanan. Ketika sudah di tongkrongan, pilihan tentu saja fast food. Bukan
soal makan atau minumnya apa, tapi sudah terbawa ke arah ngumpul, ngobrol dan
tentu saja biar bisa diupdate di sosial media. Nah.. urusan tempat juga, tempat
fast food menawarkan spot yang instagramable dijamin betah buat nongki.
Alasan ketiga yaitu urusan rasa. Bicara urusan rasa, jelas makanannya bikin nagih di lidah. Ada campuran gurih, pedas, manis yang mendang. Itu ditutup dengan rasa minuman yang dingin nyegerin. Pasti ambil porsi yang paling besar biar nggak rugi.
Tentunya harganya ramah di kantong, karena mahasiswa
rata-rata belum punya penghasilan tetap. Nah.. pilihan dari fast food selain
murah bisa buat jajan meskipun keadaan kantong dalam keadaan menjerit. Namun,
dari segala kepraktisan yang dihadirkan. Tubuh tak selamanya mampu menerimanya,
penyakit degeneratif satu persatu mengintai menggerogoti tubuh.
Gaya Hidup Mahasiswa, dari Fast Food hingga Self-Care
Urusan tidur sering kali jadi hal yang disepelekan,
padahal sebenarnya krusial banget. Nggak sedikit mahasiswa yang abai, bukan
cuma soal kualitas tidur, tapi bahkan untuk tidur itu sendiri. Alasannya? Bukan
cuma karena tugas yang numpuk, tapi juga karena prinsip “mumpung masih muda,
masih kuat begadang.”
Malam hari pastinya dibawa nongkrong sampai larut malam,
scroll media sosial tanpa henti, atau buat yang cewek, maraton drakor sampai
subuh sambil nangis-nangis sendiri. Akibatnya? Pagi jadi drama. Kepala pusing,
tubuh lemas, ngantuk berat di kelas, bahkan ada yang tiduran diam-diam saat
dosen lagi semangat jelasin materi.
Kurang tidur bikin performa akademik menurun, mood berantakan, dan bangun pagi jadi tantangan. Akibatnya, kuliah pagi pun sering terlewat.
Padahal, tidur cukup itu bukan tanda kamu lemah, justru sebaliknya
karena itu bentuk self-care yang paling dasar. Mau seproduktif apa pun kamu,
tanpa tidur yang cukup, semua jadi sia-sia. Yuk, mulai hargai tubuh sendiri.
Karena tubuhmu bukan mesin, dan begadang bukan skill keren yang perlu
dipamerin.
Ingat, tidur yang cukup hari ini, bisa jadi penyelamat
nilai, kesehatan, dan masa depanmu nanti. Tak hanya berhenti di situ saja.
Urusan kesehatan mental banyak mahasiswa yang dibawa galau panjang. Apakah itu
dari tugas yang numpuk, presentasi belum kelar hingga drama kampus yang tak ada
habisnya.
Kesehatan Mental, Hal Sepele yang Sering diabaikan
Kesibukan tak habis di situ, banyak mahasiswa yang
mati-matian buat ngejar IPK, gabung di banyak organisasi, dan part time biar
dapat uang tambahan. Tapi ada yang sering mereka abaikan, lupa ngecek kesehatan
mental.
Ngomong-ngomong, buat yang belum tahu bahwa kesehatan mental itu nggak selalu soal gangguan psikologis berat. Bisa saja yang sering mengalami rasa cemas berlebihan, burnout, overthinking tiap malam, atau kehilangan motivasi. Ini wajar, karena masa kuliah itu fase transisi dari remaja ke dewasa yang penuh tekanan. Tantangan akademik, ekspektasi orang tua, masalah finansial, hingga kehidupan sosial bisa jadi pemicu stres.
Sayangnya, banyak mahasiswa masih takut atau malu buat
cerita. Takut dikira lemah, lebay, atau cari perhatian. Padahal, ngobrol ke
teman, curhat ke dosen pembimbing, atau konseling ke psikolog kampus bukan
tanda lemah itu tanda bahwa kamu peduli sama dirimu sendiri. Paling sering
dialami sama pria, apalagi pria dianggap identik dengan makhluk yang kuat dan
dianggap cengeng bila curhat.
Nggak ada salahnya ambil waktu buat rehat. Nggak harus
selalu produktif 24 jam. Nggak masalah kalau kamu butuh jeda. Yang penting,
kamu tahu kapan harus minta tolong dan berani bilang, "Aku nggak baik-baik
aja hari ini." Karena mahasiswa yang sehat bukan cuma soal fisik yang
bugar, tapi juga mental yang kuat dan stabil.
Sebaiknya apa yang bisa dilakukan?
Caranya gampang, cukup dengan mulai rutin cek kesehatan,
walaupun kamu merasa baik-baik aja. Iya, kamu yang masih muda, aktif, dan
jarang sakit itu juga butuh lho! Tubuh itu ibarat kendaraan yang harus ada
perawatan rutin. Biar nanti nggak mati saat dibawa jalan.
Saat kamu melakukan proses cek berkala tadi. Bisa ketahuan segala macam yang tubuh alami. Jangan menutup diri dengan berdalih: Ah masih muda, mana mungkin bisa kena tekanan darah tinggi, gula naik hingga kolesterol melambung. Sebab tubuh ada batas toleransi atas apa yang kamu perbuat sebelumnya.
Selain itu juga, rutin cek kesehatan bisa mengetahui
potensi mana yang bisa diperbaiki. Kini pun ada banyak klinik yang berada di
dekat kampus. Modal punya kartu kesehatan dan obat yang diberikan ramah di
kantong. Dibandingkan nantinya jadi anggota tetap BPJS, jadi repot kan!.
Terlepas dari itu semua, sebaiknya kita juga harus sadar
hal-hal yang sederhana. Misalnya peduli akan pola makan dan istirahat, peduli
pada jam olahraga, makanan yang dikonsumsi dan tentunya tidur berkualitas. Saat
kamu sakit, ntar yang bisa diajak buat tugas atau pergi olahraga siapa? Tubuh
kamu saja nggak mampu, jangan sampai jadi kaum muda-muda jompo.
Sebagai penutup kata: Karena hidup sehat itu bukan cuma tren, tapi gaya hidup yang bikin masa depanmu lebih cerah.
Langkah Nyata Kampus terhadap Kesehatan Mahasiswa
Peran kampus dianggap besar, meskipun sifatnya tak
terikat seperti halnya asrama. Kampus punya peran membentuk hal-hal kecil pada
mahasiswa. Lingkungan kampus yang kondusif buat belajar dan beraktivitas akan
membuat mahasiswa nyaman.
Memang masih sangat jarang kampus yang bisa mengatur hal-hal kecil pada mahasiswa. Apakah itu urusan makanan, tidur, hingga durasi olahraga. Semua itu masuknya ke habits atau kebiasaan, tapi kampus bisa mengubahnya perlahan-lahan.
Peran paling pertama tentu saja ketersediaan sarana dan
prasarana olahraga di kampus. Apakah itu urusannya lapangan bola, futsal,
basket, voli, kolam renang hingga tempat kebugaran. Tempat-tempat ini bisa
dimanfaatkan mahasiswa untuk berolahraga sembari melepaskan penat perkuliahan.
Perlahan-lahan keberadaan sarana dan prasanna ini membuat
mahasiswa berpikir. Dibandingkan harus bayar mahal-mahal lapangan futsal,
kenapa tidak pakai yang punya kampus saja. Uang jajan yang harusnya dibayar
mahal-mahal buat sewa lapangan bisa tabung. Itu juga berlaku dengan fasilitas
lainnya, ini menekan pengeluaran mahasiswa.
Apalagi kampus yang mengedepankan banyak area Ruang
Terbuka Hijau (RTH). Ada banyak taman dan pepohonan yang bikin pikiran jadi
tenang. Area yang nyaman buat jogging di kala pagi dan sore hari hingga lokasi
bersantai.
Ini akan membentuk habits baru. Nah... dibandingkan harus
nongkrong di kafe atau kedai kopi lainnya. Kenapa tidak nongkrong di fasilitas
olahraga yang ada di kampus. Secara tak langsung juga, kebiasaan nongkrong di
kafe yang dinilai melekat dengan budaya fast food bisa berkurang.
Bahkan karena fasilitas olahraga yang lengkap, akan ada
banyak kegiatan dan turnamen antar kampus. Apakah itu senam pagi, fun run,
lomba antar fakultas hingga kejurda. Mahasiswa jadi aktif bergerak karena
habits sudah terbentuk, mahasiswa ke kampus tak sebatas kuliah saja.
Terus yang kemampuan biasa-biasa saja bagaimana?
Tenang saja, akan hadir Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM)
bidang olahraga. Mereka akan mencari dan melatih siap-siapa saja yang ingin
fokus menekuni olahraga tertentu. UKM seperti pencak silat, atletik, tinju,
panjat tebing dan lain sebagainya ada salah UKM yang banyak di kampus-kampus.
Saat gabung dalam UKM, mahasiswa akan diajarkan disiplin. Mulai dari latihan, pola makan hingga fisik. Makanan yang dianggap mengurangi performa perlahan-lahan berkurang peminatnya. Dulunya jadi prioritas mahasiswa, sekarang jadi opsi terakhir.
Peran lain kampus yang wajib diterapkan menurut saya
adalah hadirnya kantin sehat. Ini bisa saja ada di kantin-kantin di setiap
kampus. Makanan dan minuman yang dikonsumsi berlabel sehat, harganya juga lebih
murah dibandingkan versi fast food. Mungkin itu bisa berupa subsidi pada
mahasiswa agar mau beralih.
Selain itu juga penerapan makanan berlabel real food
mampu menekan sampah plastik. Di sini mahasiswa tak lagi atau mengurangi sampah
plastik. Sudah bukan barang aneh, setiap beli makanan fast food akan dapat
banyak plastik. Peran kampus saat menyediakan real food, secara tak langsung
bisa mengurangi sampah plastik.
Tak ketinggalan, keberadaan layanan konseling dan ruang
healing di kampus juga patut diperkuat sebagai bagian penting dari upaya
menjaga kesehatan mental mahasiswa. Di tengah tekanan akademik, persoalan
pribadi, hingga dinamika sosial, mahasiswa butuh ruang aman untuk bisa pause
sejenak dan bicara tanpa takut dihakimi.
Nah.. di kampus idealnya menyediakan ruang konseling yang
profesional dan mudah diakses, dengan pendampingan dari psikolog atau konselor
terlatih. Tak hanya untuk mahasiswa yang merasa tertekan berat, layanan ini
juga bisa digunakan untuk sesi ringan seperti manajemen stres, peningkatan
motivasi, atau sekadar butuh teman cerita.
Beberapa kampus bahkan sudah mulai melangkah lebih jauh dengan menghadirkan program wellness mingguan seperti meditasi terpandu, yoga bersama, hingga kelas mindfulness gratis. Ini bisa dilakukan di ruang terbuka atau ruangan yang nyaman dan tenang di area kampus. Jika belum ada, ini bisa jadi usulan ideal yang patut diterapkan.
Kampus juga bisa menjadwalkan sesi rutin konseling
terbuka, atau membuat sistem pemesanan online agar mahasiswa lebih leluasa
mengakses bantuan tanpa harus antre lama atau merasa canggung. Upaya-upaya ini
menunjukkan bahwa kampus bukan sekadar tempat belajar, tapi juga tempat tumbuh
dan pulih.
Kesehatan mental mahasiswa bukan sekadar isu tambahan, tapi fondasi utama untuk mencetak generasi kuat dan berdaya.
Bicara seminar, pasti kalian tahu seminar apa paling
banyak di kampus?
Seminar ekonomi, teknologi, dan pendidikan. Bannernya
akan terpampang besar saat memasuki lingkungan kampus. Kadang dibuat di aula
besar dan biaya pendaftarannya cukup mahal. Apakah sepi peminat? Malah sangat
ramai.
Bagaimana kalo seminar yang tak kalah penting, yaitu yang berbau kesehatan. Terdengar sepele tapi ini penting. Rasanya saat kita sakit, kita hanya butuh satu hal: bisa sehat!. Itu kenapa seminar, pelatihan hingga kampanye akan sehat wajib dilaksanakan.
Peran kampus krusial bisa menghadirkan orang-orang dari
background yang berkecimpung di dunia kesehatan. Bisa saja dokter, ahli
olahraga, atlet hingga alumni yang punya tips sehat. Saat ini yang lagi tren
seminar kesehatan, seperti yang sedang digaungkan oleh dr.Tirta.
Terakhir menurut saya, cara ini sudah diterapkan pada
sejumlah kampus di luar negeri. Mereka akan memberikan reward atas mahasiswa
yang mampu hidup sehat. Caranya dengan mengurangi jejak karbon dari kegiatannya
sehari-hari.
Kampus akan memberikan semacam voucher kepada mahasiswa
yang bisa ia tukarkan. Apakah itu berupa potongan biaya UKT, voucher makanan
sehat hingga paling menarik yaitu sejumlah merchandise. Jadi banyak mahasiswa
yang berbondong-bondong buat bisa mendapatkan itu.
Bangun Digitalisasi Layanan Kesehatan pada Mahasiswa
Tak hanya urusan teknologi saja yang update, olahraga mengalami
revolusi besar. Misalnya saja perkembangan olahraga di perguruan tinggi tak
sebatas pendidikan jasmani yang sekedar keluar keringatan saja. Ada peran lebih
besar di dalamnya, karena mahasiswa adalah calon anak muda bangsa.
Mereka harus punya fisik dan mental yang kuat bersaing di
masa depan. Jangan heran kampus sekarang wajib punya fasilitas olahraga mumpuni
biar lahir generasi nggak cuman pinter saja tapi juga kuat dan inovatif.
Terus caranya bagaimana sih?
Pihak kampus dan pemerintah menghadirkan gebrakan dengan
adanya event level mahasiswa tapi bergengsi. Misalnya saja ada POMNAS atau
seperti kejurnas yang diperuntukkan pada berbagai cabang unggulan. Nantinya,
bila ada mahasiswa yang potensial, mereka bisa terjaring mendapatkan beasiswa
khusus atlet.
Konsep Revolusi Industri 4.0 di bidang olahraga juga
kaitannya dengan sport science. Kampus sih nggak melulu urusan riset dan
teknologi tapi juga ngomongin inovasi di bidang olahraga. Kontribusi di bidang
olahraga cukup luas, biar bisa melahirkan atlet yang bersaing di level global.
Terus yang berperan siapa? Di sini dosen bisa ambil alih. Karena konsep dalam mempelajari olahraga sudah berbasis sains. Ada banyak pendekatan kekinian berbasis digital, misalnya saja dalam wujud video, audio, aplikasi hingga bahkan AI.
Nah.. di sini peran kampus bisa melihat sejumlah progress
olahraga, teknik yang benar hingga mendalami kelebihan dan kekurangan lawan.
Sehingga peran sport science di bidang kampus bisa berkembang pesat. Itu juga
termasuk proses latihan hingga pemulihan pasca cedera. Artinya, kampus jadi
ladang pertama menghadirkan atlet berbakat dan juga berkualitas. Sebab di era
modern, bakat saja tak cukup untuk bersaing.
Lalu, bagaimana dengan mahasiswa yang bukan atlet atau
punya bakat khusus? Apa mereka juga bisa ikut merasakan manfaatnya?
Tenang kampus juga adil dan teknologi 4.0 bisa dirasakan
oleh siapa saja. Kampus juga bisa mengambil langkah strategis dengan
mengembangkan layanan kesehatan berbasis aplikasi yang dapat memantau gaya
hidup mahasiswa.
Bayangkan kalau kampus punya aplikasi kesehatan khusus
mahasiswa bukan cuma buat cek jadwal dokter atau konseling, tapi juga
dilengkapi fitur tracking aktivitas harian, seperti langkah kaki, waktu tidur,
hingga asupan gizi harian.
Nantinya, aplikasi ini bisa dihubungkan langsung ke smartwatch atau fit apps seperti Google Fit dan Apple Health, jadi semua data kesehatan mahasiswa tercatat otomatis dan real-time. Keren bukan!. Makin seru lagi bila terhubung dengan sistem gamifikasi di dalamnya.
Misalnya, setiap mahasiswa yang berhasil olahraga rutin
selama seminggu atau tidur cukup lima hari berturut-turut bisa dapet poin. Poin
itu bisa ditukar dengan voucher kantin sehat, diskon UKT, atau bahkan akses
gratis ke gym kampus. Biar makin berdampak, data mingguan ini juga bisa
dikirimkan ke dosen pembimbing akademik sebagai bentuk pelaporan gaya hidup
mahasiswa.
Jadi kampus nggak cuma tahu nilai akademik, tapi juga
bisa ikut bantu menjaga keseimbangan hidup mahasiswa secara menyeluruh. Melalui
cara pendekatan seperti ini, kampus bukan hanya tempat belajar, tapi
benar-benar menjadi ruang hidup yang membentuk generasi sehat, sadar teknologi,
dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Pelajaran Penting dari NCAA
Pertandingan olahraga antar kampus hingga perguruan tinggi, namun hype-nya setara laga krusial timnas.
Itulah yang ada di Amerika, sangking sukanya masyarakat
di sana akan olahraga. Level olahraga kampus mereka saksikan, tapi sih nggak
abal-abal karena di sanalah bibit muda lahir. Paling epik lagi, laganya
ditayangkan di TV nasional, mendadak artis jalur atlet sekolah.
Sebagai orang yang suka sejumlah olahraga khas amerika seperti American Football, Baseball hingga gulat. Ada banyak atlet jebolan NCAA, mereka kuliah iya berprestasi juga iya. Artinya antara kuliah dan basic olahraganya sejalan. Jadi pas tamat bisa menggunakan karier olahraga atau kurang bersinar/pensiun bisa menggunakan ijazah lulusan kampusnya buat lamar kerja.
Jadi yang punya potensi berlomba-lomba biar masuk ke kampus
yang punya anggaran besar khusus olahraga. Nah.. Artinya nggak semua kampus
punya anggaran olahraga dan kompetisi yang oke. Di sini pemerintah US punya ide
yang bagi saya cukup brilian. Ada 3 grade kampus yang disesuaikan agar
mahasiswa yang dirasa nilai olahraganya menonjol sejak bangku sekolah.
Mereka akan masuk ke kampus-kampus grade A, di sana urusan beasiswa atlet besar dan urusan fasilitas olahraga super lengkap. Peluang buat jadi atlet sangat besar, bahkan ada kejuaraan besar nama mereka bisa terpanggil. Mana tahu bukan selevel Porda atau PON, bisa Sea Games hingga ASEAN Games. Di Amerika malahan banyak atlet yang diangga jago sekali, bisa berpartisipasi sebagai atlet Olimpiade. Rasanya seperti mimpi!
Mahasiswa NCAA tak hanya mendapat beasiswa, tapi juga
fasilitas lengkap: pelatihan intensif, pemenuhan nutrisi, hingga sudah termasuk
asuransi kesehatan selama masa pemulihan cedera.
Lalu ada juga Grade B, alias levelnya standar namun
kampus punya kompetisi yang levelnya tak terlalu mentereng. Kebanyakan yang
kuliah di sana harus pinter-pinter biar bisa dapat beasiswa atlet karena jumlah
terbatas.
Sedangkan di Grade C, kalian sudah tahu kan. Ini kampus
yang menyeimbangkan antara jam olahraga dan akademik. Tak ada beasiswa olahraga
dan olahraga hanya ibarat mencari keringat. Tapi kampusnya tetap punya
fasilitas olahraga buat menunjang gerak para mahasiswanya.
Lalu kampus di Indonesia tahapannya di mana sih?
Bisa di bilang di Grade D, mahasiswa hanya fokus buat
belajar dan membuat tugas. Sedangkan fasilitas olahraga seadanya. Tak jarang
buat menghasilkan keringat harus merogoh kocek, semua olahraga harus bayar dan
tentu saja jauh dari kampus. Alhasil mindset anak muda hanya satu, olahraga
dianggap hanya sebatas menghasilkan keringat dan karier di sana sulit nan
terjal.
Lalu apakah ada yang menonjol?
Ada tapi tidak banyak, sebab mereka tidak berada di iklim
yang benar. Punya bakat tapi tidak terasah dengan besar sejak dari akar rumput.
Urusan gizi dan nutrisi juga tak terlalu baik, menghasilkan kualitas atlet yang
biasa-biasa saja.
Jadi jangan heran Erick Thohir lebih mementingkan pemain-pemain
diaspora yang lahir dan tinggal di Eropa dibandingkan anak bangsa yang lahir di
tanah air. Salah satu alasannya tentu saja kualitas dan lingkungan yang
membentuk mereka atas olahraga yang digeluti. Di Indonesia olahraga belum
sepenuhnya diperhatikan, mereka hanya dielukan saat jaya dan dilupakan saat tak
lagi berdaya.
Nah.. kembali lagi ke topik tadi. Di NCAA, para calon atlet tak hanya dibekali dengan kemampuan atletis dan akademik saja. Mereka juga diajarkan terkait etika olahraga, ini berkaitan menghargai lawan dan mendukung teman selama berkarier.
Lalu mereka juga mendapatkan sejenis pemahaman keuangan,
bagi saya ini sangat perlu. Ada banyak atlet yang tiba-tiba mendapatkan kontrak
besar dari klub dan sponsor. Tak jarang mereka bisa saja ditipu atau bahkan
terlibat investasi bodong. Alhasil uang yang didapatkan selama berkompetisi dan
nilai kontrak lenyap sekejap. Padahal bisa digunakan untuk proses menyiapkan
masa pensiun, sebab usia atlet tidaklah terlalu panjang.
NCAA Lebih dari Sekadar Olahraga
NCAA juga ngajarin soal etika olahraga, manajemen
keuangan, dan persiapan karier. Karena nggak semua atlet bakal jadi
profesional, mereka tetap dibekali keterampilan buat sukses di luar dunia
olahraga.
Makanan bukan cuma soal kenyang, tapi juga soal gizi. Tubuh kita butuh asupan yang seimbang protein, karbohidrat, lemak sehat, vitamin, dan mineral. Apalagi buat kita yang masih ada di masa pertumbuhan, nutrisi yang cukup bisa bantu tubuh berkembang dengan optimal.
Sayangnya, banyak dari kita yang masih tergoda makanan
cepat saji, instan, dan minuman tinggi gula. Padahal, kebiasaan ini bisa jadi
bom waktu yang memicu berbagai penyakit di masa depan. Nah, di sinilah peran
penting orang tua juga nggak bisa diabaikan. Meski anaknya sudah kuliah, tetap
perlu ada perhatian dari rumah soal pola makan dan gaya hidup sehat.
Jadi, yuk mulai lebih bijak memilih makanan. Nggak harus
mahal atau ribet kok. Yang penting bergizi dan seimbang. Karena tubuh sehat itu
investasi jangka panjang yang paling berharga!
Tantangan Besar Dunia Pendidikan Indonesia Sembari Cetak
Calon Atlet berprestasi
Mencetak atlet berprestasi di tengah sistem pendidikan
Indonesia bukan perkara mudah. Dunia pendidikan kita masih sibuk dengan
tuntutan akademik yang ketat, sementara ruang untuk pengembangan bakat di
bidang olahraga sering kali jadi prioritas ke sekian.
Padahal, kalau kita mau jujur, atlet hebat nggak hanya
lahir dari lapangan, tapi juga dari ruang kuliah yang mendukung. Jadinya jangan
heran prestasi olahraga kita kurang menggembirakan. Hanya sejumlah cabang
olahraga saja yang dibangga, menyakitkan lagi olahraga kebanggaan seperti bulu
tangkis perlahan dikalahkan negara lainnya.
Bisa saja di masa depan, setiap ada event besar. Kita
hanya mengirimkan kontingen yang tujuan mereka hanya satu: hanya meramaikan
perlombaan. Menyakitkan bukan!.
Alasan dan tantangannya sangatlah kompleks. Apakah itu
masalah fasilitas olahraga yang minim, beasiswa atlet tak ada, tak terintegrasi
dengan sport science hingga stigma bahwa olahraga hanya sebatas kegiatan
ekstrakurikuler belaka.
Mahasiswa juga berada persimpangan dilema besar, mau mengejar olahraga yang ia tekuni sejak dini atau mengejar prestasi akademi yang padat. Hasilnya banyak talenta mudah tenggelam dan kehilangan kesempatan emas yang telah lama diimpikan.
Di sinilah peran pemerintah dan kampus sebagai jembatan.
Pendidikan perlu dan potensi bakat juga harus diasah. Dunia pendidikan juga
harus melihat bahwa olahraga sebagai investasi agar menghadirkan generasi yang
kuat di panggung dunia.
Bagaimana bangganya kampus saat mahasiswanya mengharumkan
nama kampus di kancah internasional. Balutan medali di leher dan berdiri di
panggung tertinggi. Selain itu juga atlet butuh pendidikan karena usia
produktif mereka tak lama. Saat mereka pensiun dari olahraga, ijazah jadi
pegangan buat melamar pekerjaan.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah ada kampus yang mulai mendekati sistem sehat seperti NCAA? Jawabannya: ada, salah satunya UNY.
UNY Sebagai Role Model bidang Kesehatan dan Olahraga
Sebagai salah satu kampus kenamaan di Jogja, Universitas
Negeri Yogyakarta (UNY) dikenal sebagai salah satu kampus dengan fasilitas
olahraga terlengkap dan modern di Indonesia. Berbagai sarana disediakan untuk
mendukung aktivitas fisik, pembelajaran, hingga pengembangan prestasi mahasiswa
di bidang keolahragaan.
Mereka sadar kampus jadi tempat yang paling lama
mahasiswa habiskan selama menuntut ilmu. Untuk itu sarana dan prasarana harus
tersedia lengkap. Bisa dibilang UNY peduli hal tersebut agar mahasiswa nyaman
dan bangga mengenakan almamater kampus.
Tentunya ada sejumlah fasilitas olahraga, dimulai GOR UNY yang mampu mengakomodir kegiatan olahraga dan kegiatan kampus lainnya. Kapasitasnya cukup besar, mampu menampung hingga 6000 penonton. Fasilitas olahraga lainnya tersedia lengkap, mulai dari lapangan basket, voli, bulu tangkis, serta area multifungsi lainnya.
Tak hanya itu saja, UNY punya stadion dan lapangan
atletik sendiri yang sudah standar internasional. Termasuk di dalamnya sejumlah
lapangan sepakbola, softball, dan hoki. Semuanya sudah pastikan bisa digunakan
buat latihan dan pertandingan resmi. Jadinya tak harus jauh-jauh cari lapangan
sepadan di luar kampus.
Tak ketinggalan juga, di sini bukan cuma ada satu kolam,
tapi empat jenis kolam sekaligus! Mulai dari kolam utama dengan kedalaman 1–3
meter, kolam pemula dengan kedalaman 1,2 meter, dan paling dalam adalah kolam
terjun sedalam 7 meter. Ini cocok buat latihan lompat indah serta juga bisa
dipakai buat scuba tanpa harus ke laut.
Menariknya, kolam ini juga dibuka untuk umum.
Fasilitasnya lengkap: tribun penonton, kantin, hingga mushola. Semuanya
dirancang dengan sangat nyaman, yang tak hanya diperuntukkan untuk mahasiswa,
tapi juga masyarakat sekitar.
Buka tiap hari mulai dari pukul 06.00 sampai 18.00 WIB dengan tiket masuk hanya Rp10.000 aja. Cocok banget buat mahasiswa yang ingin olahraga sambil hemat, atau warga sekitar yang cari tempat berenang berkualitas tanpa harus ke waterpark mahal. Kehadiran kolam ini jadi bukti nyata bahwa UNY serius dalam mendukung gaya hidup sehat dan aktif bagi warganya.
Kabar baik lainnya, di UNY tersedia semacam Health and
Sport Center (HSC) buat mahasiswa. Ini jarang banget ada di kampus lain karena
identik dengan sport science. Setiap atlet akan mendapatkan semacam terapi dan
pemulihan cedera pasca olahraga. Para atlet adalah pahlawan bangsa, jadi aset
mereka harus dijaga.
Nah.. di HSC UNY, para atlet, mahasiswa hingga masyarakat
umum akan mendapatkan berbagai pelayanan yang menyatukan unsur medis,
kebugaran, dan rehabilitasi dalam satu atap. Dimulai dari mendapatkan layanan
medis mulai dari pemeriksaan kesehatan ringan sampai penanganan awal saat butuh
bantuan medis di lingkungan kampus.
Di HSC juga ada divisi khusus yang menangani cedera yaitu Divisi Terapi Manipulatif dan Rehabilitasi Cedera Olahraga. Divisi ini jadi penyelamat banget buat yang mengalami cedera saat latihan atau pertandingan. Penanganannya profesional, jadi nggak perlu bingung harus ke mana saat butuh pemulihan fisik. Nantinya cederanya akan dipantau sampai masa pemulihan, biar tak salah penanganan dan kambuhan.
Peralatan penunjang buat proses pemulihan juga kekinian
dan wujudnya seperti Fitnes Center modern. Ini bisa jadi lokasi buat mahasiswa
buat menjaga kebugaran dan pelatihan fisik rutin. Tak perlu mahal-mahal bayar
member gym di luar sana.
Bisa dibilang UNY memastikan mahasiswa yang berada di
bawah almamaternya terjaga dalam kemampuan akademik dan kesehatan. Sesuatu yang
harus ada di banyak kampus lainnya di tanah air. Ini menjadi contoh bahwa
kampus tak sebatas menghasilkan jebolan yang pintar dalam berpikir dan
memecahkan masalah, tapi bagaimana paham bahwa hidup itu panjang dan menjaga
kesehatan itu mahal.
Kesimpulan Akhir
Nah... kini saatnya kampus mendukung gaya hidup sehat.
Biar mahasiswa yang tamat tak hanya cerdas secara akademik semata. Mereka juga
harus manusia yang tangguh dari segi fisik dan mental, sebab tantangan di masa
depan makin kompleks.
Well... kampus jadi tempat terbaik sebelum terjun ke
dunia sesungguhnya, tak hanya tumbuh buat belajar tapi menciptakan habits baru
dan tentunya prestasi. Sudah saatnya kampus tak hanya menjadi tempat belajar,
tapi juga rumah yang menanamkan kebiasaan hidup sehat. Karena dari mahasiswa
yang sehat, lahirlah generasi Indonesia yang kuat dan siap menghadapi masa
depan.
Semoga tulisan saya ini menginspirasi kita semua, Akhir
kata, Have s Nice Day.
0 komentar:
Post a Comment