Thursday, September 3, 2020

Mengapa Belum Ada Pesawat Bertenaga Listrik?

Dunia otomotif seakan merasakan angin segar saat Tesla datang. Mobil listrik yang dulunya punya daya jelajah rendah dan tidak punya kecepatan yang maksimal. Mungkin hanya sebatas mobil konsep atau protype mobil pertama dunia dulu.

Tapi dalam sekejap atau satu dekade saja semua seakan berubah dengan cepatnya. Tesla yang diambil alih Elon Musk dari salah seorang pengembangnya Martin Eberhard dan Marc Tarpenning. Lalu kemudian Elon mengembangkan menjadi sebuah mobil listrik yang bertenaga dan hemat daya.
Masalah terbesar mobil tenaga listrik datang dari dayanya, itu semua dijawab dengan ribuan baterai lithium-ion di bawah lantai mobil. Mampu memacunya dengan cepat bahkan mengalahkan supercar terkemuka sekalipun. Yah... ini sebuah loncatan besar yang terjadi di dunia otomotif.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana bila itu dilakukan pada dunia aviasi?
Selama ini dunia aviasi dikenal sebagai dunia yang sibuk sebelum pandemi datang. Ada begitu banyak penerbangan lokal dan mancanegara yang menjadi pesawat sebagai moda yang cepat dan efisien waktu. Meskipun ada begitu banyak buangan karbon di avtur yang ada di atmosfer oleh ulang pesawat.

Jumlah karbon yang dihasilkan dari setiap pesawat komersial menyumbang 20% buangan karbon. Komposisinya berupa karbon dioksida, benzol, nitrogen oksida, dan partikel karbon lainnya. Ini akan terus meningkat dengan bertambahnya rute penerbangan dan jumlah keberangkatan.

Kendala Terbesar Pesawat Bertenaga Listrik
Membuat sebuah pesawat jauh lebih rumit dalam membuat moda transportasi darat dan air. Butuh teknologi yang lebih mumpuni dan riset yang panjang. Apalagi yang sifatnya masih sangat baru dan belum ada sebelumnya.

Memang dengan adanya energi baru bisa menekan konsumsi bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan. Tapi itu sangat butuh waktu lama dan proses panjang, bukan hanya pesawatnya saja yang berbahan ramah lingkungan termasuk juga sistem mendapatkan energi yang tidak menggunakan energi fosil sedikit pun. 
Berat pesawat, gaya angkat yang ada pada pesawat seakan membuat pesawat bisa mengudara. Butuh energi besar sehingga pesawat bisa melawan gravitasi bumi dari energi angkat itu. Dorongan ini datang dari bahan bakar, makin jauh perjalanan otomatis makin banyak bahan bakar yang dibakar.

Beda dengan pesawat listrik yang punya berat konstan dari baterai yang digunakan. Berat terbang dan turun tidak berkurang sedikit pun, ini tergolong berbahaya karena saat turun butuh massa yang lebih ringan sebelum terbang.

Apalagi kasusnya pendaratan darurat yang sering terjadi adalah pilot membuat terlebih dahulu bahan bakar agar memudahkan proses pendaratan darurat. Apakah itu mengurangi percikan api atau bahkan gesekan yang berdampak bagi penumpang.

Faktor lainnya saat pendaratan pada roda pesawat tidak dapat mengambil tekanan dan berat saat proses pendaratan. Ini mengharuskan pesawat listrik harus punya beban lebih ringan dibandingkan pesawat komersial saat ini. Bila tidak, sangat sulit mendaratkannya dan membuat pesawat dengan jumlah penumpang lebih banyak.

Kepadatan daya dan jangkauan, Well.. ini jadi masalah yang sulit dipecahkan karena tenaga baterai belum setangguh bahan bakar khusus proses kepadatan daya. Saat ini untuk sebuah baterai lithium-ion modern yang digunakan Tesla saja hanya punya daya 0,578 MJ/kg. Jauh sekali dengan bahan bakar yang sampai 117,2 MJ/kg.
Belum lagi rasio daya pesawat listrik makin kalah jauh dari pesawat berbahan bakar dalam proses penggerakan turbin. Sehingga bahan bakar lebih cepat habis dan hanya punya daya jangkau pendek. Makanya kini sudah ada pesawat listrik dengan jangkauan pendek.

Proses pemeliharaan yang mahal, beda dengan mobil listrik, pesawat butuh proses pemeliharaan yang lebih besar dan mahal terutama baterai atau panel surya yang digunakan. Proses baterai punya batas maksimal sehingga benar-benar tidak bisa digunakan. Umumnya hingga 1.500 kali pengisian daya, itu belum lagi faktor yang lebih mempercepat siklus anoda dan katoda pada baterai.
Bila baterai terganggu, ini akan membuat pesawat harus melakukan  perawatan teratur dan besar tentunya. Apalagi kendaraan listrik apa pun itu, komponen termahal dan paling sensitif adalah baterai. Bila saja terganggu atau rusak pasti butuh biaya besar. Di tengah dunia aviasi yang kejam, ini sangat merugikan pihak maskapai selaku pembelinya.

Memang ada begitu banyak cara yang dilakukan, dengan meningkatkan kualitas baterai jauh lebih bertenaga. Ilmuwan saja memprediksi paling cepat berlangsung di tahun 2045, selain itu proses daya lebih panjang sehingga maskapai bisa menekan biaya aviasi yang sudah sangat mahal. Avtur yang mahal bisa digantikan baterai lithium-ion atau sel surya di masa depan.
Kondisi saat terbang, selain baterai lithium-ion atau lithium-CO2, ada juga alternatif  dengan menggunakan panel surya di setiap bodinya. Ini bisa menekan jangkauan lebih panjang khususnya penerbang di siang hari terik. Beda halnya saat dilakukan saat malam hari atau cuaca berawan. Sel surya jadi tidak bisa digunakan sama sekali dan tidak efisien di daerah dengan curah hujan tinggi.

Kapasitas angkut dan jarak tempuh, pesawat komersial lintas negara butuh kapasitas besar secara hitung-hitungan. Ini menghitung biaya yang harus dikeluarkan dari bahan bakar, perawatan pesawat, menggaji karyawan hingga membayar cicilan pesawat.

Bila saja harga pesawatnya mahal, kapasitas kecil, dan daya angkut pendek. Ini seakan membuat maskapai berpikir ulang berapa kali. Lagian peminatnya tidak banyak, dalam dunia aviasi lebih diutamakan kenyamanan dan kecepatan dibandingkan ramah energi.
Makanya bila ada perusahaan aviasi yang membuat pesawat, ia harus mencari segmen baru. Apakah dengan merusak harga pasar pesawat seperti yang tesla lakukan, jangkauan lebih jauh hingga biaya lebih murah. Bila tak ada gebrakan seperti itu, pesawat seperti itu masih lama hadir atau hanya sebatas prototype saja.

Sejauh Manakah Pesawat Listrik Telah Berkembang?
Memang secara kepadatan daya yang dimiliki untuk saat ini lithium-ion masih kalah telah. Tapi melihat perkembangannya di berbagai perangkat teknologi dan dunia otomotif. Lithium-ion sudah lebih 8% setiap tahunnya.

Positifnya bisa membuat baterai lithium-ion lebih ringan dan punya daya jangkauan lebih besar dan kuat. Apalagi dunia aviasi sudah mulai lahir berbagai prototype pesawat serupa dengan jangkauan pendek dan sebatas penerbangan perintis.
Ada keuntungan yang didapatkan dari sebuah pesawat bertenaga listrik khususnya di ketinggian tertentu. Ia mampu stabil dan tidak kehilangan daya pada ketinggian, inilah yang banyak menyebabkan kecelakaan pesawat selama beberapa dekade terakhir.

Kecepatannya pun lebih mudah karena akselerasinya yang langsung dan proses pembakaran dalam layaknya mobil listrik. Bahkan akan lahir pesawat listrik dengan tenaga supersonik layaknya Concorde andai saja punya daya listrik besar.

Jangkauannya mulai meningkat dari hanya sebatas 200 km saja, kini sudah bisa menyentuh 400 km untuk sekali pengisian daya. Nilai itu bisa mencapai ribuan km andai saja baterai terus berkembang lebih efisien lagi.

Artinya semuanya ada peluang, didukung dengan lahirnya perusahaan GigaFactory milik Elon Musk yang mampu mendukung produksi baterai massal dari berbagai industri.

Beberapa pabrikan sedang menguji pesawat berukuran sedang yang menampung 150 penumpang dengan jangkauan 500 km. Indonesia cocok ini karena negara kepulauan, teknologi baterai yang digunakan adalah lithium-CO2 yang punya kepadatan energi 7 kali lebih baik dan membantu terbang lebih jauh.

Segmen Baru Dunia Aviasi
Pesawat listrik yang hadir di masa depan bisa dianggap sebagai alternatif pesawat selain berbahan bakar fosil. Mereka yang cinta lingkungan, tidak menyukai kebisingan dari mesin pesawat hingga bisa mendarat pada landasan kecil yang menghubungkan setiap kota kecil.

Memang banyak moda transportasi lainnya yang tak kalah cepat dan hemat. Misalnya saja akan lahirnya hyperloop di sejumlah kota penghubung atau moda transportasi lainnya yang tak kalah cepat. Bahkan membuat kendaraan massal jadi seperti ini jadi tren baru ke depan.
Lalu dengan adanya pesawat listrik seakan bisa alternatif baru khususnya kota yang melintasi lautan mengingat modal transportasi lain butuh penghubung seperti jembatan, tunnel dan sebagainya. Sehingga lebih mahal untuk diwujudkan.

Keunggulan inilah yang mampu membuat pesawat listrik bisa menekan buangan karbon dari pesawat komersial saat ini. Sembari menunggu pesawat listrik yang bertenaga bisa menggantikan pesawat komersial seutuhnya di masa depan.
Kini sudah banyak pabrikan yang coba turun ke ranah pesawat listrik. Mulai dari X-57 buatan NASA, Sugar Volt buatan Boeing dan tentu saja Solar Impulse II. Untuk nama terakhir bagi saya cukup sukses karena pabrikan lainnya masih sebatas prototype atau berbasis hybrid.

Solar Impulse II tergolong besar dengan berat lebih dari 5.000 pound dan akselerasi 87 mil/jam. Waktu tempuh sejauh 117 jam dengan cakupan 4.800 mil  di atas Samudera Pasifik. Ini sungguh luar biasa meskipun mengandalkan gabungan solar panel dan baterai. 
Artinya siap dikomersialkan andai saja teknologi baterai sudah cukup mumpuni dan tidak sebatas prototype saja. Minimal bisa menggantikan helikopter atau pesawat perintis yang masih banyak menggunakan bahan bakar fosil.

Mungkinkah Tesla Menciptakan Pesawat Listrik?
Siapa sih yang tak kenal dengan gebrakan Tesla lakukan di dunia otomotif. Mengubah mobil konvensional bertenaga fosil menjadi bertenaga listrik. Perjuangannya memang panjang, dari mengakuisisi perusahaan, menciptakan mobil konsep, mempromosikan hingga mendirikan pabrik penunjang seperti GigaFactory dan Solar City.
Namun, dari itu semua yang dilakukan dunia otomotif jelas berbeda dengan dunia aviasi. Ada perbedaan teknologi yang jauh atau riset panjang untuk masuk ke dunia baru tersebut. Termasuk Tesla, sukses besar di dunia otomotif khususnya mobil tidak menjamin ia bisa terjun ke dunia aviasi.
Hal sebaliknya juga, tidak pernah kita mendengarkan pabrikan aviasi menciptakan mobil atau pabrikan ponsel menciptakan mobil atau perusahaan berbasis digital menciptakan pesawat. Bila pun ada, itu hanya konsep semata yang dipamerkan dalam pameran saja.

Itulah yang melandasi Tesla di bawah Elon Musk tidak terjun ke dunia aviasi. Meskipun ia sudah punya perusahaan yang bergerak di bidang eksplorasi luar angkasa di bawah bendera SpaceX. Bila ini blueprint-nya sudah jelas sejak awal berdiri bukan karena ingin mencoba dunia baru.
Selain itu, ada begitu banyak pabrikan mapan yang sudah punya jam terbang tinggi. Sebut saja Boeing di Amerika, Airbus dari Eropa, Sukhoi dari Rusia hingga N250 buatan anak negeri. Jelas ini membuat insinyur Tesla harus memulai dari nol dalam mengembangkan riset bila terjun ke dunia aviasi.

Bukan hanya sebatas membuat baterai yang kuat menempuh ribuan mil saja, tapi menciptakan desain pesawat, uji terbang hingga daya angkut yang dihasilkan pesawat buatan mereka. Faktor terakhir adalah uang, ini modal berharga buat investasi.

Memang Tesla sedang untung besar untuk saat ini di lantai saham, hanya saja uang mereka sudah banyak digelontorkan pada bisnis lainnya khususnya pengembangan Roket ke Mars. Sehingga bisnis pesawat dianggap kurang menantang bagi mereka.

NASA saja malah memberikan kemudi agar SpaceX terus mengembangkan misinya, membawa manusia dan mengembangkan koloni ke mars. Well... memang terdengar ambisius, hanya saja itu target Elon Musk selaku bos Tesla.

Sedangkan pesawat listrik seakan ia memberikan peluang bagi pabrikan lainnya mengembangkan pesawat listrik. Sama halnya dengan Hyperloop yang segala ide awalnya ia ciptakan, kemudian dilanjutkan oleh banyak perusahaan dunia salah satunya Hyperloop One.
Hal serupa berlaku pada pesawat listrik, teknologi baterai lithium-ion buatan Tesla bisa dimanfaatkan sebagai sumber tenaga. Apalagi kini sudah ada GigaFactory yang menyuplai berbagai komponen baterai. Tinggal bagaimana perusahaan aviasi mengembangkan pesawat listrik menurut mereka inginkan.
Pelanggan hanya menunggu bisa terbang besar suara, polusi udara, dan bertenaga supersonik dari pesawat listrik. Lagian bisa semua bisnis teknologi diborong oleh Elon Musk, otomatis dunia teknologi masa depan penuh dengan monopoli.
So... begitulah ulasan mengenai pesawat listrik yang hingga saat ini belum berhasil mengudara secara resmi. Tapi sudah banyak pengembangan, uji terbang hingga membawa penumpang dalam jumlah kecil. Tinggal menunggu baterai punya daya kepadatan yang lebih kuat yang bisa terbang lebih jauh dan lebih ringan.

Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua, akhir kata: Have a Nice Days Guys...

Share:

1 comment:

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer