Terangnya bulan seakan
menyinari malam yang terang, hari ini dihiasi Bulan Purnama. Sinarnya seakan
membuat bumi terlihat sangat jelas kala malam hari. Tarikannya membuat pasang
surut air laut, pengaruh bulan begitu kentara sejak dulu.
Seakan banyak yang terpikir kembali ingin pergi ke sana, penjelajahan di era 70-an jadi yang terakhir kali manusia ke sana. Hingga setengah abad berlalu, mimpi itu coba diwujudkan kembali dan menjadi wisata baru dengan tema wisata luar angkasa.
Misi sekaligus
pariwisata mahal tersebut sudah pasti jadi program ambisius. NASA jadi yang
terdepan dalam mewujudkan itu semua. Program kembali ke bulan tersebut mereka
sebut dengan Program Artemis. Ada banyak misi yang coba diusung oleh NASA atas
kembalinya ke Bulan.
Mulai dari mendaratkan
wanita pertama di bulan, menjelajahi kutub selatan Bulan hingga menjadikan
proyek wisata dan observasi lebih lanjut terhadap Bulan. Mulai dari mencari
potensi air di dalam permukaan bulan hingga mencoba teknologi baru dalam
menjelajah luar angkasa.
NASA pun tidak sendiri dalam proyek
ambisius ini, mereka mengajak mitra terkemuka mulai dari European Space
Agency (ESA), Japan Aerospace
Exploration Agency (JAXA), Badan Antariksa Kanada (CSA), dan Badan Antariksa Australia (ASA) hingga SpaceX selaku perusahaan
swasta.
Proyek ke
bulan dianggap menjadi model bisnis yang menguntungkan banyak pihak. Selama ini
aktivitas luar angkasa dianggap sangat mahal dan tidak bisa diakses oleh
masyarakat sipil. Tapi kini bisa diakses oleh siapa saja, sekaligus proyek
lanjutan dalam mengirim manusia ke Mars.
Penantian
Panjang Kembali ke Bulan
Misi ke bulan
kembali seakan bisa menjawab bukti bahwa manusia dulu pernah menginjakkan kaki
ke sana. Bagi pengamat Flat Earth dan berbagai teori konspirasi lainnya,
pergi ke bulan adalah hal mustahil dan mengada-ngada. Perjalanan manusia
terdahulu dianggap sesuatu rekayasa NASA semata.
Namun
nyatanya manusia sudah pernah ke sana, ada 6 misi Apollo yang sudah dilakukan
di sana selama 1969 hingga 1972. Pertanyaan mengemuka kini, mengapa manusia
tidak kembali mengirim manusia ke bulan selama hampir setengah abad lamanya.
Isu miring
seakan terus berhembus dan menganggap proses eksplorasi di Bulan pada masa lalu
hanyalah sesuatu yang fana. Bahkan dianggap hanya kerja sama NASA dan Hollywood
semata. Baiklah, ini coba dijawab secara mendetail.
Minim Anggaran, misi ke luar angkasa termasuk ke
bulan sudah pasti proyek mahal yang menguras kantong negara. Alokasi dana ke
luar angkasa seakan terpangkas habis selama ini, ada banyak pengalihan dana ke
pos lainnya.
Beda di era
60 hingga 70-an kala itu, saat itu erat dengan perang dingin antara blok barat
dan timur. Persaingan dari berbagai bidang pun merambah hingga di dunia
antariksawan. USA mampu memenangkan perlombaan tersebut dengan berhasil
mendaratkan manusia pertama di Bulan.
Pencapaian ini
dianggap langkah maju dan sebagai pemenang perlombaan, meskipun menyedot begitu
banyak dana. Tapi ini mampu mencatatkan USA sebagai negara adikuasa hingga saat
ini. Kemenangan di antariksa tersebut jadi bukti nyatanya.
Untuk saat
ini saja, USA mengucurkan dana US$ 19,9 Miliar dalam proyek tahunan NASA. Dana
sebesar ini terlihat besar, namun banyak proyek dari NASA seakan dana tersebut
terlihat kecil dalam proyek ambisius ke Bulan.
Ada proyek lainnya yang sedang dikerjakan seperti peluncuran Teleskop James Webb, Proyek Space Launch System hingga misi ke planet jauh seperti Jupiter dan ke luar tata surya. Jelas saja dengan biaya seperti itu, banyak yang harus diprioritaskan terlebih dulu. Sehingga proyek ke Bulan bisa tertunda sekian lama.
Sebagai
perbandingan, para era perang dingin terdahulu saat perlombaan ke luar angkasa.
NASA mendapatkan dana APBN USA hingga 4%, sehingga banyak proyek mercusuar yang
berhasil. Sedangkan untuk saat ini, jumlahnya hanya 0,4% saja. Sehingga banyak
proyek yang tertunda termasuk proyek mengembalikan manusia ke Bulan.
Misalnya saja
NASA ingin kembali ke Bulan, mereka membutuhkan biaya hingga US$ 104 Miliar. Itu
artinya dana yang pemerintah USA kucuran saat ini jelas sangat sedikit, butuh
waktu 7 tahun agar kembali ke sana. Bila tak ada penambahan dan banyak misi
lainnya, proyek ke bulan makin lama terwujud.
NASA pun
harus mendesain ulang roket dari nol sehingga sesuai dengan zaman saat ini.
Apollo dianggap sudah usang dan ketinggalan zaman. Mau tak mau segala yang
terlibat dalam proyek Artemis semuanya baru.
Mulai dari
roket, teknologi hingga proses pendaratan nantinya akan mengadopsi konsep baru.
Sudah pasti butuh dana riset yang besar agar misi tersebut sukses terlaksana.
Masalah dana jadi sesuatu yang membuat proyek tersebut tertunda cukup lama.
Putusan orang
Nomor 1 USA, Presiden
punya peran besar dalam menentukan nasib sebuah negara termasuk dalam
eksplorasi luar angkasa. Masa jabatan yang singkat dari Presiden USA yaitu
hanya 4 tahun, membuat proyek luar angkasa sendiri tertunda.
Perubahan pemerintah
jelas menghasilkan kebijakan baru, apakah mendukung proyek mercusuar tersebut
atau hanya sebagai pengembangan biasa. Untuk mempersiapkan sebuah roket saja,
butuh waktu hingga 8 tahun, itu artinya harus ada presiden yang menjabat 2
periode.
Sehingga
program bisa terlaksana, tapi ada satu bagian lainnya yaitu bagaimana sang
presiden bisa melobi parlemen dalam memprioritaskan misi ke luar angkasa
termasuk misi kembali ke Bulan.
Nyatanya
dukung presiden saja tak cukup, faktor dukungan publik seakan membuat banyak
misi yang sulit diwujudkan. Sudah pasti dana yang dikucurkan sangat besar, ada
banyak sektor lainnya yang diutamakan. Sehingga banyak masyarakat menolak,
apalagi di tengah kondisi krisis saat ini.
Bahkan saat
manusia pertama mendarat ke bulan saja, ada banyak penolakan dan suara sumbang
dari masyarakat AS. Hanya 53% yang setuju dan dana yang dikeluarkan sebanding
dengan misi gaya-gaya di era perang dingin tersebut.
Faktor non
teknis, bulan memang bisa dibilang benda langit terdekat dengan bumi
dibandingkan ke planet lain yang jaraknya jutaan kilometer. Meskipun dekat dan
hanya membutuhkan waktu 3 hari hingga tiba di sana, nyatanya bulan jadi lokasi
mengerikan yang dipenuhi kawah dan batuan terjal.
Atmosfer Bulan
begitu tipis, butuh proses
pendaratan yang optimal agar bisa sampai ke sana. Itu ditambah dengan permukaan
yang terjal yang berisiko merusak wahana selama di sana. Faktor lainnya berupa
debu bulan yang merusakan wahana dan baju luar angkasa. Itu semua diakibatkan
oleh angin matahari yang menerpa permukaan bulan.
Belum lagi
tidak adanya atmosfer mengakibatkan paparan matahari terpapar penuh oleh bulan.
Gravitas bulan yang rendah juga tidak baik buat pencernaan para astronaut dalam
waktu lama. Waktu paling lama adalah 14 hari, karena dalam rentan tersebut
bulan bisa mendidih akibat cahaya matahari dan dalam 14 hari lainnya menjadi
sangat gelap dan dingin.
Sehingga
bulan dianggap terlalu berbahaya dibandingkan dengan Mars meskipun jaraknya
terpaut 80 kali lebih jauh. Tetapi keselamatan para astronaut lebih terjamin di
sana termasuk dalam membuat koloni baru. Sehingga cara ke Bulan dianggap lebih
sulit dibandingkan ke Mars untuk saat ini.
Misi Artemis
yang Sarat Komersialisasi
Berbagai kendala tersebut seakan membuat misi ke bulan sering tertunda dan bahkan dianggap hanya misi tanpa awak saja. Bulan yang selalu terlihat kala purnama nyatanya dianggap hanya proyek gaya-gayaan. Namun kini pandangan kini coba diubah dan pergi ke bulan dianggap misi komersial yang mendatangkan keuntungan.
Wisata luar
angkasa dianggap cara baru buat orang kaya bisa ke sana dan NASA dan berbagai
antariksa dunia bisa melihat peluangnya sebagai pundi pemasukan. Pengeluaran
yang besar dari proses keberangkatan bisa ditutupi dengan banyaknya klien yang
ingin ke Bulan.
NASA bisa
menjalankan misi riset mereka sembari memberangkatkan wisatawan dengan harga
yang mereka patok. Wahana yang digunakan pun sangat baru dan modern yang sudah
menggunakan layar sentuh dan terintegrasikan dengan internet.
Terkait yang
mendorong wahana Artemis hingga bisa sampai ke orbit bulan. NASA mengajak
sejumlah pabrikan swasta bergabung dalam pengembangan. Mulai dari Orion, Lunar
Gateway, Commercial Lunar Payload Services hingga SpaceX.
Cara ini
membuat NASA bisa menekan biaya yang pada misi Apollo di masa lalu mereka semua
danai penuh. Adanya pihak ketiga dalam hal ini swasta membuat biaya yang
dikeluarkan jadi lebih murah, terutama terkait dengan riset. Proses penggunaan
roket pun bisa digunakan berkali-kali sehingga menghemat biaya.
Program
Artemis sendiri dianggap sebagai program memberikan kemudahan wisatawan
bergabung termasuk dalam hal gender. Selama ini banyak astronaut wanita yang
hanya bisa terbang ke ISS saja namun belum ada yang mendaratkan kakinya seperti
ke Bulan. Di Program Artemis saat ini, akan ada wanita pertama yang mendarat ke
sana.
Lompatan
besar tersebut dianggap sebagai bentuk dunia antariksa ramah ke semua gender
dan bahkan tidak menutup kemungkinan di masa depan anak-anak bisa menjadi salah
satu astronaut yang berangkat. Bisa dibilang mereka yang berangkat ke Bulan
jadi lokasi simulasi sebelum nantinya tiba di Mars.
NASA sejak
dulu sangat menyukai program antariksanya dengan menamai setiap misi sesuai
dengan nama dewa Yunani kuno. Mulai dari misi Apollo di era 60 hingga 70-an.
Kini dilanjutkan dengan Proyek Artemis yang namanya diambil dari saudari
kembali Dewi Apollo.
Misi utama
Artemis dianggap lebih kompleks dan lebih banyak dibandingkan misi Apollo 50
dekade lalu. Itu dilakukan karena lokasi yang dijelajahi lebih beragam, seperti
kutub selatan Bulan yang selama ini tidak pernah terlihat oleh manusia. Membangun
pangkalan riset di bulan, mencari keberadaan air beku di kutub bulan hingga
berbagai program penelitian berkelanjutan.
Artinya manusia ke sana bukan hanya semata-mata memasangkan bendera saja atau menggunakan rover penjelajah dan mengirimkan foto ke bumi. Ada banyak misi yang ingin dilakukan termasuk menguji teknologi baru yang lebih canggih. Sehingga keraguan misi Artemis bisa terjawab, apalagi akan ada base camp yang bisa digunakan untuk proses tempat tinggal selama di Bulan.
Base camp nantinya berada di Kawah Shackleton
yang berada di selatan bulan. Lokasi ini dipilih oleh NASA dalam keberadaan base
camp tetap. Lokasi ini juga jadi tempat singgah para astronaut yang ingin
berwisata dan menjelajah bulan.
Nantinya
infrastruktur di sana dibangun secara permanen yang mendukung ekspedisi yang
berlangsung hingga dua bulan lamanya. Sebelum nantinya para astronaut kembali
ke bumi. Waktu yang panjang ini bisa membuat proses riset dan wisata jadi lebih
lama. Termasuk pengalaman menginap di bulan buat para ekspatriat luar angkasa.
Bahkan ada
ide di masa depan yaitu dengan menjadikan bulan sebagai lokasi depot pengisian
bahan bakar untuk setiap misi luar angkasa. Selama ini bahan bakar harus dibawa
langsung dari bumi, konsep depot di bulan akan menjadi lokasi transit sebelum
misi ke Mars atau planet jauh berlangsung. Termasuk juga meletakkan Teleskop
raksasa yang bisa menangkap luar angkasa jadi lebih luas.
Artinya misi Artemis dianggap misi yang punya efek
berkelanjutan di masa depan. Bahkan NASA dan lembaga antariksa lainnya bisa
menjadikan bulan sebagai pundi-pundi pemasukan mereka yang selama ini hanya
menguap saja. Bahkan bisa dikatakana, bisnis luar angkasa akan meroket seperti
agen perjalanan dan tour guide di masa depan.
Cara Misi
Artemis Mendaratkan Manusia ke Bulan
Misi pendaratan ke Bulan NASA menciptakan wahana bernama Orion Multi_Purpose Crew Vehicle. Sebagai wahana penjelajah ke Bulan. Kapsul Orion mampu menampung 4 awak dalam setiap misinya dan saat ini masih dalam proses pengujian. NASA berencana memulai misi Artemis I pada tahun 2024.
Misi Artemis sendiri terdiri dari berbagai program yang berjumlah hingga 3 misi. Jumlah nantinya akan bertambah kembali andai melihat tingginya animo perjalanan ke luar angkasa di masa depan. Pada Artemis pertama dianggap jadi fondasi dari akan penerbangan luar angkasa. Pengujiannya tidak main-main dan sudah dilakukan terutama pengujian Orian saat sampai ke Bulan.
Orion nantinya akan
didukung dengan sejumlah komponen pendukung mulai dari service module,
launch abort system, Cargo Hold, Exploration Upper Stoge, Core Stage, Solid
Rocket Booster. Sejumlah komponen ini dalam proyek Artemis NASA sebut
dengan SLS Block 18. Ukurannya jauh lebih besar dan lebar dibandingkan penerusnya Apollo.
Bila dianggap sudah siap
sepenuhnya, misi Artemis I akan segera dimulai sesuai dengan jadwal. Pengujian
panjang yang sudah NASA lakukan dianggap sudah cukup dalam memulai misi
kembali. Pendaratan manusia kembali di era modern punya nilai historis, sama
halnya saat Pesawat Apollo 11 mencapai Bulan 5 dekade silam.
NASA telah memilih Blue Origin of Kent, Washington, Dynetics dan SpaceX dalam pengembangan HLS. Tim Sistem Pendaratan Manusia Blue Origin yang dipimpin termasuk Lockheed Martin, Northrop Grumman, dan Draper.
Untuk bagian terakhir
yaitu Draper akan memberikan panduan, navigasi dan kontrol, avionik, dan sistem
perangkat lunak. ILV akan diluncurkan dengan roket New Glenn Blue Origin dan Roket
Vulcan dari United Launch Alliance (ULA).
Pada prosesnya nantinya,
roket Artemis akan melakukan perjalanan sejauh 40 ribu mil dari luar orbit
bumi. Kecepatan yang dihasilkan hingga 32 Mach dan punya kemampuan panas yang
mampu menahan Orion hingga 2800 derajat celcius.
Waktu pelaksanaan misi pun cukup lama hingga durasi empat hingga enam minggu. Bila sebelumnya misi hanya dilakukan rentan waktu seminggu saja, kini durasi lebih lama terkait berbagai misi selama berada di Bulan.
Dalam hal ini juga, para
astronaut akan membawa berupa Cubesat sebanyak 13 unit. Alat ini bertugas sebagai
satelit berukuran mini yang bertujuan dalam proses penelitian ruang angkasa.
Ukurannya sangat kecil yaitu hanya 10 cm dengan hanya punya bobot 1,4 kg.
Bila misi sudah selesai,
proses kepulangan pun serupa dengan yang Apollo 11 lakukan dahulu. Orion akan
masuk ke orbit Bumi dengan melakukan proses rotasi terlebih dahulu. Bila
dianggap sudah tepat, Orion akan memasuki orbit Bumi dan mendarat menggunakan
parasut.
Setelah itu semua terjadi,
semua tentang sejarah sama halnya saat manusia pertama menginjakkan kaki ke
bulan. Satu hal yang cukup menarik adalah akan ada wanita pertama yang
menginjakkan kaki ke sana, sekaligus menandakan bahwa manusia siap menginvasi
Planet terdekat seperti Mars.
Bulan, Langkah Awal Masa
Depan Perjalanan Luar Angkasa
Benda luar angkasa terdekat
dengan Bumi adalah Bulan, satelit yang selalu setia mengitari bumi. Langkah besar
yang dilakukan di Bulan di masa lalu seakan mempertegas Bulan sebagai batu
loncatan untuk bisa mengeksplorasi benda angkasa apakah itu planet, satelit,
asteroid dan bintang terdekat.
Selain itu Bulan jadi laboratorium
yang digunakan para astronaut di masa depan terkait dengan pengembangan dunia
antariksa. Bahkan di masa depan konsep proses peluncuran dari bumi dianggap
mulai ditinggalkan. Cara yang digunakan adalah dengan menggunakan The Gateway.
Adanya Gateway seakan
mempermudah proses dalam mengorbit Bulan, terkait dengan misi Artemis. Fungsi utamanya
pun bersifat jangka panjang dalam hal misi ke bulan dan proses eksplorasi luar
angkasa lainnya. Nantinya Gateway akan diisi oleh berbagai badan antariksa
lainnya yang saling bekerja sama dalam mengirimkan astronaut dan misi wisata ke
bulan.
Nantinya akan ada dua modul Gateway yaitu PPE (Power and Propulsion Element) dan HALO (Habitation and Logistics Outpost) akan diintegrasikan di lapangan. Pengiriman kargo, awalnya disediakan oleh SpaceX. Kargo untuk persediaan di Gateway akan menyediakan makanan instrumen sains dalam ekspedisi di Bulan.
Data yang dikumpulkan
oleh Payload ini, digabungkan dengan Gateway pengalaman operasional, akan
dimanfaatkan untuk memungkinkan operasi bulan yang berkelanjutan dan berhasil menyelesaikan
Misi Artemis yang akan berlangsung hingga tiga tahapan. Kini kita tinggal menunggu
manusia kembali ke Bulan dan gemuruh eksplorasi luar angkasa seperti era 70-an.
Semoga tulisan ini memberikan
pengetahuan Anda terkait dengan dunia luar angkasa sekaligus membuktikan bahwa
teknologi kini bisa membuat manusia bisa menciptakan koloni selain di Bumi.
Akhir kata, Have a Nice Days!
0 komentar:
Post a Comment