Saturday, December 17, 2022

Menjelajahi Ujung Indonesia dengan Zenfone 9

 

Selama sebulan terakhir saya disibukkan dengan tugas akhir. Setelah menamatkan S1 (Strata 1) yakni 7 tahun silam, barulah di tahun 2021 lalu saya memberanikan diri untuk bisa berkuliah kembali. Niat untuk bisa berkuliah kembali menggugah di dalam jiwa.

 

Ini kesempatan yang tepat setelah jauh dari dunia kampus. Momen pandemi jadi alasan kuat, selain karena perkuliahan berlangsung secara daring selama 2 semester pertama perkuliahan. Jelas lebih mudah harus ke kampus, dan rata-rata teman kelas adalah pekerja paruh waktu yang  menyempatkan diri bisa kuliah lagi.

 

Waktu pun fleksibel yaitu hanya hari Jumat dan Sabtu. Jelas sulit, saat akhir pekan tiba tentu enaknya jalan-jalan atau ke acara kondangan. Namun ini harus berjibaku masuk kuliah dan mengerjakan tugas yang tak ada habisnya.

 

Namun memasuki semester ketiga, kondisi jadi lebih kondusif. Perkuliahan luring berlangsung, saat itulah baru bisa melihat teman-teman yang dulunya hanya bisa berinteraksi secara daring. Satu mata kuliah yang paling berat bobot muatannya diambil. Tak lain yaitu Tesis..

 

Syarat menyelesaikan perkuliahan dan goal akhir dari studi. Ini jadi poin terakhir yang harus dipersiapkan selain begitu banyak persyaratan lainnya. Akhirnya saya memilih lokasi yang mungkin semua kenal, pulau di ujung negeri yaitu Pulau Weh. Objek yang diteliti adalah lobster.

Sebagai seorang yang mengambil magister pengelolaan sumber daya pesisir laut. Jelas studi yang diangkat tak jauh-jauh dengan isu kelautan dan perikanan. Subyek ini pastinya mengharuskan terjun ke lapangan. Panas terik dan hujan badai jadi tantangan yang harus dilalui. Namun yang pertama sekali dilakukan adalah survei awal lokasi.

 

Saya pun orang yang suka terjun ke lapang, melakukan banyak riset. Judul yang diangkat pun adalah dengan lobster. Pulau yang saya pilih pun adalah Pulau Weh, pulau terluar dari Aceh. Jelas makin menarik.

 

Jelas perkuliahan magister sangat berbeda dengan sarjana, pertama kali yang saya rasakan adalah pembelajaran dan pemecahan masalah yang lebih mandiri. Proses belajar ini mengharuskan mengeksplorasi kemampuannya dan pengetahuannya selama di bangku perkuliahan.

 

Saya selama ini berdomisili di Banda Aceh dan sedang menempuh studi di salah satu kampus negeri di sana. Untuk bisa ke Pulau Weh, Sabang. Armada yang bisa dilalui ke sana satu-satunya adalah kapal laut. Terpisah sejauh 23 mil dari ibu kota Aceh tersebut.

 

Pulau yang eksotik ini sudah terkenal hingga mancanegara. Bagi yang menyukai berbagai spot air, Pulau Weh adalah destinasi terbaik. Beragam wisata ini menjadikan daya tarik besar, ada banyak orang yang mungkin mabuk laut namun memberanikan diri ke Pulau Weh karena daya tariknya tersebut.

 

Namun kali ini saya berbeda, saya ke sana dengan satu tujuan yaitu penelitian. Ada banyak potensi besar yang harus digali di sana. Salah satunya pengembangan hasil perikanan khususnya lobster. Potensi yang dihasilkan ini mampu menjadikan Sabang tak hanya dari wisata air saja namun potensi perikanan yang terus digenjot.

 

Saya pun jelas bersemangat, awalnya saya tak memilih Sabang dan Pulau Weh. Alasannya karena terpisah jarak dan sedikit kolega yang tinggal di sana. Namun saya pun mendapatkan kolega selama di Kampus, beliau adalah Pak Ismail. Beliau punya banyak koneksi selama di sana, mengajak jalan-jalan ke seluruh sudut kota, tempat wisata, dan tentu saja lokasi penelitian yang sebelumnya sudah ditandai.

 

Yuk kenalan dengan Kota Sabang

Keindahan Sabang tergambar sejak kapal pertama kali mendarat di Pelabuhan Balohan, Kota Sabang. Pulau yang hanya kurang dari 120 km persegi itu punya banyak spot yang ini dilalui.  Setiap pantainya menyimpan nilai eksotik dan hutannya menyimpan hasil alam yang indah. Pulau kecil tapi menyimpan sejuta kenangan yang menarik buat diabadikan.

Pertama sekali pantai yang menarik ada pantai paradiso yang memesona, Anoe Itam yang eksotik dengan nyiur pepohonan kelapa dan peninggalan Jepang. Spot Akuatik makin bertambah bila berjalan ke arah barat Pulau Weh, ada Iboih yang terkenal dengan wisata air. Hingga paling ujung ada Tugu Nol kilometer, titik terakhir negeri ini. Terlihat indah dari kejauhan, bahwa negeri ibu pertiwi sangatlah luas.

 

Bagaimana dengan urusan wisata bahari dan hutannya? Bila urusan tersebut jangan ditanya pasti ada kejutan. Rasanya lebih baik memotret atau membuat Vlog khusus selama di sana. Tapi tahan dulu, saya ke sana adalah buat penelitian, selepas selesai barulah jalan-jalan dimulai.

 

Perjalanan Panjang Bernama Tugas Akhir

Di pertengahan 2021, saya merasakan sedikit kesulitan dalam menentukan judul. Alasan pertama karena sudah lama tak melakukan riset dan alasan kedua adalah mencari pembimbing yang cocok. Faktor lainnya adalah pengalaman baru, nah akhirnya saya ambil faktor pengalaman baru karena dianggap lebih menantang.

 

Belum lagi dengan banyaknya penelitian serupa hingga akhirnya tercetus ide buat meneliti Lobster. Mantap jiwa nih. Mencari lobster bukan hal mudah, pada penelitian yang saya lakukan, saya pun harus mengambil sampel lobster. Jelas bukan hal mudah, lobster bukan hewan yang senang keramaian layaknya lumba-lumba. Ia bersembunyi di dalam terumbu karang, butuh waktu yang sangat lama menemukannya.

 

Jelas saya menggunakan jasa nelayan setempat yang lebih tahu keberadaan habitatnya. Spesies yang dicari pun tak hanya 1 spesies saja namun ada tiga spesies yang nantinya diuji pola makanan dan tentu saja habitatnya.

 

Analogi sederhana, ada 3 orang berbeda latar belakang, kegemaran hingga pekerjaan. Mereka akan dilihat makan apa saja yang dikonsumsi. Lalu pihak survei berasumsi, inilah lokasi yang tempat mendirikan warteg. Alasannya karena pola makannya sama dan 3 orang ini bisa jadi sampel bahwa kebutuhan lokasi tempat makan dirasa layak dan strategis.

Buat teman-teman, saya coba mencerita sedikit tentang penelitian saya. Analisis yang dilakukan tentunya berhubungan dengan lobster. Mungkin bagi sebagian orang, lobster tergolong hewan langka dan mahal. Namun di sejumlah lokasi, ia mudah didapatkan dan harganya relatif terjangkau.

 

Saya butuh lobster khususnya buat mengetahui habitat.. nah di sini yang paling diperhatikan adalah kondisi lingkungan dan kebiasaannya makannya. Bila makanan dan lokasinya cocok, ini berpotensi untuk dibudidaya.

 

Bila selama ini banyak nelayan yang harus menangkap. Merelakan separuh malamnya untuk istirahat, namun mereka rela menangkap lobster di kegelapan malam dan dinginnya air laut. Itu belum lagi potensi gede semacam gelombang gede atau bahkan sengatan ubur-ubur.

 

Jumlahnya yang hilang atau terganggu, bisa mengganggu kestabilan lingkungan dan kecaman dari pemerhati lingkungan. Melalui cari budidaya, ini bisa mengurangi aksi pemburuan lobster di pantai dan tentunya bisa jadi pemasokan tambahan.

 

Toh lingkungan sudah ada, kini orang ke Sabang tak hanya berlibur menikmati keindahan pantai. Namun juga makan lobster. Asyik bukan?

 

Tahapan awal yang berat, menentukan titik

Buat teman-teman yang belum tahu, penelitian harus menentukan titik yang tepat banget. Jelas jumlahnya tidak bisa hanya satu saja namun bisa melebihi 3 lokasi. Makin banyak jelas makin banyak preferensi dan data yang bisa digunakan nantinya.

 

Saya sebelumnya sudah memberikan sejumlah titik lokasi, ini semua sudah dipertimbangkan secara matang. Sebagai acuan, juga harus melihat peta RTRW (Rancangan Tata Ruang Wilayah). Sejumlah lokasi yang dipilih harus jauh dari aktivitas Pelabuhan, konservasi, objek wisata hingga tentunya kondisi perairan yang mendukung. Dengan jumlah Pulau Weh yang kecil, jelas lokasinya sangat sempit dan terpencil.

 

Mau tak mau kami harus berjalan mengitari Pulau Weh sehari penuh. Jelas saya seorang dan Pak Ismail tak akan optimal. Kami mengajak sejumlah orang ahli hingga dosen yang kebetulan menyempatkan diri berlibur ke Sabang.

 

Ibarat sekali mendayung,  puluhan pulau terlampaui

 

Kami pun mengunjungi sejumlah lokasi, mewawancarai kepala desa, nelayan hingga melihat langsung lokasi tersebut. Semuanya jelas takjub, bagaimana tidak. Lokasi yang digambarkan Sabang pasti yang lokasi sudah familiar. Mungkin belum pernah ke pelosok yang hanya bisa dilalui dengan kendaraan offroad. Kami pun bisa ke sana dan uniknya lokasi ini bisa jadi objek wisata baru di masa depan.

Nah… sampel yang sudah didapatkan kemudian dibawa langsung ke laboratorium. Proses ini sangat sulit dan teliti sekali. Harus belajar lagi dalam proses membedah sampel, membaca jenis makanan yang dimakan hingga tentunya membuat analisis jenis di buku pedoman.

 

Tahapan selanjutnya adalah menulis hasil yang didapatkan hingga akhirnya pembimbing setuju dan meng-ACC hasil buat naik hasil dan sidang. Kedengarannya mudah, tapi prosesnya panjang. Tentunya dalam segala aktivitas butuh perangkat yang optimal.

 

Proses pengolahan data bisa berlangsung sangat cepat tentunya butuh perangkat pendukung. Ada 2 perangkat yang bisa digunakan secara maksimal buat produktivitas. Laptop tentunya buat produktivitas sedangkan selama di lapangan ponsel jadi andalan dalam mobilitas dan koordinasi.

 

Pemilihan ponsel di lapangan tak boleh kaleng-kaleng, harus yang bisa diajak sat set selesai. Jangan malah dengan ponsel yang dibawa menjadi beban buat bekerja. Mengapa saya bilang jadi beban? Pertama sekali karena ukurannya, bentuknya yang bongsor akan menghambat daya gerak. Diajak masuk dalam kantong celana kesulitan dan saku baju lebih lagi. Mau tak mau harus membawa tas khusus agar ponsel aman.

 

Lalu pengaruh cuaca, yang berurusan dengan lapangan pasti banyak gangguan. Saat penelitian saya dimulai, sudah memasuki musim barat. Ini jadi tantangan yang sangat nyata. Bagaimana tidak, Pulau kecil seperti Pulau Weh sangat berpengaruh pada dua kondisi arah angin.

 

Angin Timur di pertengahan tahun dan Angin Barat di akhir tahun. Cuaca yang berubah dengan cepat. Awal mulanya panas terik, dalam hitungan beberapa menit, gumpalan hitam bersiap ini menurunkan hujan di sana. Saat terik, jangan ditanya panasnya di pantai, akan membakar kulit dan layar ponsel yang murahan akan tak terlihat apa yang ditampilkan di layar.

 

Saya sering bepergian ke lapangan dan insiden sudah beberapa kali terjadi. Total sudah ada 2 kali saya mengalami kejadian yang membuat ponsel sebelumnya padam. Penyebab utamanya adalah air hujan, kadang saya mencoba memperbaikinya. Salah satu caranya adalah dengan memasukkannya ke dalam air beras.

 

Metode ini apakah berhasil?

Iya berhasil, khususnya membuat saya bersabar dan besoknya tetap ke tempat service. Garansinya adalah ganti LCD, biaya yang sangat besar dan bila ditotal. Hasil perbaikan ini sudah bisa membayar uang kuliah magister yang mahal.

 

Impian bisa punya ponsel yang tahan air, namun selalu mentok di kisaran bawahnya.  Sudah pasti berpotensi mengalami hal serupa di masa depan, tinggal bagaimana meminimalisir kecerobohan serupa tak terulang.

 

Tak berhenti di situ saja, saya pun termasuk ceroboh dalam meletakkan ponsel. Lagi-lagi kendalanya adalah LCD yang retak akibat terjatuh di saku celana. Rasanya harus ada perlindungan khusus. Apakah itu perlindungan dari cipratan air yang bersertifikasi IP68 dan tentunya dilapisi perlindungan penuh dari Corning Gorilla Glass Victus.

 

Mencari Perangkat Ponsel Idaman

Perangkat idaman tentunya melewati segala persyaratan. Tak hanya kece diajak buat trendy di café atau resto. Namun bisa berpeluh keringat di lapangan, istilahnya berani kotor itu baik. Tentunya perangkat yang beginian sudah lolos sertifikasi IP68 dan Water Resistance.

Berbicara ukuran, tentunya harus ringkas dan compact. Sebagai gambaran dalam beberapa tahun terakhir, ponsel flagship seakan mencoba membuat paten bahwa ukuran standar ponsel ada di atas 6 inchi. Namun ini tidak mutlak, ada banyak konsumen di dunia yang sudah nyaman dengan ponsel berukuran kecil.

 

Jumlahnya sangat terbatas dan punya performa sama andalnya dengan ukuran di atasnya. ASUS pun sadar akan kebutuhan konsumen tersebut. Inilah yang diidam-idamkan bagi penikmat ponsel mungil. Dan saya adalah salah satunya.

 

Memangnya ada ngga ponsel yang mungil dan powerfull?

Jelas ada… salah satunya hadir dari produk terbaru ASUS yaitu Zenfone 9. Dimensi Zenfone 9 adalah 146.5 x 68.1 x 9.1 mm berbobot 169 gram. Bentuknya bersisi siku, lebih datar dibandingkan bentuk yang membulat. Buat yang belum tahu, bentuk yang mendatar, membuat banyak ruang bagi komponen internal dan memberikan bentuk lebih kokoh serta enak digenggam.

 

Bicara mengenai bahan dasar dari Zenfone 9, tentunya penuh dengan kreativitas. Datang dengan tampilan tekstunya menyerupai kardus yang licin dan tak ada bekas sidik jari. Beda dengan ponsel flagship lainnya yang mengkilap, bentuk ini jadi ciri khas yang coba Zenfone 9 bangun.

ASUS Zenfone 9 punya 4 warna menarik yaitu Moonlight White yang keren, Sunset Red yang menarik, Starry Blue yang cantik dan Midnight Black. Saya pribadi lebih suka pada pilihan warna Moonlight White yang terkesan kalem. Ia menggambarkan warna pasir putih di Iboih, Sabang.


Tentunya sudah dilengkapi dengan Connex asesories nan unik dengan beragam fungsi. Connex asesories ini kita tempelkan pada bagian belakang Zenfone 9. Tentunya kelihatan cakep dah bila dipakai asesories, ASUS kalau buat asesoris khususnya casing memang tak main-main.


Layar Jernih dan Terbaik di Kelasnya

Menggunakan layar AMOLED 5,9 inch dan mendukung refresh rate hingga 120 Hz dan secara otomatis akan berganti dari 60,90, dan 120 Hz sesuai aplikasi yang dijalankan, dengan waktu respons 1ms. 

Menawarkan akurasi warna dengan Delta E < 1 serta ultra-smooth scrolling, bersama dengan Wide 115% sRGB dan 112% DCI-P3 color gamut cinema grade untuk menghadirkan warna ultravivid dalam kondisi apa pun.  

 

ASUS Zenfone 9 juga sudah dikalibrasi untuk dapat menghasilkan gambar dengan kualitas terbaik. Tentunya dengan tingkat brightness sampai 800 nits dan peak maksimum brightness 1100 nits.

 

Perpaduan antara layar yang jernih, smooth, dan teknologi brightness ini, tentu akan memudahkan saya saat mengoperasikan si ponsel dalam keadaan di lapangan. Ia akan menyesuaikan sesuai dengan lokasi tanpa harus disesuaikan lagi.

 

Sistem keamanan pun lengkap, ada dua pilihan yaitu bisa face unlock atau dengan finger print. Ini berguna saat tangan keringatan atau basah. Face Unlock bisa berguna sekali seperti orang lapangan seperti saya.

 

Secara pribadi saya menyukai konsep dari Finger Print di samping dibandingkan finger print under display. Ini membuat ponsel bisa dipakai perlindungan tambahan dari Tempered Glass.

 

Kemudian untuk mendukung kenyamanan dan kemudahan penggunaan smartphone dalam satu genggaman, Zenfone 9 dilengkapi dengan tombol multifungsi Zen Touch pada satu bagian sisi kanannya. Melalui tombol ini, satu sentuhan untuk membuka sensor sidik jari, menggesekkan ibu jari ke atas atau ke bawah, atau mengetuk dua kali untuk mengakses berbagai fungsi seperti beralih dari suara ke teks, membuka notifikasi, menelusur halaman internet, dan lainnya.

 

Ini konsep yang unik karena beda dari ponsel lainnya yang hanya digunakan untuk mematikan dan menghidupkan ponsel. Zen Touch bagi saya tergolong unik, dan saya akui di segmen ini ASUS cerdik memanfaatkan celah buat berinovasi.

 

Performa Gahar Berkat Chipset Terbaru

Pengalaman saya menggunakan ponsel ASUS sebelumnya. Produk Zenfone memang terkenal andal sejak dalam memanajemen baterai dan kamera. Tampilannya juga cantik yang memberikan kesan premium buat yang menggunakannya.

 

Hasil pengujian dengan Aplikasi AnTuTu, didapatkan benchmarknya tembus di atas 1 jutaan, jelas ini sangat bertenaga. Saya menyebutnya dengan istilah: kecil-kecil cabe rawit. Ada banyak ponsel besar lainnya namun sulit mendapatkan skor sebesar yang dihasilkan Zenfone 9.

 

Memang ASUS Zenfone 9 pakai prosesor apa sih?

Ia menggunakan prosesor terbaru dari Snapdragon 8+ Gen 1 mobile platform. Kemampuan chipset mampu berjalan hingga 3,2 Ghz. Kemudian CPU dan GPU 10% lebih cepat dan performa 20% lebih baik per watt berkat dukungan mesin AI di dalam prosesor dan teknologi rendering volumetrik.

Teknologi memungkinkan 8+ Gen 1 mampu menangkap rekaman HDR 8K, Bokeh Engine untuk video, sensor kamera hingga 200MP, modem X65 5G berkualitas tinggi dan keamanan perangkat bawaan dari Qualcomm Secure.

 

Kalo performa gahar pasti cepat paham?

Tahan dulu ucapannya, sebab ASUS sudah belajar karena Zenfone sebelumnya sering dibilang sebagai ponsel setrika. Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan teknologi vapor chamber sebagai pengganti heat pipes.  Selain itu juga ada heat spreader canggih dengan tembaga, lembaran grafit dan pasta termal. 

Meskipun Zenfone 9 adalah ponsel segmen bisnis. Namun ASUS tetap menyertakan Game Genie sehingga layaknya ROG versi Slim. Aplikasi Game Genie ini jadi pengaturan dalam bermain game sesuai dengan settingan. Caranya cukup swipe bagian kiri atas dan Game Genie aktif.

 

Jepretan Ciamik Zenfone 9 dari Keindahan Kota Sabang

Selama ini saya termasuk orang yang sering menjepret khususnya panorama alam. Ada banyak foto panorama alam yang ada di galeri ponsel. Keindahan alam rasanya bisa dinikmati oleh siapa saja. Serta ada kenangan di setiap gambar tersebut.

 

Apa saja yang ingin dijepret di Sabang?

Ada keindahan lain yang tersembunyi, mulai dari keindahan pantai, air terjun, gunung berapi hingga objek peninggalan jepang yang telah menjadi icon di Pulau Weh.  Zenfone 9 punya kamera yang sangat baik karena menampilkan sistem kamera ganda yang diupgrade optimal dengan Sony ® IMX 766 .

Kamera utama 50 MP yang menampilkan 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilizer baru, electronic image stabilization (EIS) dan teknologi auto fokus ultra cepat untuk foto dan video yang tajam dan bebas guncangan.


Umumnya ponsel hanya bagus saat mengambil video, namun di ASUS Zenfone 9. Kualitas gambar yang diambil saat bergerak juga minim noise dan sangat stabil. Terutama saat EIS-nya aktif digunakan.

Disematkan pula kamera ultrawide 12 MP IMX 363, dan kamera depan 12 MP IMX 663 punch-hole untuk selfie dan video chat yang jernih. Uniknya, karena kamera Ultra-Wide dan Macro digabung dalam satu frame sehingga hanya ada dua kamera.

 

Daya Dukung Baterai yang Optimal

Untuk baterai, jangan khawatir, dengan baterai 4300 mAh yang diupgrade dan komponen hemat daya, Zenfone 9 bertahan lebih lama dari sebelumnya. Dia mengisi daya dengan cepat juga, berkat adaptor HyperCharge 30 watt yang kuat dan teknologi pengisian cepat. Pada saat pengisian daya yang dilakukan dari 30% untuk mencapai 100% butuh waktu 1 jam 30 menit.

 

Ada sistem yang menurut saya keren di ASUS Zenfone 9, yaitu sistem Battery Care. Ini bisa mengatur kepenuhan daya baterai misalnya hanya 80% saja agar lebih awet. Kontrol ini dianggap lebih fleksibel terutama buat yang biasa tinggal tidur atau kelupaan hape saat mencharger.

 

Saya termasuk orang yang tidak punya powerbank, yang saya lakukan adalah setelah bangun tidur adalah menyempatkan diri mengisi daya ponsel dari sisa kemarin ke posisi full. Jadi selama harian yang saya bawa adalah ponsel, sedangkan charger ditinggalkan di rumah.

 

Apakah saya khawatir, jelas tidak. Karena saya yakin dengan ponsel yang bisa memanajemen daya hingga pulang. Cocok dengan daily driver diajak beraktivitas dari pagi hingga petang. Say good bye powerbank dan colokan, kamu cukup duduk manis di rumah saja.

 

Lalu Tampilan Zen UI yang Minimalis yang mengedepankan minimalis dan tentunya clean jauh dari bloatware. Harus menyerupai Android Stock. Kini tinggal bagaimana pemilihnya memilih kombinasi yang ia inginkan. Update yang bisa 2 kali hingga ke Android 14. Bahkan bisa lebih dari itu. Ini membuat daya baterai yang digunakan jadi lebih efisien

Untuk mengurangi bottleneck, smartphone ini juga dibekali LPDDR5 RAM hingga 16 GB dan penyimpanan hingga 256GB, sehingga kecepatan menjalankan program dan menyimpan file pun lebih baik dan lebih luas. Ada banyak foto yang harus saya ambil nantinya. Foto lapangan, foto di laboratorium dan tentunya foto wisuda. Siapa sih yang tak senang hasil gambar yang dihasilkan sangat optimal dan tentunya bejibun.

 

ASUS menyematkan One Hand UI pada Zenfone 9. Ada dua pilihan yang bisa digunakan yaitu yang pertama ada Edge Tool dan Back Doubel Tab. Buat Edge tool ini berguna sekali untuk shortcut aplikasi yang paling sering dibuka. Tinggal Swipe ke kanan saja, akan muncul shortcut yang diinginkan.

Lalu ada Back Double Tab, ini berguna melakukan aksi seperti screenshort, membuka kamera, melakukan flashlight hingga mengaktifkan Google Assistant. Caranya cukup dengan ketuk dua kali pada bagian belakang back cover ponsel. Aplikasi yang diatur akan melakukan tugasnya.

 

Kualitas Suara nan Menggelegar dan Ketersediaan Audio Jack

ASUS Zenfone 9 punya dual stereo speaker yang dirancang dengan bantuan ahli audio dari Dirac untuk menghasilkan keluaran suara yang baik dan berkualitas. Buat saya yang suka dengerin musik Spotify dan Soudcloud jelas senang. Tak harus pakai earphone lagi karena suaranya kontras bahkan di outdoor.

Ada dukungan teknologi OZO audio, kita bisa menikmati rekaman suara yang jernih dan berkualitas tinggi dengan fitur 3D surround-sound dan wind-noise reduction. Saya sangat membutuhkan ini dalam hal wawancara, lokasinya jelas di lapangan ada banyak kegaduhan dan tentu saja angin. Itu semua bisa diredam dengan Audio Effect: Wind Noice Reduction.  Sehingga kualitas video yang dihasilkan jadi sangat optimal.

 

Audio jack yang masih ada, ini sih legenda karena umumnya ponsel saat ini sudah tak menggunakan audio jack. Seakan Zenfone 9 menghadirkan ponsel klasik yang compact dan tentunya masih ada audio jack di era ponsel yang sudah berlayar besar dan tak ada audio jack.

Flagship yang punya audio jack di saat yang lain sudah pada menghilangkannya dan ASUS malah menghadirkannya. Letak posisinya pun bagus yaitu berada di bagian atas ponsel, jadi yang masih suka pakai earphone kabel. Talinya ngga bakal gampang tertarik dan bikin rusak.

 

Kalian pasti pernah merasakan pasti ngetik sering typo bukan?

Bagaimana bila itu ngetiknya buat atasan atau bahkan dosen?  Jelas jadi masalah besar, Zenfone 9 punya haptic feedback yang akurat dan minim typo. Syukurlah

 

ASUS Zenfone 9 mendukung fitur 5G yang lebih cepat dari 4G. Ini penting sekali untuk kondisi internet yang tak stabil di Pulau Weh. Ada banyak Blind Spot jadi gangguan, bentuk Pulau Weh yang banyak pegunungan menghambat jaringan dan sinyal.

 

ASUS yang hadir dengan konektivitas yang baik mampu menghadirkan sinyal hingga lokasi terpencil sekalipun. Apalagi dengan dukungan WiFi 6E, kecepatan internet akan semakin cepat. Dengan koneksi yang cepat, dalam bekerja secara remote.

  

Kesimpulan Akhir

Berbagai pengalaman saya di lapangan selama penelitian ada banyak suka dan duka. Tentu saja kehadiran dari Zenfone 9 memberikan cerita baru. Berawal dari penelitian berakhir dengan kisah dan momen tak terlupakan dari si Zenfone 9.

 

Ia seakan mampu memikul segala tanggung jawab, ini baginya adalah pekerjaan remeh temeh yang bisa mudah dilakukan. Perangkat lainnya sebaiknya di rumah saja, kini giliran Zenfone 9 yang menunjukkan tajinya.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer