Saturday, December 31, 2022

Membangun Mimpi Anak-Anak Pelosok Melalui Pustaka Kampung Impian


Tanggal 26 Desember selalu jadi hari yang krusial di Aceh. Peristiwa dahsyat 18 tahun silam rasanya berjalan begitu cepat. Kenangan itu menjadi salah satu pil pahit yang menimpa Aceh kala itu, pesisir Aceh porak-poranda yang hanya menyisakan harapan setelah.

 

Hari itu pun saya pun mencoba datang ke sejumlah tempat yang punya nilai historis Gempa Bumi dan Tsunami. Satu tempat yang saya pilih itulah adalah kuburan massal Ulee Lheu, lokasi ini jadi saksi biru kedahsyatan tsunami. Ada begitu banyak korban yang disemayamkan di sana, dan hari itu juga ada banyak keluarga peziarah yang berdatangan.

 

Dua hari sebelumnya saya sudah membuat janji penting. Beliau menyanggupi sehari setelah peringatan Tsunami. Pertemuan ini spesial karena dedikasi besarnya pada Aceh, seorang wanita tangguh berdarah Bugis. Mencoba peruntungannya ke Aceh dalam mewujudkan mimpi anak-anak pelosok dan terdampak bencana.

 

Desa beliau yang diami pun tak jauh dari bibir pantai Banda Aceh dan lokasi yang saya datangi untuk berziarah kuburan massal Ulee Lheu. Bahkan bisa dikatakan, lokasi tersebut jadi daerah yang paling tinggi hempasan gelombang tsunami. Nama kampung itu bernama Lam Lumpu, Kecamatan Peukan Bada.

 

Pasca 18 tahun setelah bencana dahsyat tersebut, Desa Lam Lumpu berbenah, kini telah didiami lebih dari 1100 kepala keluarga. Denyut nadi ekonomi mulai tumbuh, seakan bencana dahsyat tersebut telah hilang, hanya menyisakan ingatan mereka yang selamat.

 

Lokasi itu yang saya datang, sesuai dengan janji ke sebuah tempat belajar dan sekretariat bernama Rumah Relawan Remaja (3R). Nama yang tak asing di dunia relawan dalam mendedikasi sumber daya pada bidang pendidikan. Meskipun begitu, ini jadi pertama kalinya saya menjejakkan kaki di sana.

 

Memasuki sebuah gang sempit dan terlihat jelas sebuah bangunan 3 lantai yang terbuat dari kayu furnitur. Setiap bagiannya diberikan hiasan warna-warna, sekretariat 3R tertera tulisan: Rumah Baca. Pada lantai pertama berupa dapur besar dan ruang makan, ini menjadi tempat diskusi santai.

 

Selanjutnya di lantai dua, merupakan ruangan khusus yang diperuntukkan untuk proses belajar, berkarya hingga berdiskusi. Sedangkan lantai 3 diperuntukkan ruang tidur para anak-anak muda yang mengikuti camp.

 

Sekretariat 3R sangat hidup dengan sejumlah buku berbagai segmen usia. Pengunjung juga dimanjakan dengan Majalah Dinding karya anak-anak kampung impian. Saya yang datang ke sana, pertama sekali terperanjat dengan sejumlah karya yang terpampang di sana.

Setiap dinding dipenuhi dengan berbagai ornamen seni, bahan baku yang digunakan umumnya dari bahan daur ulang yang tak terpakai. Konsep daur seakan memberikan kesan hidup dan berkonsep open house.

 

Cuaca siang itu cukup terik, namun di bangunan 3R saya tak merasakan hawa panas. Bahkan yang terlihat wajah serius relawan dalam mempersiapkan proyek. Tergambar wajah serius dan tidak lelah hingga akhirnya saya melihat seorang wanita yang menyapa saya. Beliaulah Kak Rahmiana Rahman.

 

Pertemuan dengan Penggagas Pustaka Impian

Pada sekretariat Rumah Relawan Remaja, akhirnya saya bertemu dengan Kak Rahmi untuk pertama kalinya. Memang bukan pertemuan pertama, karena kami dulunya sempat berada dalam salah satu wadah menulis.

 

Saat pertemuan tersebut, Kak Rahmi sedang bersama sejumlah anak menciptakan produk berbahan sampah dengan teknik Ecobrick. Di ruangan tersebut terdapat sejumlah anak-anak muda yang sedang sibuk akan proyek besar. 3R sedang merencanakan pelaksanaan Festival Pustaka Kampung yang berlangsung awal Bulan Januari 2023.

 

Kak Rahmi bercerita bahwa kegiatan Festival Pustaka Kampung apresiasi hasil karya anak-anak Pustaka Kampung Impian. Desa tersebut telah berdiri Pustaka Kampung Impian dari Gerakan 3R lakukan. Sejumlah Desa tersebut adalah Bah dan Serempah (Kab. Aceh Tengah), Lapeng (Pulo Aceh, Aceh Besar), Baling Karang (Kab. Aceh Tamiang) dan Alue Keujreun Dusun Sarah Baru (Kab. Aceh Selatan).

 

Susunan acara di Festival Pustaka Kampung Impian menampilkan pameran karya, ragam perlombaan dan pertunjukan. Ada banyak karya dipamerkan berupa seni kriya, tulisan, gambar, dan karya lainnya yang dibuat oleh anak-anak di beberapa desa lokasi Pustaka Kampung Impian. Tak hanya melibatkan anak-anak desa Pustaka Kampung Impian, tapi dibuka kesempatan bagi anak-anak secara umum untuk bisa berpartisipasi.

 

Ragam lomba yang akan dilangsungkan di antaranya story telling, review buku, menulis cerita, dan mewarnai. Beberapa komunitas lainnya juga ambil bagian dalam memeriahkan kegiatan yang akan berlangsung selama dua hari tersebut.


Awal Mula Berkecimpung di Dunia Relawan

Sadar akan tugas relawan berat, Kak Rahmi sudah punya segala permasalahan di daerah pelosok. Salah satunya mereka kurang terekspos secara jelas. Sosial media jadi media yang membantu memperkenalkan anak-anak di daerah terluar belajar, bermain, dan berinteraksi dengan alam.

 

Mereka masih asing dengan gawai dan kedatangan orang asing menjadi pemantik semangat mereka. Di setiap mata mereka secercah harapan yaitu haus akan ilmu pengetahuan, inilah melahirkan sejumlah program yang dikembangkan Kak Mia.

 

Program pertama yaitu Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi) yang memfokuskan berbagi kebaikan pada sekitar. Melahirkan berbagai SIGi di sejumlah daerah di Indonesia. Kak Rahmi tak berhenti di situ saja, ada banyak yang dieksplorasi lagi.

 

Di Aceh punya kesamaan dengan di Makassar, sama-sama punya laut yang indah dan gugus pulau. Di sejumlah pulau terluar khususnya di Aceh ada banyak desa (Gampong) yang belum terjamah dengan pendidikan. Bahkan di daerah Kotamadya Banda Aceh tepatnya di Peukan Bada, masih banyak anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan layak.

 

Hingga akhirnya beliau mendirikan The Floating School (TFS) yang mana di Aceh menjadi cabang program kedua. Beliau sendiri mengatakan bahwa TFS Aceh dibentuk sebagai akses memberikan pendidikan ke seluruh anak-anak di daerah terluar.

 

Wilayah ini dipilih karena ada banyak anak-anak yang putus sekolah, keterbatasan ini membuat TFS memilih desa tersebut dalam pengembangan pengetahuan anak di sana. Harapan itu semakin berkembang dengan eksisnya program Pustaka Kampung Impian. Tak hanya mengajar namun memberikan buku dan menempatkan relawan pustakawan untuk mengabdi di sana.

 

Total telah ada sebanyak lima Pustaka Kampung Impian yang berdiri. Mulai dari yang terdekat di Klieng Cot Aron, Aceh Besar hingga yang terjauh di pedalaman Baling Karang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang.


Jatuh Hati dan Berdedikasi Penuh di Dunia Relawan

Perkenalan pada dunia relawan Kak Rahmi dimulai sejak remaja, aktif dibanyak kegiatan di luar kampus. Kecintaan pada organisasi pecinta alam seakan punya korelasi besar pada hal tersebut. Dunia inilah yang mempertemukan Kak Rahmi dengan Bang Romi, sedari membangun cita-cita mereka mencerdaskan anak-anak di pelosok. 

Pertemuan di tahun 2017 tersebut, membuat Kak Rahmi menetap di Aceh. Membangun keluarga kecil yang jadi cikal-bakal pusat aktivitas komunitas Rumah Relawan Remaja (3R).  Nama 3R dipilih sebagai harapan komunitas itu menjadi rumah bersama para pemuda. Hingga kini sekitar 300 pemuda dan mahasiswa telah menjadi relawan dalam banyak program 3R.

 

Di rumah beliau yang berlokasi di Desa Lam Lumpu, Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi tersebut disulap sedemikian rupa menjadi perpustakaan dan tempat belajar anak-anak sekitar. Segudang visi besar dalam membagikan pengetahuannya terhadap dunia edukasi. Selaras dengan pendidikan Magister pendidikan yang diselesai di Universitas Negeri Makassar.

 

Menjadi relawan di Aceh masih terdengar asing, semangat mengabdi di kalangan milenial seakan tergerus oleh zaman. Segala perjuangan pasti akan membuahkan hasil, kisah Cut Nyak Dhien dulu melawan penjajah bersama Teuku Umar seakan menjadi bentuk perjuangan tanpa pamrih menjaga negeri.

 

Kini semangat perjuangan bergeser dari arah melawan penjajah ke dalam bentuk melawan ketidaktahuan dan pemerataan pendidikan. Pemerintah sering sekali kurang memperhatikan hidup masyarakat pelosok dan terluar dari NKRI. Bang Romi dan Kak Rahmi punya inisiasi besar dalam hal menginisiasikan semangat dalam mendidik anak-anak di daerah tersebut.

 

Saya pun mencoba bertanya, mengapa Kak Rahmi mau tinggal dan berkeluarga. Apalagi Aceh kala itu baru sembuh dari dua kejadian besar. Pertama konflik berkepanjangan yang membuat orang Aceh sedikit menutup diri dengan pendatang. Serta Gempa Bumi dan Tsunami di 2004, secara sarana dan prasarana hancur lebih. Berbeda jauh dengan tempat beliau lahir di Makassar.

 

Perlahan-lahan beliau menjawab, masalah lokasi dan letak bukan kendala. Di Sulawesi Selatan pun, beliau sudah memberdayakan lokasi yang jauh dan kecintaan pada alam serta relawan. Seakan dimensi letak bukan jadi kendala.

 

Hingga akhirnya di Aceh beliau bertemu dengan jodoh yaitu Romi Saputra yang punya minat kuat di dunia relawan. Kolaborasi dengan beliau ibarat saling mengisi satu sama lain, Kak Rahmi cekatan dalam deal dan negoisiasi di organisasi sedangkan Bang Romi punya kecekatan dalam bekerja dan menghimpun relawan untuk bergerak bersama.

 

Rumah Relawan Remaja, Wadah Lahirnya Ide Pustaka Kampung Impian

Rumah Relawan Remaja (3R) adalah komunitas perdamaian yang bekerja untuk kemanusiaan. Komunitas ini didirikan pada tahun 2013, awal mulanya Perdana Romi Saputra yaitu Suami Kak Rami. 3R bukan hanya sekadar komunitas dengan berbagai program sosial, tapi menanamkan hidup sederhana dalam komunitas yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan relawan dunia yang bisa belajar ke arah kehidupan yang adil dan damai.

Pada 3R para relawan diajarkan yang bekerja dengan cinta, kerja bersama bukan bekerja secara individu, konflik, menjadi mitra dan kemampuan mengorbankan diri sendiri (self-denial). Pada lima poin penting inilah membuat siapa saja yang ada di 3R tampil solid karena seakan terpupuknya nilai kekeluargaan. Bang Romi pun menjelaskan satu persatu poin penting 3R tersebut dengan gamblang.

 

Pertama, di 3R memupuk cinta dalam menentukan passion, segala sesuatu yang lahir dari cinta dan passion akan mudah dijalani. Begitu pun ketika menjadi relawan atas dasar cinta, maka berbagai hal dilakukan dengan ringan hati.

 

Kedua, bekerja secara kelompok, karena tujuan yang diemban oleh relawan sama. Bekerja secara kelompok akan indah saat hasil yang didapatkan optimal. Sedangkan saat tak sesuai harapan, akan timbul rasa saling menyalahkan. Layaknya sapu lidi yang dikumpulkan dari ikatan lidi-lidi, bisa menyapu halaman yang penuh dengan dedaunan.

 

Ketiga, melakukan manajemen konflik, selama proses camp dan turun ke lokasi. Setiap peserta akan menghadirkan konflik dan perseteruan. Ini wajar terjadi karena relawan berangkat dari beragam latar belakang. Oleh karena itu, relawan perlu belajar menganalisis manajemen konflik sehingga menjadikan konflik bukan sebagai masalah tapi i media belajar untuk rekonsiliasi konflik. Proses pendewasaan diri pun akan muncul seiring dengan kemampuan manajemen konflik yang baik.

 

Keempat, melakukan kolaborasi karena setiap orang punya keahlian masing-masing. Kolaborasi dan kemitraan membuat kita bisa memecahkan masalah yang kompleks. Itu semua yang terlibat punya kartu AS yang siap dikeluarkan kapan saja.

 

Terakhir, relawan harus memiliki kemampuan untuk mengorbankan diri sendiri (self-denial). Kemampuan ini perlu karena memang relawan bekerja untuk kemanusiaan, bekerja untuk orang lain bukan untuk diri sendiri. Pengorbanan diri akan menanamkan kemauan lebih dalam dan lebih ikhlas dalam berbuat. Nantinya, semesta yang membalas atas jerih payah yang telah dilakukan.

 

Memberdaya Budaya Membaca dan Kesederhanaan Sejak Dini

Sebagai seorang ibu, jelas Kak Rahmi dituntun untuk multi tasking dalam banyak hal. Mengurusi segala kebutuhan teknis dan non teknis berkaitan dengan Pustaka Kampung Impian. Tanpa melupakan dua buah hatinya.

 

Beliau pun mengajarkan sejak dini buah hatinya dengan bersahabat dengan alam, membaca, dan tentunya berkarya. Saat Kak Rahmi sedang sibuk mengurusi proses Ecobrick serta menidurkan si Kecil. Saya pun ditemani Salam, anak tertua dari Kak Rahmi.

 

Ia punya perbendaharaan kata yang sangat banyak meskipun belum genap 5 tahun. Ia mengajak saya mengeksplorasi setiap sudut sekretariat 3R. Memperlihatkan karya-karya anak kampun impian hingga akhirnya meminta permintaan sulit yaitu Menggambar.

 

Bang… Gambar Kereta Api Listrik Jepang..!!

Bang… Gambar Mobil Balap…!!!

 

Satu jam bersama Salam akhirnya saya banyak belajar, tumbuh kembang dan karakter anak bisa dibentuk sejak dini. Kebiasaan membaca dan berkarya jadi cerminan anak-anak dalam mengeksplorasi daya pikir dan imajinasinya. Ini jadi modal berharga di usia dewasanya kelak.

 

Kak Rahmi juga sering bercerita pada anak-anaknya sebelum tidur. Cerita yang ia dapatkan dari beragam buku yang dibeli di toko buku. Tak berhenti di situ saja, di kanal Youtube miliknya, beliau berbagai review buku pada sejumlah pegunjung. Buku-buku tersebut bisa jadi referensi para ibu lainnya dalam membeli buku.

Sama halnya dengan anak-anak yang hidup di pelosok dan terpencil negeri. Mereka punya segudang kemampuan, hanya saja media belajar yang terbatas seakan tak bisa mengeluarkan potensi terbaiknya.

 

Kak Rahmi juga mengajarkan nilai kesederhanaan dan rasa syukur. Untuk bisa masuk ke masyarakat dibutuhkan nilai kesederhanaan yang tulus. Mereka seakan yakin atas niat tulus kita dalam membangun negeri. Visi inilah yang membuat Pustaka Kampung Impian bisa menjangkau hingga ke pelosok Aceh.

 

Berbagai Kebaikan Melalui Sosial Media

Selain sebagai pegiat literasi, Kak Rahmi juga tergolong pegiat sosial media. Setiap kegiatannya berkaitan dengan 3R selalu beliau bagikan di sosial media. Ini seakan mendorong anak muda lainnya tertarik mengetahui kegiatan yang beliau lakukan.

 

Tak hanya yang berkaitan dengan Pustaka Kampung Impian saja. Ada pengalaman mengolah botol dan plastik menjadi barang berharga, mengelola kebun organik, hingga hunting buku terbaru di toko buku. Beliau sadar bahwa generasi milenial dan di bawahnya akan termotivasi atas nilai positif yang kita bagikan.

Pertama mereka penasaran, lalu tertarik, dan kemudian jadi bagian dalam kegiatan yang beliau laksanakan. Saya termasuk salah satunya yang tertarik dalam program yang dulunya bernama The Floating School.

 

Pengalaman bisa ke salah satu pulau terpencil di Aceh. Pulo Aceh menawarkan tantangan dan pariwisata, beliau mengemasnya dalam program mengajar buat anak muda yang ingin menyalurkan ilmunya. Relawan senang dan anak-anak mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya belum mereka tahu.

 

Sosial media juga beliau gunakan dalam membagikan perkembangan sang buah hati. Beliau bercerita banyak kepada saya tentang parenting kedua buah hatinya. Sejak dini mereka ditanamkan nilai kejujuran, kesederhanaan, keingintahuan, dan eksplorasi diri. Ini jadi modal sang anak saat besar, saat banyak orang tua kini yang mengedepankan nilai individualis dan kapitalis.

 

Mimpi Berdirinya Pustaka Kampung Impian

Berdirinya Pustaka Kampung Impian di lima lokasi tersebut tentunya tidak bisa dilaksanakan Kak Rahmi dan Bang Romi semata. Butuh banyak tangan-tangan yang peduli yang bisa mendonasikan, menyalurkan, dan mengajarkan.

 

Wadah 3R jadi kesempatan para relawan turut serta dalam Rekrutmen Relawan Pustaka Kampung Impian. Menjadi guru impian dalam kelas edukatif dan interaktif. Persyaratannya tidaklah sulit, pustakawan yang terpilih cukup berkomitmen, menyukai dunia pendidikan, peduli pada anak-anak dan belum berkeluarga.

 

Nantinya selama setahun, pustakawan pilihan akan ditempatkan di lokasi pustakawan yang ada di Aceh. Makin sulit medan penempatannya, jelas membuat pustakawan bisa menularkan pengalaman setahunnya saat kembali ke masyarakat.

 

Penulis juga sempat mewawancarai pustakawan yang telah bertugas, mereka bercerita banyak bahwa setahun itu terasa spesial. Mulai dari perjalanan menuju desa tempat Pustaka Impian berdiri, berbaur dengan masyarakat sekitar, hingga bertemu anak-anak kampung di sana.

 

Mereka mengajarkan banyak hal dan semangat apa anak-anak di sana. Mulai dari mengajarkan membaca, menggambar, hingga pidato. Pustakawan juga mengajarkan pada anak-anak bahwasanya:

 

Proses belajar mengajar tak harus di dalam kelas saja tapi juga di alam terbuka

 

Para pustakawan nantinya akan membentuk sejumlah kelas, mulai dari kelas Membaca Dasar, Membaca Lanjut, Menulis, Kesenian Tradisional, Prakarya, dan Kelas Fotografi. Selain kelas untuk anak-anak, para pemuda-pemudi diperuntukkan pada kelas fotografi dan menjahit serta kelas bersama ibu-ibu.

 

Jendala Dunia Bernama Pustaka

Di zaman serba digital nyatanya kita tak bisa membendung arus globalisasi informasi. Segudang informasi yang didapatkan di perangkat digital bersifat semu dan menjebak. Ada banyak bias informasi yang menyesatkan dan yang paling rentan adalah orang tua dan anak-anak.

 

Pustaka menjadi filter dalam menahan ketidakbenaran informasi, meskipun banyak yang beranggapan pustaka ketinggalan. Namun anggapan itu salah besar, di pustaka jadi jendela meluruskan informasi dan menyatukan pengetahuan. Dunia digital yang dinilai terlalu komersial membuat proses belajar tidak sefokus pustaka.

 

Inilah yang menginisiasikan lahirnya pustaka. Di daerah pedalaman, anak-anak mulai tergoda dengan game online atau berbagai hiburan yang belum layak ia konsumsi. Kehadiran pustaka juga menghapus kegundahan para ibu atas anak mereka.Serta sangat berguna selama pandemi, anak-anak bisa mengisi waktu kosong selama masa sekolah daring berlangsung lama.

 

Pada 3R tak ingin kegiatannya disusupi oleh tujuan politisasi atau embel-embel kegiatan mereka. Murni yang dilakukan untuk membantu anak-anak yang hidup di pelosok. Mereka yang polos dan tak tahu apa-apa jadi media politik orang tak bertanggung jawab. Inilah yang selalu dijaga oleh 3R.

 

Kehadiran Pustaka Kampung Impian

Membaca buku jadi gudang sumber ilmu pengetahuan, hanya saja tak semua orang bisa mengakses buku yang baik meskipun kini telah berkembang pesat akses informasi. Bagi masyarakat pedalaman, semua itu dan tersentuh.

Ada sejumlah wilayah terluar dan terpencil di Aceh yang masih merasakan itu semua. Anak-anak sangat kesulitan untuk bisa mendapatkan pengetahuan. Angka lanjut sekolah serupa, letak sekolah jauh, akses transportasi sulit hingga tentu saja buku. Bermain dengan alam atau membantu orang tua bekerja adalah opsi, sedangkan mengejar pendidikan harus merantau ke kota besar.

 

Pustaka Kampung Impian merupakan salah satu program belajar alternatif Rumah Relawan Remaja (3R). Program ini dilaksanakan sejak tahun 2016 di berbagai desa terpencil dan terdampak bencana, total kini telah ada sebanyak 5 desa yang menjadi penerima buku dari 3R dalam mewujudkan kampung impian.

 

Pada kelima desa tersebut, jelas akses ke sana sangatlah sulit. Pertama ada Desa Bah dan Serempah Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. Desa ini hampir sedekade silam pernah diguncang gempa hebat. Dampaknya adalah kedua kampung itu sampai harus direlokasi oleh Pemda setempat.

 

Efek paling terasa adalah banyak sekolah yang rusak, kehadiran Pustaka Kampung Impian pada dua desa tersebut ibarat Oase di padang pasir. Memberikan secercah harapan baru dan juga menghilangkan traumatik korban pasca gempa. Buku-buku sumbang jadi modal berharga anak-anak belajar menggapai impian tersebut.

 

Lokasi kedua kemudian bergeser ke Baling Karang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang. Berdiri sebuah bangunan rumah panggung dengan ornamen dan corak warna-warni. Lokasi inilah yang menjadi lokasi Pustaka Kampung Impian anak-anak setempat. Makin terlihat indah saat menghadap ke arah Pantai Baling Karang yang mengalir deras Sungai Tamiang.

 

Pantai Barat Aceh pun tak ketinggalan berdiri Pustaka Kampung Impian, Berlokasi di Dusun Sarah, Desa Alue Keujruen, Kemukiman Manggamat, Aceh Selatan. Meskipun berada di tengah rimba, akses yang bisa menembus dusun tersebut hanya menggunakan perahu yang hilir mudik di aliran Sungai Kluet.

 

Perjalanan pustakawan ke sana sangat sulit, meskipun jarak lurusnya hanya 11 mil dari Kota Tapak Tuan, tak ada akses lainnya selain menggunakan perahu motor. Perjalanan bisa memakan waktu 2 sampai dengan 3 jam, melawan arus Sungai Kluet untuk mengantarkan buku-buku ke pustaka di sana.

 

Dan dua terakhir berada di Aceh Besar, pertama adalah Pustaka Kampung Impian di Klieng Cot Aron, Kabupaten Aceh Besar. Menjadi lokasi Pustaka Kampung Impian yang paling mudah dijangkau dan terletak tak jauh dari sekretariat 3R. Saat proses peresmian, penulis termasuk salah satu orang yang hadir dan melihat sebuah Pustaka Kampung buat anak-anak sekitar.

 

Terakhir tentunya, Pustaka Kampung Impian di Desa Lapeng, Pulo Aceh, Kab. Aceh Besar. Sebagai salah satu pulau terluar sebelah barat Indonesia, Pulo Aceh jelas sangat tertinggal dalam berbagai hal. Aspek pendidikan jadi fokus utama, ada banyak anak-anak Desa Lapeng yang putus sekolah dan bisa mendapatkan akses pengetahuan.

 

Tahun 2018, sebuah bangunan panggung sederhana akhirnya berdiri di tengah Desa Lapeng. Bangunan ini jadi sebuah wujud pustaka, sesuatu yang didambakan oleh anak-anak setempat. Desa Lapeng pun sebelumnya telah rutin dikunjungi terutama dalam mengajar anak setempat.

Melalui program yang digagas oleh Kak Rahmi terlebih dulu yaitu Program The Floating School (TFS) Aceh merekrut para anak muda dari berbagai lini keahlian untuk ikut serta mengajar dan berbagi inspirasi secara suka rela kepada adik-adik Pulo Aceh dalam dua kelas besar yaitu kelas komputer dan prakarya.

 

Tak berhenti di situ saja, Kak Rahmi bersama 3R membeli tanah di sana dan mendirikan Kebun Impian Lapeng. Sejumlah tumbuhan dan bunga ditanam pada kebun tersebut yang dikelola oleh Pustakawan yang menetap di Pulo Aceh.

Sesekali saat melihat Pustaka Kampung Impian di Desa Lapeng, tentunya tak lupa melihat kebun yang penuh hasil alam hampir mendekati waktu panen. Para Pustakawan yang ditempati di sana bisa menghilangkan jenuh di Pulo Aceh dengan berkebun.

 

Jadi Bagian dari Pustaka Kampung Impian

Kak Rahmi bercerita bahwa siapa saja bisa ambil bagian dalam Pustaka Kampung Impian. Memang untuk persyaratan menjadi pustakawan harus belum berkeluarga. Tapi beliau berkata, itu tidak masalah, ada jalur lainnya yang ditempuh.

 

Bisa dengan jalur donatur, ada begitu banyak orang yang dermawan yang mendonasikan uang atau bukunya untuk diberikan ke anak-anak di pelosok. Nantinya pihak 3R akan membelikan buku yang dianggap sesuai dengan kriteria anak setempat.

 

Bisa juga dengan mendonasikan buku yang sudah dipunya, tentunya ada Sebagian besar orang punya buku bekas. Kak Rahmi dan 3R akan menyeleksi buku atau majalah tersebut untuk nantinya disalurkan. Ada sebagian buku yang ditempatkan di sekretariat 3R. Mulai dari buku anak, majalah pengetahuan populer hingga buku mewarnai.

 

Bila tak mampu jadi bagian dari pustakawan dan donator, jangan berkecil hati. Ada jalur yang lebih gampang. Menjadi bagian dari yang menyalurkan buku-buku ke lokasi Pustaka Kampung Impian. Mulai dari yang terdekat di Klieng Cot Aron, Aceh Besar hingga yang terjauh di pedalaman Baling Karang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang. Makin jauh dan menantang, makin banyak cerita yang bisa kalian bagikan, ujar Kak Mia.

 

Memberdayakan Sampah Menjadi Ecobrick dan Barang Unik

Lokasi 3R berada di Desa Peukan Bada, letaknya yang tak jauh dari pesisir otomatis ada begitu banyak kegiatan yang ada di sana. Salah satu daerah wisata yang ada di sana adalah yang berasal dari Ulee Lheu. Ada banyak aktivitas ekonomi dan pariwisata, produksi sampah jelas sangat berlimpah.

 

Sampah plastik, botol, dan lidi jadi penyumbang terbanyak. Sampah yang banyak inilah yang umumnya dikumpulkan anak-anak sekitar yang kemudian diolah sedemikian rupa menjadi Ecobrick. Kak Rahmi adalah salah satu mentor Ecobrick yang tersertifikasi yang berdomisili di Aceh.

Pengalaman yang beliau miliki tersebut menjadi modal berharga dalam mengajarkan anak setempat bahwa. Sampah Ecobrick bisa menciptakan produk yang bisa digunakan sehari-hari, salah satunya produk yang beliau ciptakan adalah kursi dan meja.

 

Saat penulis tiba di 3R, Kak Rahmi bersama sejumlah anak setempat sedang memasukkan pasti ke dalam botol air mineral berukuran 1,5 Liter. Sampah yang ingin dimasukkan ke dalam botol mineral terlebih dulu dicacah menjadi ukuran kecil agar mudah dipadatkan sampai tak ada lagi ruang kosong di dalamnya. Jumlahnya ditimbang sedemikian rupa hingga bobotnya menyentuh 500 gram.

 

Setelah jadi nantinya, akan menjadi mahakarya yang menarik dengan berbagai corak warna-warni dari plastik bekas. Berbagai sampah lainnya coba diolah selain plastik, Kak Rahmi bercerita saat pengalamannya ke Bali.

 

Ada banyak popok (diaper) yang dihasilkan anak tertua beliau Salam selama di sana. Kak Rahmi tidak membuangnya tapi mengumpulkan dan membawa pulang ke Makassar. Setiba di sana, beliau mengolahnya menjadi benda unik: jadi pot tanaman unik.

 

Prosesnya adalah dengan memisahkan kain pelapis dan gel dari popok yang sudah dibersihkan sebelumnya. Kain pelapis popok itu dikeringkan lalu dicelupkan dalam adonan semen yang tersedia. Popok kemudian dicetak dengan media timba yang diinginkan. Setelah kering dan terbentuk, pot tanaman menggunakan media popok tersebut dihiasi dengan berbagai warna

 

Di sekretariat 3R tak hanya Ecobrick, ada banyak barang bekas yang diolah sedemikian rupa menjadikan menarik. Pot tanaman dan hiasan di dinding sekretariat 3R adalah bukti bahwa barang tak terpakai bisa Kak Rahmi dan anak-anak Camp berdayakan jadi barang berharga.

Kisah inspirasi Kak Rahmi seakan memberikan pengalaman baru, Cut Nyak Dhien era milenial punya tantangan tak kalah besar. Kerja keras beliau selama 5 tahun terakhir di Aceh secara tak langsung terbayar, berbagai program relawan berhasil berjalan dengan optimal. Belum lagi dengan dedikasi beliau bersama suami dalam membantu anak-anak Aceh putus sekolah. Menjadi mereka sebagai penerus bangsa.

 

Mimpi Sederhana Kak Rahmi dan Bang Romi

Saat saya bertanya, apa harapan besar buat anak-anak yang ada di pelosok dan daerah terluar. Saya pun bertanya kembali, apakah ada dari mereka yang sekolah tinggi hingga bisa menggapai perkuliahan ke luar negeri.

 

Kak Rahmi menjawab, mimpi kami sangat sederhana. Dari Gerakan Pustaka Kampung Impian yang 3R bina. Lahir anak-anak yang cinta akan sekolah dan bisa bermanfaat dalam membangun desanya kelak. Tak harus sekolah tinggi hingga ke luar energi. Untuk bisa bersekolah sudah menjadi apresiasi bagi kami.

 

Semuanya pun harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan, rasa ingin tahu, dan berdedikasi tinggi. Nilai-nilai dasar yang kini banyak diabaikan, memang mimpi itu sederhana tapi bagi saya terasa spesial.

 

Cerminan ini tak hanya hadir di desa terpencil namun ditanamkan pada anak-anak kini. Penulis pun tertegun dengan kata-kata tersebut arti sukses yang keduanya impikan.

 

Rahmiana Rahman, Kepingan Penting di Satu Indonesia Award

Penghargaan SIA yang dilaksanakan Astra adalah apresiasi para pejuang negeri dalam berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sebagai seorang yang banyak berkontribusi pada negeri, Kak Rahmi telah dua kali masuk dalam nominasi Satu Indonesia Award tingkat Provinsi yaitu di tahun 2020 dan 2021.

Melihat dedikasi yang telah beliau lakukan di Aceh selama 7 tahun dan lebih sedekade bila terhitung sejak masih di Makassar. Saya merasa beliau layak naik level ke tahapan Satu Indonesia Award tingkat Nasional. Program beliau lakukan bersifat berkelanjutan, di saat ada banyak penerima SIA yang hanya ingin mendapatkan apresiasi dan reward. Kak Rahmi telah menanamkan dalam pekerjaannya niat berbuat ikhlas.

 

Dalam hal ini Kak Rahmi sudah berkontribusi besar tak hanya satu bidang saja yaitu bidang pendidikan dan lingkungan. Gerakan Pustaka Kampung impian wujud pemerataan pendidikan di lima lokasi terpelosok dan terdampak bencana di Aceh.

 

Sedangkan program lingkungan adalah proses pengelolaan sampah sekitar secara terpadu. Sampah plastik dan botol diubah menjadi produk unggulan Ecobrick yang punya nilai seni tinggi. Tak berhenti di situ saja, beliau yang memiliki bayi juga mengubah popok bekas Salam dan Luqna jadi pot. Ada banyak pot di lokasi 3R adalah wujud pengolahan bahan buangan jadi barang berkualitas.

 

Kini segala cita-cita yang selama ini Rahmiana Rahman seakan mulai terwujud, berawal dari kegundahan berbuah jadi inovasi untuk masyarakat sekitar. Astra pun tak salah memilih putra-putri terbaik negeri dalam menyebarkan semangat Astra dalam menginspirasi negeri.

 

Mewujudkan enam pilar utama membangun negeri, Rahmiana Rahman jadi garda paling barat Indonesia membangun Pustaka Impian bagi anak pedesaan. Senyum kini merekah dari wajah anak-anak pustaka kampung impian.

 

Akhir Perjumpaan….

 

Tak terasa 3 jam pembicaraan kami mengenai pustaka kampung impian membawa pada petang hari. Namun saya belum dipersilakan pulang, Bang Romi di dapur sedang sibuk-sibuknya. Beliau membuat gorengan bala-bala dan teh manis.

 

Relawan camp yang ada di sekretariat 3R pun turun dan merapat ke ruang makan. Menikmati gorengan hangat. Saling bercengkerama, membuktikan bahwa semuanya bisa bersatu mewujudkan memberdayakan anak-anak di desa impian.

 

Bang Romi dan para relawan juga bercerita banyak, pendirian 3R dan sejumlah program termasuk di dalamnya adalah bukti kepedulian pada anak-anak di pedalaman dan juga di sekitar sekretariat 3R. Menerima dan terbuka kepada siapa saja yang datang,

 

Beliau sering mendengarkan suara sumbang akan 3R. Namun saat datang ke lokasi dan melihat program telah dilakukan, Banyak yang bersimpatik dan mendukung program yang telah dilakukan sebelumnya.

 

Tak berapa lama kemudian, suara lantunan ayat suci dan beberapa saat setelah berganti dengan suara azan magrib. Saya pun pamit dari sekretariat 3R. 3 jam di sana seakan membuka hati dan wawasan kita, membantu sesama dibutuhkan tekad, tinggal nantinya masyarakat melihat atas apa yang kita perbuat.

 

Nantinya semesta akan membalas semua lelah kita menjadi secercah harapan besar. Akhir kata, semoga tulisan ini menginspirasi. Have a nice days.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad