Pesta politik bernama pemilu jadi ajang besar terutama negara yang menerapkan haluan demokrasi. Memilih pemimpin yang siap membangun negeri selama 5 tahun ke depan. Pesta politik ini tentunya terus berevolusi sering dengan zaman hingga sekarang, berbagai terobosan coba dilakukan dalam menghasilkan pemimpin yang sesuai dengan keinginan rakyat.
Ada banyak kecurangan yang terjadi dalam proses pemilu,
apakah itu politik uang hingga kotak suara yang rusak. Berpengaruh pada salah
calon lainnya, kecurangan ini coba dicegah dengan penerapan pemilu yang
transparan. Ini bisa mengurangi kecurangan dan tentu saja para kontestasi
politik mendapatkan hal yang layak dari kampanye yang sudah ia lakukan
sebelumnya.
Berbagai terobosan dilakukan dengan menghadirkan berbagai
cara dengan pemilu yang jujur dan adil. Peran dan tanggung jawab besar di sini
ada pada Komisi Pemilihan Umum. Berbagai peran KPU dimulai dari kampanye dan
pendidikan pemilih untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi pemilih. Lalu
pelatihan dan sertifikasi bagi petugas pemilihan untuk memastikan bahwa mereka
memahami tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik.
Tak hanya itu saja, KPU bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk LSM, media, dan pemerintah daerah, untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi, dan keamanan dalam pemilihan. Ada banyak hal rawan yang bisa terjadi selama masa pemilu yang relatif lama namun ditentukan dalam hari keramat (hari pemilu).
Tak terkecuali di dalamnya adanya peran teknologi.
Belajar dari pengalaman sejarah pemilu di tanah air, peran teknologi sangat
krusial. KPU terus memanfaatkan
teknologi informasi untuk mempermudah proses registrasi pemilih, pemungutan
suara, dan penghitungan hasil pemilihan. Penerapan aplikasi dan sistem
informasi memungkinkan pemilih untuk mendapatkan informasi secara lebih mudah
dan cepat.
Salah satu yang menjadi wacana di masa depan adalah
penerapan E-Voting, atau electronic voting. Apakah negara kita siap? dan
bagaimana implementasinya di masa depan?
Kenalan sama Konsep Pemilu Kini
Selama ini pemilu yang kita ikuti harus tak jauh sejak awal negara kita memberlakukan pemilu umum di tahun 2004. Memang sebelumnya sudah ada pemilu sejak tahun 1955, hanya saja memilih semua wakil rakyat hingga presiden murni diterapkan di tahun 2004. Selama 20 tahun terakhir, ada banyak perubahan dalam proses pemilihan termasuk teknologi yang terus diterapkan di dalamnya.
Beragam teknologi yang diterapkan mulai dari Sistem
Informasi Pemilu (SIP). Berupa platform berbasis web yang digunakan oleh KPU
untuk menyediakan informasi terkait pemilihan, termasuk daftar pemilih, data
calon, jadwal pemilihan, dan hasil pemilihan. Lalu Sistem Informasi
Penghitungan Suara (Situng), berguna untuk menghitung hasil pemilihan secara
cepat dan transparan. Hasil perhitungan suara akan dihitung secara otomatis.
Urusan aplikasi sudah ada Aplikasi Pantau yang memungkinkan
pengguna untuk memantau proses pemilihan, melaporkan pelanggaran, dan mengakses
informasi terkait pemilihan secara real-time. Serta Sistem Informasi Manajemen
Logistik Pemilu (SIMLOG) untuk manajemen logistik pemilu, termasuk distribusi
surat suara, kotak suara, dan perlengkapan pemilu lainnya ke TPS.
Pada perangkat ada juga mesin pemungutan suara elektronik (EVM). Tujuan utamanya adalah memfasilitasi proses pemungutan suara secara elektronik. Meskipun belum diterapkan secara luas, EVM dapat membantu meningkatkan efisiensi dan akurasi proses pemilihan. Terakhir tentu penggunaan teknologi RFID (Radio-Frequency Identification) dalam melacak kotak suara dan perlengkapan pemilu lainnya, membantu memastikan keamanan dan integritas proses pemilihan.
Tapi proses dalam memilih masih sangat manual untuk era saat ini. Pertama pemilih datang ke TPS untuk mendaftarkan diri ke DPS, selanjutnya mengambil nomor antrean dan saat giliran itu tiba. Kamu bisa memilih, dari sebuah bilik suara yang sempit, kamu memilih dari level DPRK, DPRA, DPD, DPR RI hingga tentu saja Presiden. Ukuran kertas suara sangat besar dan tentu saja
Sudah ada paku tancap yang bisa ada di WC umum sebagai
alat yang digunakan dalam mencoblos pasangan caleg. Setelah siap, kertas suara
dilipat dan kemudian dimasukkan ke dalam kotak suara yang akan dipandu oleh
petugas KPPS. Kini tinggal jari manis yang akan dihiasi dengan tinta ungu
sebagai yang telah memilih.
Pada tahapan ini tak ada teknologi, penerapannya bisa
saja dibutuhkan di masa depan terutama sebagai opsi pemilu berbasis digital
yang dikenal dengan E-Voting. Apakah bangsa kita siap mengimplementasinya?
Hanya waktu yang bisa menjawab.
E-Voting, Masa Depan Pemilihan berbasis Digital
Banyak yang masih bingung bagaimana pemilih bisa memilih calon pilihannya secara elektronik. Mengandalkan perangkat elektronik seperti komputer, tablet, atau mesin pemungutan suara khusus. Penerapannya juga dianggap revolusioner karena bisa mengurangi golput atau bahkan pemilih yang berhalangan hadir. Tenggat waktunya lebih fleksibel dan tentu saja lebih transparan.
Para pemilih dapat memilih secara elektronik melalui
internet, atau menggunakan mesin pemungutan suara elektronik (EVMs) di tempat
pemungutan suara yang telah diprogram untuk menghitung dan menyimpan suara.
Tujuan dari E-Voting adalah untuk meningkatkan efisiensi, keamanan, dan akurasi
proses pemungutan suara serta untuk memfasilitasi partisipasi pemilih.
Namun karena dianggap baru, E-Voting punya kerentanan
jauh lebih besar dibandingkan dengan pemilu konvensional sekalipun. Dunia
digital tentunya sangat rentan dalam hal kejahatan siber. Akan sangat berbahaya
sebuah pemilu yang menjadi penentuan masa depan sebuah bangsa bisa
diobrak-abrik oleh para peretas. Inilah alasan yang membuat E-Voting jadi
kendala besar dalam penerapannya.
Meskipun V-Eoting menawarkan potensi untuk memperbaiki
proses pemilihan, ada berbagai masalah yang terkait dengan keamanan,
integritas, dan keandalan sistem E-Voting. Beberapa kekhawatiran meliputi
potensi untuk serangan siber, manipulasi suara elektronik, serta masalah
keandalan dan privasi. Oleh karena itu, implementasi E-Voting sering kali
memerlukan standar keamanan yang tinggi dan pengawasan yang ketat untuk
memastikan integritas dan keabsahan hasil pemilihan.
E-Voting dan Implementasinya di Sejumlah Negara
Meskipun masih banyak diragukan, ada sejumlah negara yang
sudah menerapkan E-Voting bahkan jauh-jauh hari. Bahkan bisa dikatakan sebagai
pionir dalam hal evolusi ini. Negara yang paling pertama yang berani menerapkan
konsep ini hadir pada negara kecil di Eropa Timur, Estonia. Mereka
memperkenalkan sistem E-Voting pada tahun 2005 dan sejak itu telah
menggunakannya dalam pemilihan umum dan pemilihan lokal.
Estonia juga dikenal sebagai negara yang punya penetrasi internet dan keamanan siber terbaik di dunia. Mereka mencoba menerapkan E-Voting negara dan hasilnya sangat memuaskan karena masyarakat bisa fleksibel dalam memilih.
Ini juga membuat negara kecil lainnya di Eropa, Swiss
mencoba hal serupa. Penerapan E-Voting saat penting terutama sekali buat warga
Swiss yang tinggal di luar negeri. Pemilihan yang berlangsung setiap tahun
tersebut nyatanya membuat E-Voting adalah pilihan jitu.
Meskipun begitu, ada negara yang awalnya menerapkan
konsep E-Voting namun beralih kembali dengan cara pemilu konvensional. Itu
terjadi di Belanda yang sudah menerapkan hingga tahun 2007. Namun setelahnya
kembali dengan cara konvensional karena kekhawatiran tentang keamanan dan
transparansi.
Ini serupa yang terjadi di Norwegia, meskipun dimulai dari pemilihan lokal terlebih dahulu. Namun di tahun 2014 isu keamanan jadi hal mendasar bahwa konsep E-Voting harus mementingkan sejumlah aspek terutama sekali keamanan.
Tak hanya itu saja, masih banyak tantangan teknis dan
politik yang perlu diatasi sebelum E-Voting dapat diterapkan secara luas dan
aman di seluruh dunia. Banyak negara masih mengandalkan pemungutan suara
konvensional karena kekhawatiran akan keamanan, privasi, dan keandalan sistem E-Voting.
Kendala E-Voting dan Solusi Jitu Mengatasinya
Sejumlah masalah di atas menjadi dasar banyak penolakan
E-Voting, meskipun sejumlah negara berhasil diterapkan dengan benar. Berikut
sejumlah kendala yang terjadi di E-Voting dan bagaimana cara mengatasi dan mengurangi
dampaknya.
Faktor pertama adalah kekhawatiran keamanan, pada sistem E-Voting rentan terhadap serangan siber seperti hacking, manipulasi data, dan serangan Denial-of-Service (DoS). Cara menangkalnya, dengan cara memiliki para teknisi andal di bidang siber, mereka direkrut dalam menangkal dari berbagai skenario serang yang berbahaya dalam sistem KPU. Jelas bila sistem aman, proses peretasan sulit dilakukan karena sudah ada tindakan preventif sejak awal.
Faktor kedua adalah tingkat kepercayaan publik masih
minim. Sistem berbasis digital rawan dengan kebocoran suara. Apalagi bila KPU
dianggap berpihak pada salah satu pasangan calon, data bisa diubah sehingga
tidak nyata lagi. Caranya adalah dengan sistem berbasis Blockchain yang tidak
dapat mengubah apa yang sudah pemilih pilih saat proses E-Voting berlangsung.
Faktor ketiga berupa privasi dan tingkat kerahasiaan
suara. Urusan ini sangat penting terutama dalam melindungi privasi dan
kerahasiaan suara setiap pemilih. Namun, memastikan bahwa suara tetap anonim
sambil memeriksa keaslian dan keotentikan setiap suara merupakan tantangan
teknis yang signifikan.
Faktor keempat yaitu berupa urusan verifikasi, dalam hal
ini pemilihan elektronik dapat menjadi sulit bagi pihak yang berkepentingan,
termasuk calon atau partai politik yang kalah, karena sulitnya memeriksa
keabsahan suara dan integritas sistem. Nantinya KPU sebagai pihak yang
memberikan verifikasi agar bisa melihat surat suara elektronik. Tentunya sudah
menggunakan sistem smart contract khas blockchain.
Faktor terakhir yaitu dalam biaya implementasi dan
pemeliharaan rutin. Sistem E-Voting dapat memerlukan investasi yang signifikan
dalam hal sumber daya manusia, infrastruktur teknologi, dan keamanan. Selaku
program 5 tahun sekali, ada paket khusus yang membuat sistem E-Voting tetap
terawat dan terjaga dengan benar.
Keuntungan Utama dari Hadirnya E-Voting
Penerapan E-Voting memiliki beberapa keuntungan potensial
yang dapat membantu meningkatkan proses pemilihan dan partisipasi demokratis.
Selama ini ada banyak kendala dalam pemilu konvensional terutama pada jumlah
partisipasi. Meskipun KPU sudah berusaha memilih tanggal tengah minggu yaitu
Rabu. Tetap saja yang mencoba mencari hari libur yang berdampak banyak suara
yang tidak tercoblos.
Keunggulan yang hadir beragam, mulai dari kemudahan akses yang membuat E-Voting bisa dilakukan di mana saja dengan akses internet, mengurangi hambatan geografis dan mobilitas yang mungkin menghalangi partisipasi pemilih. Jelas ini berdampak pada peningkatan partisipasi. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau mobilitas yang rendah. Ini dapat menghasilkan peningkatan partisipasi pemilih secara keseluruhan.
Ini juga membantu pemilih yang berada di luar negeri. E-Voting
memungkinkan pemilih yang tinggal di luar negeri untuk berpartisipasi dalam
pemilihan. Mengurangi metode pengiriman surat suara yang lambat dan rentan
terhadap kerusakan atau hilang.
Urusan efisiensi dan kecepatan juga jadi lebih meningkat, E-Voting dapat mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk mengatur dan mengelola pemilihan. Proses penghitungan suara dapat dilakukan secara otomatis, mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia dan menghasilkan hasil yang lebih cepat.
Tingkat kesalahan pada manusia dan akurasi meningkat. Ini
berkat mengandalkan teknologi untuk memfasilitasi proses pemilihan, E-Voting dapat
mengurangi kesalahan manusia yang mungkin terjadi dalam penghitungan suara
manual. Sistem E-Voting dapat dirancang untuk mengurangi kemungkinan kesalahan
atau manipulasi suara, sehingga meningkatkan akurasi dan integritas hasil
pemilihan.
Meskipun E-Voting menawarkan sejumlah keuntungan, penting
untuk memperhatikan tantangan keamanan, privasi, dan integritas yang terkait
dengan implementasi E-Voting, serta memastikan bahwa sistem yang diterapkan
dapat diakses dan digunakan secara adil oleh semua pemilih.
Fitur Unggulan pada E-Voting
Apa begitu banyak fitur yang hadir pada E-Voting.
Tentunya semuanya sudah berbasis digital. Sejumlah fitur yang hadir dimulai
dari akses online, Nantinya pemilih dapat mengakses platform E-Voting melalui
internet menggunakan perangkat seperti komputer, tablet, atau ponsel pintar.
Pada sistemnya keamanan dan otentifikasi, Sistem E-Voting sering dilengkapi dengan protokol keamanan yang kuat, termasuk otentikasi dua faktor atau mekanisme otentikasi lainnya untuk memastikan bahwa hanya pemilih yang sah yang dapat mengakses dan memberikan suara. Ada juga fitur berupa notifikasi yang nantinya akan memberikan informasi terkait jadwal pemungutan suara, prosedur, dan informasi penting lainnya terkait pemilihan.
Tentunya, sudah ada beragam integrasi terutama dengan
data si pemilih. Tujuannya sebagai verifikasi keanggotaan dan memastikan bahwa
hanya pemilih yang memenuhi syarat yang dapat memberikan suara. Bahkan urusan
bahasa sekalipun, sebagai negara yang punya beragam bahasa daerah. Ada opsi
bahasa yang memudahkan pemilih yang lebih dominan menggunakan bahasa daerah
atau bahasa ibu.
Selanjutnya fitur yang hadir tentunya berupa proses
pelacakan dan verifikasi surat suara. Di sini peran pemilih dapat melacak dan
memverifikasi suara mereka setelah memberikan suara, memungkinkan transparansi
dan kepercayaan dalam proses pemilihan.
Sistem E-Voting tentunya sudah memiliki fitur berupa
sistem keamanan dan privasi suara. Ini mencegah informasi sensitif dari
disalahgunakan atau diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Termasuk di
dalamnya berupa proses penghitungan suara otomatis. Memungkinkan setelah
pemungutan suara ditutup, sistem E-Voting secara otomatis menghitung suara dan
menghasilkan hasil pemilihan. Tak berhenti di situ saja, ada proses audit yang
melibatkan sistem, ini bertujuan dalam melacak untuk memverifikasi integritas
dan keabsahan hasil pemilihan.
Lalu muncul pertanyaan besar, apakah Indonesia sudah siap
dengan E-Voting?
Penerapan pemilu berbasis E-Voting di Indonesia merupakan
suatu kemungkinan, tetapi juga menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi
terlebih dahulu. Ada banyak pertimbangan yang hadir terutama sekali KPU yang
menjadi badan independen yang mengurusi pemilu.
Menurut hemat penulis, penerapan E-Voting masih sangat sulit digunakan saat ini. Memang ada sejumlah negara yang telah berhasil dalam penerapannya. Hanya saja, untuk negara yang sebesar Indonesia, proses ini sulit. Bahkan Amerika yang jauh lebih siap saja masih menggunakan pemilu berbasis konvensional.
Meskipun begitu, ada banyak pertimbangan yang menjadi
alasan E-Voting di Indonesia masih mandek. Pertama kali tentu saja infrastruktur
teknologi. Saat ini Indonesia perlu memiliki infrastruktur teknologi yang
memadai untuk mendukung sistem E-Voting.
Itu termasuk akses internet yang luas dan stabil di
seluruh negeri, keamanan jaringan yang tinggi, serta sistem informasi yang kuat
untuk mendukung pemilihan. Tak hanya itu saja, butuh kesiapan teknologi berupa literasi
digital yang tinggi di antara pemilih pada proses E-Voting.
Keduanya tentu saja harus ada undang-undang serta regulasi khusus yang mengatur regulasi terkait pemilihan untuk mencakup aspek-aspek E-Voting, termasuk keamanan, privasi, verifikasi, dan transparansi. Jelas ini memberikan keamanan dan integritas dalam proses E-Voting ini menghindari manipulasi atau serangan siber yang dapat mengganggu hasil pemilihan.
Proses E-Voting dianggap sebagai salah satu adaptasi
budaya pada suatu bangsa terutama sekali Indonesia. Sebagai bangsa yang
mengedepankan rasa komunal, konsep E-Voting dianggap lebih individualis dan
jauh dari rasa kebersamaan.
Orang kita suka bersosialisasi dan E-Voting
cocok buat negara yang sifatnya individualis. Melihat keramaian dan kemenangan
tentunya sebuah hal yang menyenangkan buat pemilih.
Terakhir tentu saja bagaimana penerapan E-Voting di
Indonesia akan menjadi proyek besar yang memerlukan kesiapan teknologi,
komitmen politik, dan dukungan masyarakat yang kuat. Sebelum menerapkan E-Voting
secara luas, penting untuk melakukan uji coba terbatas dan evaluasi menyeluruh
untuk memastikan bahwa sistem tersebut dapat diimplementasikan secara efektif,
aman, dan adil.
Langkah yang bisa dilakukan sangat beragam, salah satunya penerapan pada pemilihan yang bersifat lokal seperti halnya penerapan dalam pemilihan pemimpin desa. Ini jelas mampu mengontrol jumlah masyarakat yang sedikit dan dilakukan proses monitoring serta evaluasi terutama dalam hal capaiannya.
Bila dianggap sukses, akan lanjut ke tingkat kecamatan
hingga ke level kota. Artinya E-Voting dianggap sudah layak dilaksanakan
terutama sifatnya lokal terutama wilayah yang tingkat penetrasi internet dan
penggunaan gadget yang mumpuni.
Jalan Panjang Menjadikan Pemilu berbasis E-Voting
Menuju implementasi E-Voting, ada beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan untuk memastikan keberhasilan dan keamanan prosesnya. Langkahnya jelas sangat panjang namun bertahap, dimulai dari proses awal bernama kajian awal. Ini dilakukan mengenai berbagai sistem E-Voting yang telah diterapkan di negara lain dan pelajari baik keberhasilan maupun tantangan yang dihadapi dalam penerapannya.
Bila hasilnya sudah keluar, dilanjutkan dengan proses konsultasi
dan keterlibatan pengambil keputusan. Pihak terlibatkan di sini dimulai dari pemerintah,
lembaga pemilihan, partai politik, masyarakat sipil, dan ahli teknologi, dalam
proses perencanaan dan pengembangan sistem E-Voting. Diskusikan kebutuhan,
kekhawatiran, dan harapan mereka terkait dengan implementasi E-Voting. Hasil
akhirnya nantinya jadi awal mula apakah E-Voting jadi hal urgen atau opsi
lanjutan.
Nah… di sinilah dilakukan namanya proses pengembangan
Regulasi dan Kebijakan: Atur regulasi dan kebijakan yang jelas terkait dengan E-Voting, termasuk masalah keamanan, privasi, transparansi, auditabilitas, dan
penegakan hukum. Pastikan bahwa regulasi tersebut memberikan kerangka kerja
yang kuat untuk pengembangan dan implementasi E-Voting yang aman dan adil.
Bila dianggap sudah cukup matang, kini dilanjutkan pada tahap pengujian. Pada tahapan uji coba terbatas dari sistem E-Voting untuk mengidentifikasi masalah teknis, keamanan, dan operasional yang mungkin timbul. Evaluasi hasil uji coba secara cermat dan gunakan informasi tersebut untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian yang diperlukan.
Tentunya ada banyak pihak yang dilatih dan berikan
pendidikan pada sistem baru ini. Meskipun banyak melibatkan teknologi. Pada
petugas KPPPS diberikan pelatihan mendasarkan dalam proses pengaplikasian
sistem E-Voting agar berjalan lancar. Termasuk di dalamnya berupa para pemilih
yang dalam hal ini suka relawan yang diberikan kesempatan dalam mencoba sistem
baru ini.
Hal yang tak akan lepas tentu saja urusan keamanan dan
transparansi pada sistem E-Voting. Metode yang dilakukan dengan proses
pengupayaan seperti penerapan teknologi enkripsi yang kuat, membangun firewall
yang kokoh, dan menggunakan praktik keamanan siber terbaik untuk melindungi
sistem dari serangan hacker dan ancaman siber lainnya.
Urusan mitigasi lainnya juga dilakukan dengan cara merancang
strategi mitigasi risiko yang efektif, mengembangkan rencana pemulihan bencana,
dan mempersiapkan respons cepat terhadap ancaman atau gangguan yang mungkin
terjadi.
Itu makin sempurna dengan konsep penerapan E-Voting yang
bersifat transparan. Ini dengan melakukan sejumlah cara seperti proses mekanisme
untuk memverifikasi suara, melacak aktivitas sistem, dan melakukan audit secara
teratur untuk memastikan keabsahan dan integritas hasil pemilihan.
Sistem ini tentunya punya lembaga khusus yang mengawasinya. Pada pelaksanaannya, Bawaslu berperan besar ada di dalamnya. Sebagai Lembaga yang bersifat independen proses E-Voting untuk memastikan bahwa pemilihan berlangsung dengan adil, bebas dari kecurangan, dan sesuai dengan standar demokratis yang tinggi.
Terakhir tentu evaluasi terhadap sistem E-Voting dan
proses pemilihan secara keseluruhan, dan gunakan temuan tersebut untuk
melakukan perbaikan dan peningkatan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas
dan integritas E-Voting. Memperhatikan langkah-langkah ini dan memperoleh
dukungan luas dari berbagai pihak terkait, negara dapat menuju ke arah
implementasi E-Voting yang sukses dan dapat dipercaya.
Tanpa E-Voting, Opsi Pemilu Bagaimana yang Tepat?
Selain sistem pemilu E-Voting, masih ada beberapa opsi lain yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan proses pemilihan dan partisipasi demokratis. Penerapannya bisa sepenuhnya konvensional, hybrid hingga full dengan mengandalkan E-Voting.
Toh menggunakan kertas suara bukan menunjukkan pemilu
yang diadakan ketinggalan dengan yang menerapkan teknologi. Namun di sini yang
ditekankan tentunya bagaimana hasil pemilu bersifat transparan dan memuaskan
semua pihak yang terlibat.
Penggunaan pemilu konvensional masih sangat rasional
ditambah dengan pengalaman panjang urusan tersebut. Meskipun mungkin memakan
waktu lebih lama untuk menghitung suara secara manual, metode ini sering
dianggap aman dan mudah dipahami oleh pemilih.
Cara lainnya yang cukup menarik adalah dengan pemungutan suara dengan menggunakan surat suara. Ini memungkinkan pemilih untuk memberikan suara mereka melalui surat pos. Metode ini dapat berguna bagi pemilih yang tidak dapat hadir secara fisik di tempat pemungutan suara pada hari pemilihan.
Ada juga dengan cara pemungutan suara secara hybrid, ini
dengan cara menggabungkan pemilihan secara konvensional dan elektronik dalam
pelaksanaannya. Caranya dengan menggunakan
mesin pemungutan suara elektronik (EVMs) di tempat pemungutan suara, tetapi
tetap menggunakan kertas suara sebagai backup data.
Terakhir tentu saja dengan menerapkan konsep serupa
dengan E-Voting yaitu bernama pemungutan suara elektronik berbasis Blokchain.
Sistem ini menawarkan solusi yang aman dan terdesentralisasi untuk
memfasilitasi pemilihan. Teknologi ini menyediakan mekanisme transparansi dan
integritas yang tinggi untuk proses pemungutan suara.
Semuanya cukup bagus dan menarik diterapkan, Indonesia selaku negara yang besar dan menerapkan konsep demokrasi tentunya jadi role model. Penerapan pemilu jujur yang adil dalam implementasinya. Memilih metode yang sesuai dengan karakteristik demografi, teknologi, dan kebutuhan masyarakat setempat untuk meningkatkan partisipasi pemilih dan kepercayaan dalam proses pemilihan.
Pemilu juga akan sia-sia menerapkan bila para pemilihnya
memilih Golput. Teknologi bertujuan meningkatkan partisipan pemilu dan tentu
saja membuat pemilu jadi lebih mudah. Tak ada pihak yang menjadi korban dalam
lelahnya pemilu hingga intrik politik yang sering melabeli ada kecurangan
pemilu. Peran teknologi nyata dan E-Voting adalah satu dari sekian banyak cara
melaksanakan pemilu sesuai keinginan rakyat.
Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua, akhir kata:
Have a Nice Days
0 komentar:
Post a Comment