Saturday, December 7, 2019

Merajut Asa Eceng Gondok Hingga Berhasil Naik Kelas

Siapa yang tak kenal dengan Eceng Gondok, gulma pengganggu yang tumbuh subur perairan. Di Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek, Aceh Barat jadi satu dari sekian banyak kecamatan yang memperoleh dampak meledaknya populasi gulma tersebut. Masyarakat pesisir dulunya mendapatkan keuntungan dari mencari ikan. Kini banyak yang harus kehilangan mata pencaharian tersebut. Ledakan gulma Eceng Gondok seakan jadi bencana besar.


Itulah yang dialami oleh Mursalim yang dulunya bergantung hidup dengan masyarakat lainnya mencari ikan. Pagi hari sudah menabur jala sembari menunggu gerombolan ikan di dasar sungai terperangkapnya. Siang harinya ikan-ikan tersebut sudah terjaring dan tak berdaya tersangkut jala. Kemudian datanglah pemasok yang siap mengangkut dan menjualnya ke Kota Meulaboh.

Hari demi hari dilalui menyambung hidup dengan menjaring ikan, hingga bencana itu datang. Tumbuhan hijau bernama eceng gondok memenuhi rawa, dalam hitungan minggu sudah menutupi bibir sungai dan laguna. Sirkulasi air melambat, satu persatu ikan menghilang. Andai berhasil terjaring, jumlahnya tak seberapa. Tak sebanding dengan pendapatan dulu saat menjaring ikan. Satu persatu masyarakat kehilangan pekerjaan dari bekerja serabutan sembari menyambung hidup.

Di saat tak ada kepastian penghidupan yang layak, Mursalim jadi orang yang beruntung dan ingin mencoba. Beliau tertarik mencoba mengikuti proses pelatihan eceng gondok, tak main-main karena ia terpilih dari sekian banyak pengrajin lainnya

Ilmu yang dulunya sangat langka didapatkan, beliau pun berlatih ke Pulau Jawa di akhir tahun 2016. Melalui bantuan Yayasan KOMPAK yang berada di bawah naungan Pemerintah Australia yang membina dan membuka pasar kreativitas berbahan eceng gondok.

Awal mulanya ada banyak masyarakat yang diajak, ada sebanyak 120 diikutsertakan dalam pelatihan. Hanya saja karena rumit dan dianggap tak punya masa depan, hanya 4 pengrajin yang bertahan. Termasuk di dalamnya Mursalim dan istrinya, hingga akhirnya berinisiatif mendirikan UKM kerajinan khas masyarakat setempat bernama Kreatif Kubu.
Pak Mursalim yang sedang melatih calon pengrajin baru
Usaha tersebut lahir berkat inisiatif beliau dalam melihat peluang usaha di daerah tempat beliau. Eceng gondok bukanlah sebuah malapetaka yang ditakutkan oleh banyak orang. Namun berkah dalam menyambung hidup. Rezeki instan dari mencari ikan seakan dicoba dengan menciptakan rezeki bertahap dari kerajinan eceng gondok.

Lahan eceng gondok tersebar di Desa Kubu sepanjang 2 km dengan separuhnya tertutupi hamparan eceng gondok. Belum lagi termasuk laguna yang berada di dekat pantai di perbatasan desa. Ini jadi investasi besar karena bahan baku mudah didapatkan. Beliau menilai jumlah eceng gondok belum tentu habis hingga 20 tahun ke depan. Meskipun nantinya UKM beliau berubah jadi sentra usaha kreatif skala besar.

Tangan Terampil Mengubah Gulma jadi Barang Berharga
Bermodal sebilah papan dan ilmu pelatihan didapat sepulang dari Jawa, Mursalim memberanikan dari untuk memulai usaha kerajinan eceng gondok. Pelatihan yang beliau ikuti di tahun 2016  menjadi modal berharga dalam memperbaiki peruntungan nasib. Selama di sana beliau hanya diajarkan berbagai bentuk anyaman, sedangkan proses membuat produk terinspirasi dengan sendiri.

Mengubah eceng gondok menjadi barang berharga nyatanya sulit, butuh proses panjang dan ketelitian. Barang yang asal jadi tanpa kerapian sangat sulit dilirik oleh pasar, bahkan berhasil pada kesia-siaan. Inilah yang coba dilakukan Pak Mursalim dalam meningkatkan Quality Control produk yang mampu bersaing dari tahapan awal hingga akhir.

Dimulai dari mencari eceng gondok berdaun muda yang siap panen, hanya batang yang diperlukan untuk proses menganyam. Untuk mendapatkan batang eceng gondok kering butuh waktu menjemur hingga 2 minggu. Setelah dirasa sudah kering dan layak untuk dirajut, saatnya melakukan proses pemilihan daun eceng gondok terbaik

Daun tersebut akan dirajut sesuai dengan motifnya oleh pengrajinnya. Setelah berhasil dibentuk menjadi sebuah produk, dilakukan proses pencucian produk agar keras dan tahan lama. Setelah proses pencucian selesai, kemudian dilanjutkan proses pengeringan di bawah terik matahari selama 12 jam.

Tahap akhir adalah proses perekatan pada setiap ruas ikatan sulaman agar tidak ada yang lepas. Proses selanjutnya adalah melakukan border pada sejumlah produk seperti tas atau hiasan lainnya. Bila dianggap siap, produk sudah layak untuk dijual dan sekaligus dipasok pada pemesan.

Ada belasan ibu-ibu Desa Kubu yang membantu merajut hasil eceng gondok tersebut menjadi suvenir berharga. Total sudah ada 24 jenis produk yang dihasilkan semenjak pertama sekali berdiri, bahkan akan ada inovasi lanjutan yang bisa memberikan warna baru dalam produk. Produknya mulai dari keranjang, hiasan dinding, sendal, tas, kopiah dengan motif rencong Aceh hingga perabotan bermotif eceng gondok 
Berkembangnya kerajinan tangan eceng gondok seakan memberikan warna baru. Selain mengembangkan kreativitas berbasis UKM. Kerajinan ini mampu memberikan keunikan untuk Aceh Barat selaku daerah yang terkenal melimpah akan eceng gondok. Limpahan tersebut yang dulunya dianggap gulma, kini disulap menjadi bahan kerajinan bernilai tinggi yang sifat ekspor ke luar daerah.

Dukungan pemerintah daerah sangat sentral, sehingga nantinya UKM Eceng Gondok Kreatif Kubu akan lebih dikenal dan menjadi produk andalan Aceh Barat. Harganya terjangkau dan awet, hampir semua pelanggan yang pernah membeli merasa puas dengan produk yang kami tawarkan. Jangkauan pasar yang ditargetkan berupa cendera mata dan aneka kerajinan tangan. Para pelancong singgah ke Aceh Barat, belum lengkap kalau tidak membawa pulang suvenir khas eceng gondok.

Tak hanya itu saja, daya tahan produk dan kerapian dari proses menganyam jauh lebih unggul. Ini seakan membuat pelanggan tidak kecewa, serta beliau menjamin produk tersebut bisa bertahan lebih lama asalkan dirawat dengan baik. Produk eceng gondok adalah produk hasil rumahan yang dibuat di rumah beliau. Proses pemesanan bisa melalui telepon atau datang langsung ke lokasi pembuatan di di Desa Kubu, Kecamatan Arongan Lambalek.

Mengapa produk UKM Kreatif Kubu dianggap unggul?
UKM Kreatif Kubu tergolong satu dari sekian banyak UKM yang berhasil bertahan dari ketidakpastian. Awal mulanya memang berat, semuanya berawal dari kegigihan yang dilakukan dalam memulai bisnis dari nol bahkan tanpa keahlian bisnis sedikit. Kelebihannya yang beliau punya adalah rutin belajar dan mau mendengarkan banyak saran.

Proses belajar bukan sebatas di kelas tapi sering berkomunikasi dengan pelatih yang mengajarkan beliau menganyam dulu. Setelah itu inovasi satu persatu datang, mulai dari cara membuat produk, merakit sendiri peralatan hingga kemampuan menjahit berhasil beliau adopsikan. 
Sejumlah produk yang dihasilkan UKM Kreatif Kubu
Semua itu berbuah manis, dahulunya hanya anggota hanya tiga pengrajin aktif. Jumlah itu bertambah sering berjalannya waktu. Total saat ini sudah ada 24 pengrajin yang siap membagi waktu untuk proses pembuatan eceng gondok. Mereka bisa memilih menganyamnya di rumah masing-masing atau secara berkelompok.

Jalan Terjal untuk Mampu Naik Kelas
Semua bisnis ada jalan terjal yang dihadapi dan UKM Kreatif Kubu menghadapi segudang masalah untuk bisa naik kelas. Perkembangan yang pesat selama 1,5 tahun terakhir dinilai sudah sangat layak, tergambar jelas dari jumlah produksi, pekerja hingga kepercayaan pemerintah terhadap UKM Kreatif Kubu.

Hanya saja, itu saja tak cukup, segudang masalah harus dipecahkan supaya bisnis ini terus berjalan dan menghidupkan ekonomi desa. Sebagai seorang pendamping yang mengurusi segala urusan UKM di daerah, saya paham bentuk kendala yang sedang dihadapi Pak Mursalim sekaku UKM pemula. Kini beliau mencoba menapaki level yang lebih tinggi untuk bisa naik kelas. Hanya saja ada sejumlah masalah dan solusi yang tawarkan, berikut ulasannya:

Modal Memulai Usaha, Pertama sekali memulai usaha, kendala modal terhalangi. Memang eceng gondok yang didapatkan secara gratis di alam. Tak perlu bayar, hanya saja saat proses mengambil eceng gondok punya risiko kecelakaan kapan pun itu.

Menjalankan usaha yang belum jelas prospeknya pasti sulit tantangan selalu saja datang. Mulai dari bahan baku, alat kerja hingga bahan pendukung lainnya. Ini coba dijalani dengan teguh, belum lagi kebutuhan yang terus meningkat. Anak beliau yang pertama pun menjalani pendidikan ke Pulau Jawa.

Sudah pasti butuh dana yang sangat besar. Butuh waktu hingga 1,5 tahun setelah usaha berjalan bantu modal berdatang dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi. Dulunya mimpi menjadikan sentra usaha kerajinan hanya isapan jempol semata, kini seakan menjadi kenyataan.

Tidak membayar diri sendiri dalam usahanya, hampir semua UKM menyedekahkan waktunya bekerja untuk usahanya tanpa membayar dirinya. Ia bahkan rela mencari orang dan membayar dengan upah yang layak tapi melupakan diri sendiri. UKM yang naik kelas harus mengukur seberapa layak ia dibayar, berapa jam yang ia habiskan sehari di tempat usaha hingga bayaran lainnya.

Setelah membagi plot tersebut, tinggal bagaimana bayaran tersebut dialihkan ke mana. Apakah sebagai simpanan untuk dana darurat usaha atau penambahan modal. Tergantung UKM melakukannya seperti apa,

Faktor kondisi alam, sangat dibutuhkan sinar matahari yang optimal. Andai saja hujan, proses pengeringan tidak sempurna. Eceng gondok akan menjadi berwarna kehitam-hitaman dan tidak layak anyam. Sebagai contoh adalah proses untuk sebuah keranjang butuh waktu 12 jam hingga benar-benar kering selama hampir 2 minggu. 

Apalagi daerah lokasi tinggal beliau punya tingkat curah hujan yang tinggi. Bila saja terkena air hujan saja, pelepah eceng gondok akan berwarna kehitaman dan mengurangi nilai elastisitas dan nilai jualnya. Faktor tersebut sangat dijaga oleh beliau sesuai dengan SOP.

Solusi yang akan dipecahkan adalah dengan membangun rumah kaca sebagai lokasi penjemuran eceng gondok. Bahannya menggunakan plastik ketebalan yang setiap tiang penopangnya menggunakan tiang paralon yang disusun rapi dan punya daya tahan lebih dari 5 tahun pemakaian.
Rumah penjemuran tahan dari berbagai cuaca dengan menggunakan pondasi kokoh. Pembangunan rumah jemur produksi yang kami harapkan tersebut bisa dengan optimal melakukan proses penjemuran yang berkelanjutan. Selama ini menjadi kendala kami dalam pengadaan bahan baku eceng gondok siap anyam.

Terbatasnya pengrajin yang terampil, Terkenalnya nama UKM Kreatif Kubu secara tak langsung mengharuskan mereka menerima orderan dalam jumlah besar. Hanya ada 10 pekerja aktif yang rutin melakukan proses penganyaman. Sisanya memang ada banyak ibu-ibu yang tinggal di sana, hanya saja proses rajutan mereka masih kurang baik dan konsisten.

UKM Kreatif Kubu berencana mempunya 100 pekerja dalam mengisi posisi di sejumlah pekerjaan pada bisnis eceng gondok tersebut. Terdiri  dari pencari eceng gondok, bagian proses penjemuran, finishing yang melakukan proses penganyaman, tenaga ahli, Bagian Quality Control hingga pekerja ahli di bidang marketing (pemasaran).

Proses pencarian pekerja dilakukan dengan tiga cara: rekrutmen, pelatihan bertahap dalam melihat potensi peserta didik, dan peningkatan kreativitas masyarakat dalam pengembangan kerajinan. Pekerja kami utamakan dari masyarakat sekitar Desa Kubu atau Kecamatan Arongan Lambalek dengan tujuan meningkatkan kreativitas dan ekonomi masyarakat.

Untuk proses rekrutmen kami akan melakukan proses seleksi dan melihat potensi dari si pengrajin. Tugas yang kami berikan adalah membuat anyaman dengan pola anyaman kacang dan anyaman kipas. Kami akan menilai dari kerapian, ketelitian hingga kecepatan dalam proses anyaman. Bila kami nilai memenuhi tiga persyaratan tersebut, peserta akan kami rekrut.

Tahap kedua adalah dengan melakukan proses pelatihan bertahap, dalam proses ini juga termasuk tahap melihat potensi anak didik yang mengikuti kelas menganyam. Kami pun akan melihat tingkat kesabaran, proses mendengarkan instruksi dan kepekaan peserta didik. Bila layak dan bersedia bergabung dalam pengrajin Eceng Gondok Kreatif Kubu, kami akan memberikan kontrak kerja.

Alat pendukung kerja yang optimal, Semakin beragam produk dan inovasi jelas semakin banyak peralatan pendukung. Membuat sebuah produk berbahan eceng gondok membutuhkan beragam peralatn pendukung seperti mesin jahit, kompresor, mesin press, dan mesin pintal. Ditambah lagi bahan pendukung seperti lem hingga bahan kimia Hidrogen Peroksida dalam proses finishing akhir.

Ada banyak modal yang harus dikeluarkan selama ini dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Selaku UKM yang ingin Naik Kelas, UKM Kreatif Kubu mencoba mencari cara saat awal merintis. Alat yang digunakan merupakan hasil olahan dan meminjam dari tetangga. Kini alat sudah mulai ada berkat bantuan pemerintah supaya proses produksi tidak terkendala.

Tidak membuat rekening khusus, UKM yang ingin naik kelas harus memperhatikan sejumlah hal termasuk masalah uang masuk dan keluar. Makin besar usaha, makin besar volume perputaran uang. Mulai dari membeli bahan baku, membayar pengrajin hingga biaya lainnya.

Sebelumnya Pak Mursalim mengandalkan sepenuhnya rekening pribadi dan perusahaan dalam satu buku. Alhasil beliau kesulitan dalam arus pengeluaran yang bercampur satu sama lain. Hingga akhirnya saya mengusulkan proses pemisahan rekening secara mandiri sekaligus membuat NPWP khusus UKM. Segala urusan pribadi tidak lagi bersinggung dengan perusahaan dan ini membuat pemasukan dan pengeluaran tertata dengan jelas.

Tidak membuat laporan keuangan,  Di UKM Kreatif Kubu yang bertindak sebagai Bendahara adalah istri Pak Mursalim yaitu Ibu Cut Afni. Segala aktivitas keuangan UKM beliau catat rapi dalam sebuah buku besar. Iya dalam sebuah buku besar manual yang harus membuat sendiri kolomnya.

Buku tersebut tersimpan rapi di dalam lemari dan yang mengerti dan tahu mengenai cara membaca buku tersebut adalah Ibu Cut Afni. Saya selaku pendamping UKM pun merasa bingung setengah mati, belum lagi tulisan huruf dan angka yang gampang berubah andai saja keliru dalam perhitungan.

Awal mulanya pun saya mengusulkan beliau memindahkan segala laporan keuangan secara excel supaya nantinya lebih terlihat rapi. Sifatnya yang fleksibel dan bisa tersimpan di dalam device, siapa saja pun bisa mengaksesnya kapan saja.

Hanya saja selaku UKM yang baru bergerak dan tak punya device seperti laptop dalam proses pencatatan. Excel baru optimal digunakan dengan laptop dibandingkan dengan smartphone, ini menyulitkan Ibu Cut Afni. Beliau mengharapkan ada aplikasi atau software akuntansi khusus yang bisa digunakan secara fleksibel. 
Accurate bisa digunakan dalam berbagai device
Pekerjaan menganyam dan membantu ibu-ibu membuat tak ada waktu sedikit pun melakukan itu semua. Malahan saya selaku pendamping yang lebih banyak membantu beliau dalam proses pengisian laporan keuangan. Selaku UKM yang ingin naik kelas, proses pengisian laporan keuangan harus dilakukan secara mandiri. 
Salah satunya adalah dengan menggunakan software akuntansi yang saya nilai efisien dan sifatnya fleksibel adalah Accurate Online. Ibu Cut sembari membuka smartphonenya bisa menginstal aplikasi tersebut dan mengisi laporan keuangan eceng gondok.

Nah… apa pun jenis usaha tidak masalah karena Accurate bisa menyesuaikan bisnis. Proses memantaunya pun mudah, asalkan terhubung dengan internet dan memasukkan sandi, pemilik bisa melihat laporan keuangan usahanya. Tak lagi mengandalkan device atau buku pencatatan manual yang bisa saja hilang.

Penyimpanan dilakukan secara cloud dan akses multi-user. Siapa yang nantinya ditunjukan jadi bendahara atau pemilik usaha bisa melihat laporan keuangan UKM. Tak perlu lagi mencatat yang melelahkan tangan atau membuat laptop, cukup mainkan jari di atas smartphone. Laporan keuangan dalam sekejap langsung diproses.

Apa saja sih yang bisa diproses oleh Software Accurate?
Sebagai aplikasi karya anak bangsa, Accurate diciptakan oleh para ahli ekonomi dan programmer andal. Mereka paham betul mengenai UKM di tanah air, ada banyak UKM yang langsung mumet saat mendengarkan laporan keuangan.
Momok menakutkan tersebut coba dihilangkan jadi lebih praktis melalui Accurate Online. Ada sejumlah hal yang bisa diselesaikan dari laba rugi dan neraca, arus kas dan buku besar, historis bank dan penjualan hingga pembelian dan lebih laporan detail lainnya.

UKM Kreatif Kubu yang paling menyulitkan adalah proses menghitung keuntungan dari 24 item produk. Semua itu bisa dilakukan dalam sekejap, Pak Mursalim selaku owner tak perlu pusing lagi. Beliau langsung tahu keuntungan yang didapatkan dari setiap pemesanan produk.

UKM Kreatif Kubu Mewujudkan Mimpi Naik Kelas
Tepat tanggal 25 November 2019 jadi hari yang penuh emosional, jadi sebuah kebanggaan di Hari UKM Aceh. Ada nama UKM Kreatif Kubu yang termasuk dalam 100 UKM naik kelas yang digagas oleh Dinas Koperasi dan UKM Aceh. 
Proses penyerahan UKM Naik Kelas terhadap UKM Kreatif Kubu
Segala kualifikasi dari produk, pekerja hingga pemasukan, dinas menganggap UKM Kreatif Kubu layak naik kelas dan bahkan menginspirasi kelompok lainnya. Gelontoran bantuan berdatangan dari apa yang sudah dibangun.

Pak Mursalim pun sudah mempersiapkan dengan matang dalam urusan keuangan di hari kelak. Anak pertamanya di sekolah jauh ke Jakarta bermodal keuntungan eceng gondok. Jurusan yang diambil adalah perencanaan ekonomi. Tak sebatas mengangkat derajat usaha, beliau juga mengangkat derajat anaknya mampu sekolah tinggi dalam mengubah ekonomi keluarga. 
Saya pun yang bertugas sebagai pendamping gembira bukan kepalang. Sudah membinanya selama hampir 10 bulan, waktu yang panjang dan semua berbuah manis atas binaan yang mampu naik kelas. Beberapa kekurangan coba dibenahi dan beberapa tahun ke depan akan lahir sentra usaha eceng gondok. Menghapus kemiskinan dan kesenjangan ekonomi di Desa dan Kecamatan tersebut.

Masyarakat yang dulunya hanya para penangkap ikan di sungai beralih menjadi pengusaha eceng gondok. Begitu manis tebaran gulma eceng gondok yang dulunya dianggap petaka, kini bak tebaran uang. Maju terus UKM.

Semoga tulisan ini menginspirasi Anda dan Have a Nice Day. Tulisan ini diikutsertakan pada lomba Accurate Bisnismu #KapanNaikKelas

Share:

0 komentar:

Post a Comment

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad