Wednesday, January 8, 2020

Apa Jadinya Bila PNS Digantikan Robot?

Birokrasi yang berbelit-belit dan lamban jadi masalah klasik yang mendera instansi pemerintah. Selama ini ada begitu banyak ASN yang pekerjaannya cuma ongkang-ongkang kaki, atau malah sudah puluhan tahun bekerja tapi tidak tahu cara bekerja. Ini hal yang lumrah dan tak perlu menutup mata.

Selama ini birokrasi di Indonesia terbilang lamban baik dalam proses pelayanan dan pengambilan keputusan. Padahal berhubungan langsung dengan masyarakat, di era digital pelayanan dan pengambilan keputusan haruslah cepat.

Para ASN abdi negara harus berpikir cepat, ada semakin banyak tugas yang harus ia lakukan. Pekerjaan yang selama ini dianggap santai seakan berubah. Bukan saja bermodal datang pagi hari mengikuti apel dan tak terlambat melakukan absen di finger print.

Kini ancaman bukan datang dari ASN baru yang berwajah polos, tapi mereka yang tak terlihat dan terdeteksi. Di era disrupsi ancaman datang dari yang tak kita dugaan, dia adalah AI (Artificial Intelegence) berwujud robot.

Ia tak pulang ke rumah, izin makan, atau berhalangan hadir karena cuti. Selalu setia melayani pelanggan bahkan bila diperlukan lebih dari 8 jam dari asumsi kerja para PNS. Inilah yang ingin diwujudkan pemerintah dalam membuat dunia birokrasi semakin ramping tapi bekerja optimal.

Itulah yang diharapkan pemerintah karena menilai birokrasi masih terlalu lambat. Kecepatan dalam bekerja dan memutuskan sangat dibutuhkan. Salah satu opsi adalah menghadirkan AI di dunia birokrasi dan itu yang harapkan pemerintah. Ke depan AI jadi instrumen tak langsung dari pemerintah di setiap birokrasi. Mempercepat sekaligus meningkatkan proses pelayanan yang kini sering dikeluhkan masyarakat.

Memang terdengar menakutkan, Robot AI yang dulunya hanya ada di film Sci-fi Hollywood, kini ia berada satu kantor dengan kita. Bekerja dengan giat dan membuat para ASN tersingkir dan terpinggirkan satu persatu. Menakutkan lagi, ASN yang tak terampil harus diajarkan cara bekerja yang benar oleh Robot AI.

Pemerintah pun sudah memilih golongan di ASN akan saling sikut-sikutan dengan Robot AI. Perampingan yang dipilih adalah dari eselon III dan IV dari ASN. Pilihan itu didasari banyak hal, yaitu memperpendek jarak dan bahkan mempercepat proses kepengurusan.

PNS, pekerjaan nyaman dambaan semua orang
Tak dipungkiri ada begitu banyak pelamar yang mendaftar PNS, jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2020 ada lebih 5 juta pelamar yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, untuk 152 ribu formasi di sejumlah instansi.
Artinya satu orang harus mengalahkan ratusan pelamar lainnya, persaingan yang sulit untuk sebuah posisi. Alasan menjadi PNS beragam, ada yang karena gaji tetap, dapat tunjangan hari tua, mengabdi untuk negara hingga calon menantu idaman.

Bagaimana bangga sembari menggunakan pakai dinas pergi ke rumah calon mertua. Mungkin ia tidak berpikir panjang melego anaknya untukmu. Atau bahkan mencari calon istri seorang ASN, harga mahalnya melonjak naik. Para bujang mendadak keringat dingin patokan mahar dari orang tuanya, begitu spesialnya jadi ASN.

Baiklah kembali ke topik bahasan, terserah tujuannya apa. Setiap pelamar pun alasan masing-masing memilihnya. Bahkan tak masalah anak muda bekerja di instansi pemerintah, ide segar mereka bisa mengubah birokrasi jadi mudah dan fleksibel. Adanya Robot AI seakan bukanlah ancaman, malahan bentuk kolaborasi.

Selama ini para ASN terkenal tidak upgrade teknologi, jangan heran ada begitu banyak yang tidak bisa mengoperasikan komputer atau mengirim email. Ini yang membuat pekerjaan jadi begitu lamban dan bahkan tidak mampu melayani masyarakat dalam waktu cepat. Pekerjaan yang bisa hitungan menit malah terabaikan hingga beberapa minggu.

Memang apa itu eselon dari siapa saja yang ada di tingkatan tersebut?
Sekilas mengenai eselon, itu merupakan jabatan struktural yang ada di sebuah lembaga pemerintah. Sejak berlakunya Undang-undang No. 5 Tahun 2014 mengenai Aparatur Sipil Negara. Terbagi lima eselon, dapat dilihat pada infografis berikut:
Pemerintah pun kini sudah melakukan studi dan mencoba mengaplikasi teknologi pada birokrasi. Pilihan yang harus bersaing atau berkolaborasi dengan Robot AI adalah Eselon III dan IV. Jumlah ASN di seluruh Indonesia tergolong besar, menurut data BPS hampir 4,4 juta di tahun 2019 dan angka itu bisa bertambah karena di awal tahun 2020 akan diadakan tes penerimaan CPNS.

Memang jumlah yang diterima sebagian besar mengganti ASN yang pensiun, tapi jumlah itu tergolong besar dibandingkan anggaran yang pemerintah keluarkan. Cara menekan biaya adalah memangkas sejumlah eselon dan membuat kerja ASN makin efektif dan fleksibel.

Sebagai gambaran nyata dari badan kepegawaian, jumlah ASN terbagi dalam beberapa eselon. Mulai dari yang terendah eselon IV sebanyak 186 ribu, eselon III sebanyak 52 ribu, eselon II sebanyak 9.400, dan tentunya eselon I sebanyak 286 ASN.

Angka paling besar jelas tergambar yaitu eselon III dan IV yang mencapai 238 ribu ASN. Mengganti atau membantu pekerjaan mereka dengan Robot AI. Tujuan pemerintah tak semata-mata menggantikan atau mengistirahat ASN di level ini. Pemangkasan jabatan membuat keputusan jadi lebih singkat dan cepat.

Segala kelebihan Robot AI di dunia birokrasi
Di era digital peran mesin sangat dibutuhkan dalam kerja manusia, mesin bisa bekerja lebih cepat dan tepat. Bahkan minim kesalahan kerja, sesuatu yang sangat umum dan lumrah manusia lakukan. Mesin dibuang dengan persentase kesalahan yang sangat minim dan bisa diatur dalam sistem.

Manusia mungkin melakukan kesalahan dari yang sifatnya kecil sampai yang sangat fatal. Berakibat ada banyak pihak yang dirugikan. Di sinilah peran mesin unggulan dan kesalahan yang manusia lakukan tidak ditoleransi lagi.

Mesin pun makin berkembang pesat, mungkin pembaca pernah mendengar Machine Learning. Ilmu turunan dari AI yang membahas cara kerja mesin untuk semakin belajar, ia akan semakin pintar dan cekatan dalam menangani masalah. Ini sangat membantu beragam masalah birokrasi jadi lebih cepat dan mudah. Proses membuat surat, memasukkan data dan perhitungan dijamin akurat hingga 100%.

Lalu Robot AI bukan hanya sebatas aplikasi tapi berupa device berwujud. Ia siap melayani selama kantor pelayanan buka. Tak peduli itu waktu istirahat yang sering diabaikan manusia. Tanpa perlu tunjangan dan paling perawatan berkala yang tak seberapa. Jauh lebih besar dibandingkan dengan tunjangan ASN dari kesehatan, keluarga, dan segudang tunjangan lainnya.

Proses kepengurusan misalnya saja mengurus KK, KTP, atau kepengurusan lainnya tak lagi repot. Robot AI akan memproses dan bahkan memberi petunjuk pada andai. Segala masalah sudah diketahui dalam sistem dan bagaimana penanganannya. Modalnya saja hanya Internet of Things (IoT) dan algoritma di dalam Robot AI tersebut.
Terakhir yang paling krusial adalah minim praktik korupsi atau penyalahgunaan anggaran. Ini yang sering ditemui di setiap instansi masih marak dan bahkan dilakukan secara terang-terangan. Pada dasarnya manusia punya banyak kebutuhan sehingga tak jarang melakukan tindakan tersebut, beda dengan Robot AI yang sudah di program sejak awal tetap kompeten.

Jadi harus pilih yang mana?
Memang di awal proses penggunaan Robot AI menyerap banyak anggaran negara, tapi seiring dengan berjalannya waktu biaya itu akan tertutupi karena kinerja birokrasi meningkat, proses pelayanan semakin baik, dan tentu saja kebocoran anggaran berkurang.

Bagaimana Nasib ASN di Indonesia?
Tenang dan tak perlu tak atau bahkan mengancam pemerintah. Manusia tetap manusia dan konsep memanusiakan manusia tetap ada, meskipun sebagian pekerjaan sepele akan dialihkan pada robot. Khususnya di sejumlah jenjang eselon III dan IV akan melibatkan Robot AI.
Tidak ada ASN yang dipecat atau diistirahatkan karena teknologi, jumlah tetap sama tapi proses birokrasinya dialihkan ke teknologi. Artinya proses yang selama ini lama dan berbelit-belit jadi lebih mudah dan cepat. Masyarakat tak perlu menunggu berjam-jam atau berhari-hari hanya karena proses kepengurusan sepele.

Saya kasih contoh nyata seperti kepengurusan izin usaha bagi UMKM. Ada begitu banyak UMKM yang enggan atau kecewa berurusan dengan birokrasi berlapis. Melelahkan ia, para pelaku UMKM harus datang ke sejumlah instansi hanya itu selembar izin melelahkan tadi. Tak jarang ada pungli yang membuat si pemilik usaha harus menanggung beban.
Adanya teknologi seakan mengurangi itu semua dan bahkan pelaku UMKM tak perlu menunggu lama lagi. Ia tak harus pergi ke jumlah kantor hanya sebuah izin, cukup dilayani Robot AI dan segala surat atau izin yang ia perlukan bisa selesai dengan cepat.

ASN yang berada di eselon III dan IV tak perlu berkecil hati atau takut tersingkir. Peran manusia tetap sangat penting khususnya kolaborasi dengan teknologi. Bahkan bisa belajar banyak dalam proses pengoperasian atau bahkan konsep kerjanya. Selama ini ASN identik tidak upgrade teknologi, ide pemerintah memasukkan teknologi seakan membuat ASN harus upgrade ilmu.

Seberapa Siapkah Indonesia Menerapkan AI di Birokrasi?
Teknologi punya cara sendiri dalam menyelesaikan masalah dan sejumlah instansi pemerintah di dunia ada yang telah menerapkannya. Khususnya dalam hal pelayanan publik, semakin baik pemerintah dalam mengurusi urusan publik berbanding terbalik dengan kinerja pemerintah.

Cara pemerintah dalam meningkatkan itu semua dilakukan dengan integrasi teknologi. Alasannya karena teknologi memberikan kecepatan ketepatan, dan bahkan kenyamanan. Sesuatu yang kadang sulit manusia lakukan, sekaligus kekecewaan pemerintah pada kinerja pada ASN di setiap negaranya.
Ini sama halnya dengan kekecewaan pemilik pabrik pada buruhnya beberapa tahun lalu. Mereka punya segudang tuntutan dan keluhan tapi minim kinerja. Tak jarang jadi beban berat perusahaan, mau tak mau pemilik usaha menggantinya dengan teknologi.

Bahkan mengurangi pekerjaan buruh yang dinilai minim kreasi dan sifatnya berulang. Robot melakukan lebih baik dan cepat, bahkan bekerja sepanjang hari tanpa henti. Omzet meningkat dan perusahaan untuk, sesuatu yang sulit ia dapatkan dari buruh.

Salah satu menilai kesiapan sebuah negara terhadap AI dapat dilihat dari empat  klaster yaitu infrastruktur, keterampilan, pendidikan, dan tentu saja pelayanan publik. Itulah yang dilakukan Oxford Insight and International Development Research Center dalam menilai sebuah pemerintah pada penggunaan AI. Tajuk judul yang mereka angkat adalah Government AI Readiness Index, khususnya kesiapan sebuah negara dalam penerapan AI.
Pada data tersebut didapatkan bahwa Indonesia berada di peringkat kelima di ASEAN atau lebih tepatnya peringkat 57 dari 194 negara yang disurvei. Angkanya masih cukup rendah yaitu di skor 5,42. Pada peringkat negara yang paling siap di antaranya yaitu Singapura, Inggris, Jerman, USA, dan Finlandia dengan skor di atas 8,5. Secara tak langsung Indonesia belum benar-benar siap atau bisa dibilang masih dalam proses adaptasi. Bahkan bisa belajar dari negara ASEAN yang bahkan sudah lebih dahulu memulainya.

Ini jadi kesempatan besar dalam membangun industri, apalagi di tahun 2030 Indonesia akan jadi ekonomi terbesar nomor empat di dunia dan pertama di Asia Pasifik.  Makin banyak industri akan mempercepat pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Hubungannya dan birokrasi karena makin sedikit kouta manusia yang sebagian besar digantikan Robot AI. Cara ini mendorong generasi muda berinovasi dan menjadi orang yang unik, sesuatu yang tak bisa digantikan oleh AI.

Bahkan pekerjaan di masa depan jadi PNS bukanlah sebuah kebanggaan, tapi para CEO startup ternama atau bahkan konten kreator yang buat calon mertua meleleh. Semoga postingan ini menginspirasi dan mengedukasi, Have a Nice Days.

Share:

1 comment:

  1. Yusp, konten kreator yang nantinya akan bersinar ke depan. Sama halnya dulu saat revolusi industri, buruh tersingkirkan karena digantikan oleh mesin.

    Izin share ya Iqbal ke medsos.

    ReplyDelete

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad