Saturday, February 15, 2020

AI dan Gebrakan Besarnya di Industri Musik

Setiap harinya, tiada hari yang harus dilewati tanpa musik, mendengarkan musik sudah jadi kebiasaan lama. Selain sebagai pemacu adrenalin, musik juga bisa memberikan semangat baru dalam menjalani rutinitas. Bahkan tak jarang buat seseorang dapat melatih fokus di kondisi tertentu.

Keterampilan musisi kini makin beragam, kita bisa memilih musik sesuai dengan genre yang kita sukai. Ada beragam musisi dengan karya yang bisa kita dengarkan. Memasuki era digital, aplikasi perangkat pemutar musik jadi menu wajib di setiap gawai pemiliknya.


Musik sebagai media dalam mengeksplorasi emosi, perasaan, bahkan sikap manusia. Seakan musik bak pencampur aduk perasaan umat manusia. Dentuman, petikan, permainan nada hingga simfoni itu semua jadi bumbu-bumbu yang begitu syahdu untuk dinikmati. Semua campur aduk dalam sebuah musik yang kita nikmati.

Semua orang punya selera musik masing-masing sesuai dengan preferensinya masing-masing. Para musisi dan produser seakan begitu melejit namanya dari berbagai pundi-pundi pemasukan. Apakah itu dari rekaman, video klip, soundtrack, royalti, konser hingga temu ramah dengan fans. Ada ceruk besar yang didapatkan musisi atas karya yang ia hasilkan.

Tapi ketenaran tersebut nyatanya tak selamanya abadi, kehadiran teknologi seakan membuat para musisi kenyamanannya terusik. AI (Kecerdasan Buatan) datang dengan proses belajar panjang hingga akhirnya mampu membuat musik layaknya manusia atau bahkan bernyanyi sama merdunya dengan manusia. Siapa yang tak takut, apakah itu sebuah ancaman atau menjadi peluang besar?

Ancaman AI buat Para Musisi dan Produser Musik
AI seakan sudah memasuk sejumlah bidang teknologi dan bahkan dunia seni. Musik yang selama ini lekat dengan kreativitas manusia seakan coba disusupi dengan AI. Tanggapan dari musisi beragam, mulai dari mendukung dan ada pula yang panas dingin mengenai isu tersebut. Dunia seni dan musik terkenal kejam, persaingan antar musisi saja begitu ketat dan kini AI datang menjadi pesaing lanjutan.
Tapi tenang dulu buat para musisi, AI bukan sesuatu yang menakutkan tapi malah memudahkan manusia dalam proses pengembangan musik di masa depan. Saat ini teknologi dan manusia sudah bekerja sama dalam menghasilkan karya yang lebih baik. Seorang musisi kenamaan bisa memasukkan algoritma dari genre yang ia bidangi.

Musik di masa depan akan sangat akrab dengan namanya algoritma, apa pun itu genrenya. Segala hal yang mengenai dengan proses pembuatan musik akan akrab dengan AI sebagai penerjemah sebuah musik dan Big Data sebagai bank akan berbagai komposisi masuk yang diinginkan.

Nah… secara tak langsung musik akan punya sebuah pola yang disebut dengan elektro kimia dari gelombang bunyi. Jangan heran AI dan algoritma sudah cukup banyak dalam menganalisis data tak terkecuali adalah musik. Caranya dengan melakukan Analisa dari berbagai karya musik terdahulu atau era saat ini.

Proses panjang AI dalam membuat musik
AI tidak lahir dalam waktu dekat tapi pengembangan yang berkelanjutan dari manusia. Itu pun sesuai dengan kebutuhan manusia yang membutuhkan asisten dalam proses kerja lebih mudah. Inilah yang melahirkan AI dalam wujud algoritma atau robot dalam wujud nyata.

Ada sejumlah pekerjaan manusia yang tidak tergantikan teknologi, malahan kehadiran membuat pekerjaan ini makin kaya akan ide dan inovasi. Itu semua datang dari AI, khususnya pengembangan algoritma dasar. Semuanya diawali dengan kemampuan dasar dalam menebak lagu. AI akan diperdengarkan lagu demi lagu dan menebak nada dan chord dari lagu tersebut.
 Image result for ai music production
AI pun dasar ilmu turunan yang namanya adalah Deep Learning, kemampuan inilah membuat AI belajar hal baru setiap saat. Makin hari ia makin pintar dan kaya nada di dalam data besarnya. Setelah cukup kaya dan mampu menebak lagu dengan begitu akurat, algoritma tersebut akan naik ke level selanjutnya.

Setiap nada dan lagu tersebut akan terekam di dalam data besarnya yang kemudian coba diadaptasikan dengan lagu lainnya. Cara yang hampir serupa dengan seorang musisi dalam mengawali kariernya dan menemukan pakem musik sesuai seleranya. Kini kehadiran teknologi coba diaplikasi serupa dalam menghasilkan AI andal di bidang musik.

Memang saat ini begitu banyak pro dan kontra mengenai hal tersebut, bahkan musik yang dihasilkan AI tergolong murahan dan tidak punya kualitas. Ini wajar karena masih di tahap pengembangan, karya musik yang dihasilkan pun tidak enak dan tak sesuai dengan telinga pendengar. Namun seiring dengan berjalannya waktu, AI akan melakukan proses Deep Learning secara jangka panjang. Hingga akhirnya mendapatkan karya yang disukai oleh semua pihak.

Sejarah Panjang AI di Dunia Musik
Musik mengalami perjalanan panjang selama sejarah hidup manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern manusia punya cara sendiri dalam mengekspresikan diri melalui musik. Berbagai alat musik pun terus berkembang dalam menghasilkan nada dan di era modern makin banyak instrumen modern pendukung musik.

Salah satu musik yang paling akrab dengan unsur modern ialah musik disko (dansa), begitu banyak instrumen modern khususnya perangkat DJ set. Mulai dikenal di klub malam di sejumlah negara Eropa dan Amerika di era 70-an.  Kini EDM jadi genre musik yang cukup populer di kalangan masyarakat muda termasuk dalam proses pembuatannya.

Dulunya proses pembuatannya sebuah musik elektronik memakan waktu sangat lama khususnya proses editing di studio.  Seiring dengan berjalannya, hadirlah sejumlah aplikasi yang memudahkan para produser. Proses inilah yang membuat musik EDM jadi begitu popular dan semua orang bisa membuatnya, tak harus memilik Digital Audio Workstation (DAW).

Hanya butuh perangkat penunjang elektronik seperti controller, mixer, recorder, dan tentu saja keyboard. Urusan aplikasi sesuai dengan pilihan, apakah itu FL Studio, Logic Pro, Pro Tools, dan lainnya. Tergantung kebiasaan DJ Produser menggunakan aplikasi yang ia bisa dan familiar baginya. 
Perubahan gaya mendengarkan musik pun berubah dengan cepat, mungkin dahulunya piringan cakram hitam atau kaset adalah cara mendengarkan musik. Seiring dengan perubahan zaman membuat piringan cakram tidak digunakan lagi karena tidak praktis dan lagu yang tersimpan tergolong sedikit. Semua beralih dari Mp3, Mp4 hingga kini ke layanan streaming musik berbasis cloud.

Lahirlah sejumlah perusahaan kenamaan yang begitu familiar di telinga kita seperti Spotify, Apple Music, Deezer, hingga Joox. Perubahan ini membuat makin banyak data musik yang terdata pada Big Data. Seorang yang memiliki selera musik akan dianalisis kegemaran genrenya dan aplikasi musik akan merekomendasikan musik lainnya yang ia sukai.

Algoritma cerdas inilah yang kemudian terus dikembangkan oleh manusia, dari yang hanya bisa merekomendasikan musik pada manusia. Naik tingkat hingga bisa membuat buat musik yang sesuai dengan selera manusia. Dalam hal ini manusia yang dimaksud adalah musisi, karena AI tidak bisa berdiri sendiri tanpa campur tangan manusia.

AI yang saya bahas kali ini adalah AIVA (Artificial Intelligence Virtual Artist), ia sudah dilatih cukup lama khususnya terhadap beragam jenis musik lawas hingga yang terbaru. Sejak pertama dibentuk di awal tahun 2016 oleh seorang insinyur sekaligus musisi, Pierre Berrau. Sudah begitu banyak komposisi musik yang didengar oleh AIVA, ada lebih 30 ribu jenis musik dari komposer klasik andal lintas zaman. 
Bagi yang kenal seperti nama komposer kenamaan seperti Bach, Beethoven, dan Mozart yang terkenal oleh  karya klasik milik mereka. AIVA punya kemampuan khusus dalam mengetahui berbagai pola-pola dalam komposisi musik. Apakah itu berupa nada, ritme, progesi hingga perkusi, lalu kemudian menyusun pola sendiri menurutnya.

AIVA punya kemampuan Deep Learning yang ia dapatkan dalam Big Data pada databasenya, mengolahnya menjadi komposisi musik baru.  Prosesnya panjang melalui tahapan trial and error hingga akhirnya AIVA akan tahu begitu banyak musik setelah mempelajari beragam komposisi musik.

Algoritma yang ia miliki pun akan memilah mana nada, ritme, progesi hingga perkusi yang menarik termasuk menghasilkan variasi musik baru. AI bahkan mampu memainkan dengan perasaan, kepadatan nada hingga karakter musik layaknya seorang komposer yang mampu membius pendengar musik.

AIVA dianggap cukup berhasil berkat sentuhan tangan dingin Pierre Berrau sang penciptanya. Salah satunya melalui video komposisi AIVA bertemakan: Si-fi yang dimainkan oleh musisi nyata dari CMG Orchestra. Alhasil cukup menarik dan punya komposisi yang cukup baik untuk sebuah AI. Bahkan dinobatkan sebagai komposer virtual pertama oleh Societe des Auteurs Compositeurs et Editeurs de Musique (SACEM) yang bermarkas di Paris, Perancis.
Melihat kemajuan tersebut, bukan hal yang mustahil di masa depan AIVA mampu mengombinasikan data-data vokal dari penyanyi yang telah tiada dalam bernyanyi dengan lirik lainnya. Atau bahkan membuat komposisi musik sesuai dengan melodi yang produser tersebut buat semasa hidupnya. Kita tidak tahu apakah itu bisa terjadi, tapi AI dengan segala sumber dayanya seakan mencoba pada tahapan tersebut.

Kemampuan AI Sama Bagusnya Membuat Musik
Sebagai sebuah contoh yang sangat sederhana yaitu dalam proses pembuatan musik EDM. Saya mencontohkan genre musik ini karena saya cukup paham dan sangat era dengan aplikasi pada proses pembuatannya.

Ada sejumlah aplikasi yang digunakan dalam proses pembuatannya, paling popular adalah FL Studio, Ableton, atau Logic Pro. Ada juga aplikasi lainnya tapi saya menyarankan ini karena kelebihan dan fitur yang didapatkan. Selain itu para musisi paling banyak menggunakan ketiga aplikasi tersebut.

Nah.. bila dipadukan dengan algoritma khusus yang akan punya cara sendiri dalam memproses data. Itu semua masih dalam kontrol sang musisi dan bahkan data-data yang dimiliknya. Pastinya tanpa harus menghilangkan ciri khas sang musisi yang begitu kentara.

Apakah kita perlu merasa takut dan waswas dengan adanya AI? Jawabannya tidak perlu. Musisi yang terus belajar, menajamkan perasaan, dan melatih bakatnya tak perlu takut. Karena manusia punya batas berkembang yang tidak dimiliki oleh AI.

Konsep AI hanya mampu mengembangkan kemampuannya pada batas tertentu, bukan pada batas spesifik yang manusia punya. Sesuai dengan jargon: setiap manusia itu unik dan berbeda, setiap perbedaan itu mampu menghasilkan sebuah karya atau ide brilian yang tak mampu digapai oleh teknologi sekalipun.

AI wujud jangkauan manusia pada teknologi
Menjadi musisi di era modern begitu melelahkan, mereka bisa bekerja 7/24 setiap harinya. Salah satunya menjadi musisi di musik EDM, genre musik yang begitu digandrungi anak muda kekinian. Ceruk besarnya seakan membuat para produser rangkap jabatan menjadi DJ (Disk Jockey).

Selain tampil di atas panggung utama (mainstage), DJ Produser harus bekerja siang untuk membuat tracklist musik miliknya dan malam harinya untuk tampil di hadapan fans. Jelas sangat memakan banyak waktu dan menyita banyak pikiran, bahkan ada DJ Produser yang harus depresi karena itu semua.
Image result for avicii live 
Hadirnya AI seakan memudahkan pekerjaan DJ Produser, ia bisa diperintah sesuai dengan kemauannya. Kehadiran AI seakan bisa memudahkan si produser dalam membuat musik atau menyaring tracklist sesuai dengan keinginannya. Bahkan memerintahkan AI dalam mencari melodi, chord, dan efek yang diinginkan.

Setelahnya tinggal bagaimana sang musisi dalam memeriksa ulang pekerjaan yang telah dilakukan oleh AI tersebut. Apakah sudah sesuai ataukah belum seperti yang diharapkan sang musisi. Alhasil DJ Produser bila punya banyak waktu lainnya apakah bersama teman dan keluarga atau mengembangkan karya lainnya. Termasuk menurunkan stres para musisi dan bahkan meningkatkan kualitas karya lainnya. 

Contoh Nyata AI Mengkomparasikan Beragam Musik
Salah satu wujud AI di dunia nyata sudah dipraktikkan sejak dulu, dan terbaru adalah salah satu lagu penyanyi asal Amerika Serikat Taryn Southern yang merilis sebuah album I AM AI. Tahu akan perkembangan teknologi yang begitu cepat, Taryn pun mencoba Teknik baru dalam proses komposisi musik dengan menggunakan AI.
Tergolong unik namun musiknya cukup enak didengar untuk para penggemar musik elektronik meskipun masih tergolong banyak gangguan pada aransemennya. AI yang digunakan oleh Taryn bernama Amper dengan menggabungkan elemen musik pop dan EDM.

Menggabungkan dua genre berbeda jadi satu warna, sesuatu yang jarang ada di dunia musik tapi AI bisa melakukannya. Semua itu hadir dalam single di album I AM AI berjudul Break Free, bagi saya musik ini terdengar cukup menarik dan bahkan membuktikan bisa membuat komposisi musik setara manusia.

Apa yang dilakukan Taryn mungkin tak terlalu terkenal oleh para publik. Namun siapa yang tak asing saat mendengar penyanyi kondang asal Islandia, Bjork. Penyanyi dengan nama Art Pop tersebut mencoba berkolaborasi dengan perusahaan teknologi kenamaan dunia, Microsoft.

Cara yang dilakukan Bjork Bersama Microsoft menurut saya tergolong unik, AI akan mengandalkan tangkapan kamera yang diletakan di lokasi live concert yaitu di atas atap hotel Sister City di New York. Tugas AI di sini adalah mengamati proses yang Bjork lakukan saat bernyanyi khususnya terhadap perubahan cuaca. 
Lagu tersebut berjudul Korsafn yang dapat memahami perubahan cuaca dari kepadatan awan, tipe awan hingga perubahan cuaca lainnya. Tak berhenti di situ saja, AI buatan Microsoft tersebut akan mengamati pergerakan burung yang melintas di atas lobi Hotel Sister City.

Musik yang dihasilkan oleh AI tersebut akan adaptasi sesuai perubahan cuaca. Artinya musik dianggap bisa melakukan deteksi cuaca dan mengamati setiap perubahan yang ia lakukan setiap saat. Model pengembangan AI musik dengan menggabungkan cuaca masih tergolong baru, tapi ini bisa mengantisipasi perubahan cuaca dari mirip lagu Bjork.

Potensi Musik AI di Masa Depan
Kiprah besar AI terus berkembang pesat dan menarik begitu banyak perusahaan besar mencobanya. AI bisa dipadukan dengan industri musik. Ada begitu besar ceruk yang dihasilkan di industri musik dan para pelanggan sangat menyukai hal tersebut. 
Sejumlah startup menganggap ini peluang besar  di masa depan karena AI bisa diimplementasikan di semua bidang tanpa terkecuali. Memadukan AI dengan musik bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan, apalagi kebutuhan musik yang sangat besar. Memang kemampuan musik AI belum sempurna, tapi musik buatan ini bisa digunakan sebagai musik dasar atau musik pengantar yang bebas pelanggaran hak cipta.

Ada sejumlah nama seperti AIVA, Jukedeck, Amper Music, PopGun, Humptap, Flow Machine (Sony) hingga Magenta milik Google. Bagi saya, yang paling ambisius adalah Magenta Project dari Google. Melalui riset panjang yang mereka lakukan dengan tujuan mengubah seni musik berbasis AI yang enak didengar pada masa depan. 
Dari penjelasan panjang di atas dapat disimpulkan bahwa AI musik akan terus berkembang pesat. Apakah menciptakan musik sendiri atau berkolaborasi dengan manusia. Para musisi tak perlu takut karena kreativitas manusia tidak ada batasnya dalam berkarya. AI hanya sebatas simulasi atau bahkan cara mudah manusia bekerja lebih efisien, termasuk dalam berkarya di dunia musik.

Semoga saja tulisan ini memberikan pengetahuan dan inspirasi, Have a Nice Days.

Share:

0 komentar:

Post a Comment

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad