Sunday, May 31, 2020

Menghidupkan Tren Konser Musik secara Virtual

Selama ini sangat sulit menyaksikan konser musik apa pun itu. Bila dulunya terhalang dengan jarak dan biaya tiket yang begitu mahal. Kini makin sulit karena pandemi, para musisi harus rela duduk manis di rumah, membatalkan puluhan konser hingga dunia kembali kondusif.

Selama ini konser terkenal dengan harga yang tak masuk akal, hanya bisa berkantong tebal bisa ke sana. Apalagi konser tertentu, untuk di Indonesia hanya ada di kota besar dan jumlah terbatas. Nah.. bisa dikatakan pandemi membuat sebagai orang yang belum kesampaian datang menyaksikan konser virtual dari balik gadget mereka.


Tak ada lagi batasan jumlah tiket dan bahkan gratis bermodalkan koneksi. Memanglah ini jadi mimpi buruk bagi begitu banyak musisi. Pendapatan besar dari konser mendadak menghilang dan membuat mereka harus berhemat hingga kondisi kondusif.

Mungkin bagi musisi papan atas merasa aman saja, karena punya royalti, fans yang besar hingga kanal Youtube dan sosial media yang begitu potensial dalam menggaet fans. Beda halnya dengan musisi tanggung, nasibnya luntang lantung semenjak pandemi, mau tak mau harus berhemat besar bila bisa ingin bertahan di ekonomi yang sulit ini.

Apa salahnya, kinilah kesempatan berbagi dan menghibur begitu banyak manusia yang butuh hiburan dari rumah. Karya barunya yang dulu harus didengarkan langsung dari konser kini bisa didengar secara cuma-cuma di platform seperti Youtube. Sekaligus mempromosikan, ide konser dari rumah tidaklah buruk malah makin inovatif dari hari ke hari.

Terpuruknya Dunia Hiburan ke Titik Nadir
Pandemi membuat banyak pekerja dunia kreatif dan hiburan harus kehilangan pemasukan. Uang yang selama ini hadir seperti konser harus terpangkas habis. Para EO pun harus kehilangan banyak penonton dari berbagai daerah dan dunia, mereka semua hanya bisa berdiam diri dari rumah. Karena setiap langkah keluar dari rumah, virus bisa mengancam siapa saja.
Semua konser di dunia dibatalkan, artinya ada banyak musisi dan produser yang kehilangan sumber pekerjaan. Mereka harus memutar otak agar dalam bisa berkarya, sialnya pendapatan paling besar pastinya dari konser selain pemasukan lainnya.

Ini membuat semua pihak berpikir keras mencari solusi, apalagi di tengah pandemi hiburan tetaplah prioritas. Menyaksikan video klip atau musik dari Spotify saja tidaklah cukup. Chemistry yang dihasilkan sangat berbeda. Apalagi sudah berapa bulan di rumah, hiburan di luar begitu menggoda.

Para penyelenggara dunia hiburan pun kesulitan, mulai dari izin yang sulit, memastikan semua krunya aman hingga mengontrak musisi untuk bisa tampil kembali. Segala kemungkinan terburuk bisa terjadi karena virus yang tak terlihat bahkan menghasilkan pandemi lanjutan di kemudian hari.

Pandemi Memberikan Jeda buat Para Musisi
Selama ini musisi kewalahan minta ampun, permintaan konser di belahan dunia membuat mereka sulit menarik nafas. Jarak yang ditempuh pun tak masuk akal hingga kadang ia tidak tahu berada di mana. Pandemi seakan membuat musisi harus duduk di rumah, sesuatu yang begitu diidam-idamkan. Mungkin dalam setahun hanya seminggu saja di rumah sebelum jadwal gila datang.
Secara tak langsung ini mengurangi stres para musisi, bahkan mereka harus jetlag akibat perjalanan jauh dan berdampak pada kesehatan serta mental. Bahkan membuat mereka aman dari virus karena harus bertemu banyak orang di berbagai tempat di dunia.

Ada aura yang kurang, karena konser langsung ada banyak interaksi dan pastinya lebih ada unsur hipnosis. Konser mungkin ibarat ikatan antara musisi dengan fans, hanya saja tahun ini tahun yang begitu suram untuk dunia festival. Bahkan konser jadi media promosi gratis memperkenalkan single terbaru.
Semua harus disikapi dengan positif, selama ini banyak yang mengeluhkan waktu berkarya yang tergerus oleh kesibukan di luar rumah dan studio. Kini segala alasan itu dikesampingkan karena musisi dengan leluasa menghasilkan begitu banyak karya dari rumah. Bertemu dan bercengkerama dengan orang terdekat yang begitu mahal dan langka.

Mungkin yang agak sulit adalah melakukan kolaborasi dan merekam lagu. Ini mengharuskan pertemuan langsung. Tapi itu bisa diakali dengan berbagai aplikasi video konferensi yang banyak digunakan kini. Bukan hanya sebatas berkomunikasi saja tapi dengan video konferensi para musisi bisa membuat musik dari jarak jauh. Teknologi seakan jadi salah satu juru selamat manusia untuk tetap berkarya.

Menyaksikan Kolaborasi Musik Jarak Jauh
Bila mungkin kita sudah jenuh dan bosan dengan beragam Webinar dan kelas online. Sudah pasti berjalan membosankan meskipun kaya akan ilmu. Sudah kodratnya manusia membutuhkan hiburan berkualitas secara langsung salah satunya konser virtual.

Musisi punya ide mulai dari konser solo hingga konser kolaborasi jarak jauh. Konser solo sudah pastinya berlangsung secara live tanpa proses editing sedangkan konser kolaborasi butuh sedikit editing agar terkesan lebih baik. Karena masalah koneksi bisa saja membuyarkan semuanya.

Salah satunya yang dilakukan oleh Clean Bandit, grup musik asal Britania Raya. Mereka terkenal dengan grup band yang mengajak kolaborasi sejumlah musisi ternama dunia dari mana pun. Meskipun terpisah jauh, salah satu caranya adalah dengan membuat tajuk konser virtual.
Memang terdengar aneh, bagaimana cara membangun chemistry dari jarak jauh dan bahkan bisa padu. Bahkan disaksikan langsung secara langsung oleh berbagai penggemarnya di berbagai belahan dunia. Namun bukan masalah, bahkan dianggap cukup sukses. Kolaborasi menggunakan aplikasi telekonferensi berhasil. Musisi puas dan penonton senang berhasil dipertemukan dengan idolanya secara virtual.

Modal yang dibutuhkan dalam Konser Virtual cukup mudah. Memberikan sesuatu yang baru yaitu fleksibilitas. Sama halnya dengan video konferensi para DJ produser dalam melakukan siaran langsung dari berbagai platform. Paling populer adalah dengan menggunakan Instagram dan Youtube.

Agar lebih hidup, ada banyak kamera dalam mereka dan melibatkan sejumlah pengambil video. Kesan seperti live concert terasa lebih hidup. Ada banyak proses shooting yang diambil dalam satu waktu dan dilakukan secara langsung. Serta para penggemar dapat berkomentar sehingga suasana terasa lebih hidup.

Ada begitu banyak musisi yang mereka kadang terpisah antar personil. Aplikasi virtual konferensi seakan menggabungkan semuanya. Seorang penyanyi bisa terus menyanyi dan para pemain musik juga bisa memainkan alat musiknya. Memang sedikit awkward, tapi ini terasa asyik bila sudah terbiasa. Mungkin gangguan terbesar hanyalah koneksi internet yang harus ngebut.

Platform Media Sharing, Penghubung Antar Musisi dan Fans
Selama ini musisi dan fans dihubungkan secara emosional dengan konser, untuk level musisi dunia ada berbagai konser di belahan dunia. Mereka harus menyesuaikan jadwal konser yang padat untuk bisa menjumpai setiap fansnya, apakah itu bernyanyi atau memainkan alat musik.
Hanya saja konser memberikan sebuah batasan bagi sebagian fans. Persoalan seperti harus kehabisan tiket atau bahkan jarak yang terlalu jauh. Konser memang sering dilakukan di kota besar, fans yang ada di kota kecil harus mengurut dada.

Adanya platform media sharing seperti Youtube seakan menjadi penghubung. Era saat ini Youtube jadi media paling tepat dalam berbagai termasuk konser virtual. Bila dulunya harus menempuh jarak jauh agar tiba ke lokasi dan bagi fans harus membayar begitu mahal. Kini cukup di depan gadget masing-masing sembari memanaskan kopi dan duduk manis di sofa sambil rebahan sudah bisa menyaksikan konser virtual idola secara live.`

Tak ada batasan tiket yang sebelumnya jadi patokan, apakah itu di kelas VIP atau ekonomi, semua terasa sama rata di media platform. Paling yang membedakan hanyalah koneksi internet dalam menghasilkan streaming konser jadi lebih smooth.
Konser virtual juga membuat jarak bukan masalah dari menghubungkan emosi musisi dan fans dalam sebuah platform. Memang tidak sepenuhnya menarik, tapi ini cara paling aman kala pandemi saat ini. Ada begitu banyak negara di dunia yang masih terdampak dan dari setiap negara ada fans yang rindu melihat aksi dan karya si musisi. Kini semua berhasil terjawab rasa dahaga dengan platform media sharing.

Konser Virtual Sembari Berdonasi
Musisi punya ikatan kuat dengan fans, jangan heran album terbaru, tiket menonton, hingga suvenir idolanya tetap dibeli meski harga selangit. Kedekatan ini tak jarang membuat musisi melakukan terobosan yang sifatnya berdonasi. Saat ini sangat tidak etis mencari keuntungan, saat banyak yang harus bertarung dengan virus dan bertahan hidup akibat kelaparan.

Ada banyak menjadi korban dalam pandemi kali ini, itu belum lagi yang harus kehilangan pekerjaan. Para medis yang berjuang di ganda terdepan. Sudah pasti musisi hanya bisa memberikan bantuan moral dan moril. Fans yang banyak tersebar di seluruh dunia menjadi landasan kuat, ada banyak yang rela berdonasi saat melakukan konser digital.
Salah satunya melalui yayasan amal atau melalui layanan Youtube, itu karena ada begitu banyak pekerja industri musik yang harus kehilangan pekerjaan saat pandemi. Mungkin yang terbiasa menonton konser pasti tahu, ada banyak orang yang terlibat di belakang layar dalam kesuksesan sebuah konser. Kini mereka semua harus dirumahkan dalam waktu lama. Bahkan dalam waktu dekat sangat sulit ada konser seperti serupa hingga vaksin berhasil ditemukan.

Donasi yang bisa disumbangkan langsung pun tidak dipatok seperti halnya tiket dan album. Semua bisa diberikan secara cuma-cuma kepada yang membutuhkan. Ada batasan donasi tertentu yang nantinya disumbangkan. Toh itu bukan masalah buat musisi, bahkan tak jarang melebihi ekspektasi.

Nasib Konser setelah Pandemi Berakhir dan Ide Cerdas Mewujudkannya Kembali
Sejumlah bisnis akan mengalami masa sulit di tahun ini dan beberapa tahun belakang. Bahkan kondisi tidak lagi sama, ada sejumlah protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Bila tidak, konser akan dibatalkan oleh pemerintah. Siapa yang mau di negara dari sebuah konser menghasilkan korban yang terpapar.

Selama vaksin belum ditemukan, segala ancaman tersebut begitu nyata. Semua konser pastinya melibatkan banyak bisnis. Mulai dari travel, penginapan/hotel, mall hingga booth berbagai makanan dan minuman. Bahkan di sejumlah negara menjadi konser sebagai devisa yang cukup besar, tapi itu semua tidak bisa dilaksanakan. Bila pun ngotot dilaksanakan, peminat akan berpikir puluhan kali untuk ke sana dengan rasa waswas.

Hiburan mungkin jadi pelipur lara dan penghilangan rasa jenuh. Selama pandemi berlangsung dunia hiburan seakan kehilangan nadinya. Dunia hiburan sangat identik dengan keramaian, sudah pasti tidak sesuai dengan dalam konsep jaga jarak sesuai dengan protokol kesehatan.

Bagi negara yang kasusnya mulai mereda dan kurva COVID-19 mulai melandai. Kini mereka sudah mulai membuka akses dari lockdown dan masyarakat diberikan akses namun harus mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat mulai bisa beraktivitas normal meski dengan batasan tertentu salah satunya dunia hiburan. Mungkin konser virtual terlihat tidak memberikan hipnosis yang cukup buat penggemarnya.
Para EO melihat peluang ini setelah sekian lama vakum, konsep yang ditawarkan berbeda dan menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Ide yang tercetus adalah dengan menerapkan konsep Drive-Thru Concert.  Para penonton konser hadiri ke lokasi konser menggunakan mobilnya masing-masing dan setiap kendaraan punya jarak layaknya parkiran kendaraan.

Memang jumlah tak sebanyak konser umumnya, akan tetapi para pengunjung bisa merasakan sensasi baru dalam menyaksikan konser. Tak ada aksi jingkrak-jingkrak karena terbatas di dalam mobil, tapi pengunjung bisa merasakan kembali konser outdoor yang hidup seperti dulu.

Para musisi yang mengisi panggung datang dari musisi lokal, itu wajar karena banyak musisi atau DJ yang tidak bisa melakukan perjalanan ke luar negeri. Semuanya harus menjalankan protokol kesehatan yang ketat seperti tes Swab sebelum tampil ke atas panggung. Bahkan musisi harus  memakai masker pelindung dan menjaga jarak dengan anggota lainnya. 
Para penonton juga melakukan hal serupa yaitu dimulai dari memasuki lokasi konser atau bioskop outdoor. Seperti proses pengecekan suhu tubuh dan Swab melibatkan petugas kesehatan setempat. Hingga berbaris rapi layaknya pelataran parkir mall. Hingga akhirnya idola mereka keluar dari balik panggung, memainkan musik favorit kalian.

Konsep ini seperti akan populer hingga vaksin berhasil ditemukan, memang tidak seleluasa konser sebelumnya. Minimal bisa mengobati rasa rindu dari para penggemar. Terlalu lama di rumah kini bisa merasakan sedikit hiburan, lagi pemerintah sudah memberikan lampu hijau sehingga EO bisa melaksanakan Drive-Thru Concert atau bahkan disulap jadi Drive-thru Bioskop dadakan.
Bahkan akan jadi sebuah tradisi baru dalam menyaksikan konser atau bahkan menonton bioskop. Ini semua karena cara paling aman dan mengurangi sentuhan dan interaksi dengan orang tak dikenal. Untuk penonton yang ada di belakang, agar tetap bisa melihat idolanya. Terdapat layar LED besar, sehingga terlihat jelas. speaker pun terletak di setiap sudut konser hingga menghasilkan suara yang sama besar.

Bahkan sejumlah desain ini membuat kostum khusus yang digunakan untuk konser. Pengguna tidak gerah atau kekurangan oksigen karena sudah didesain khusus. Bentuknya menyerupai APD dikhususkan dengan Rave Party, andai saja konser kembali dilaksanakan. Ini membuat pengguna tidak perlu menjaga jarak dan tentunya merasakan konser dengan cara berbeda.
Meskipun harganya mahal dan belum ada konser resmi setelah saat ini, cara ini dianggap terobosan baru. Harga bukanlah masalah khususnya untuk proteksikan diri dari ancaman virus. Toh... semua itu terbalas dengan penampilan idola yang tampil di atas panggung.

Itulah yang terjadi untuk saat ini, tapi semua pihak mencari cara karena semua butuh hiburan. Faktor kesehatan memanglah yang paling utama, hanya saja saat semuanya sudah berlalu saat memikirkan cara. Membangun kehidupan, ekonomi, dan tentu saja menciptakan kembali hiburan. Semua itu membuat manusia kembali bergairah menjalani hidup baru berwujud New Normal.

Semoga saja tulisan ini menginspirasi dan Have a Nice Days...

Share:

0 komentar:

Post a Comment

ROG Phone 8

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad