Liburan di desa atau tempat terpencil memang mengasyikkan, menjauhkan
manusia dengan segala hingar bingar dunia perkotaan dan jagat maya yang menyita
pikiran. Hanya saja liburan di tempat seperti itu menyisakan sesuatu kebosanan
dan ketinggalan informasi buat masyarakat perkotaan.
Sesuatu yang menyita pikiran tetap saja dibutuhkan khususnya akses internet di era modern. Lokasi pedesaan dan tempat terpencil punya kendala utama yaitu koneksi internet yang buruk. Masyarakat yang sudah lama berdiam diri di kota seakan ingin kembali ke habitatnya.
Rasanya internet sudah menjadi kebutuhan yang sulit dipisahkan. Mungkin
liburan seakan lebih bermakna tanpa kehilangan segala informasi up to date
yang ada di worldwide sekalipun. Masyarakat pedesaan pun serupa, mereka
bisa mendapatkan akses internet sama baiknya di perkotaan.
Berkat internet seakan mampu menghilangkan jurang pemisah yang begitu jauh
dari setiap masyarakat terutama di era digital. Kebutuhan yang rasanya sulit
ditawar-tawar lagi, bukan hanya sebatas multimedia namun menjadi hajat hidup
masyarakat modern. Itulah gambaran sebegitu mendesaknya kebutuhan internet yang
kini dibutuhkan masyarakat global.
Di belahan bumi lain, kobaran api mengepul begitu besar, tanah di sekitar
bergetar begitu keras. Sebuah roket luar angkasa baru saja lepas landas dari
salah satu stasiun peluncuran. Roket raksasa itu pun perusahaan swasta bernama
SpaceX, perusahaan yang sedang giat mengguncang dunia akhir-akhir ini.
Roket yang meluncur tersebut adalah Falcon 9, merupakan roket peluncur seri
lanjutan milik SpaceX. Tugas utama dari Falcon tentu saja membawa berbagai
tugas logistik terkait pengembangan misi luar angkasa. Tugas fenomenal roket
ini terus bertambah dengan makin tingginya permintaan dari berbagai
pengembangan bisnis milik SpaceX.
Tentu saja yang paling fenomenal adalah pengembangan konsep internet
satelit konstelasi yang mereka beri nama dengan Starlink. Proyek ambisius ini
seakan mampu menjawab segala kegundahan banyak orang terkait dengan internet.
Mungkin masalah internet yang selama ini tidak tersalurkan dengan baik di
daerah terpencil mampu dijawab oleh Starlink.
Internet untuk Semua Umat Manusia
Di era modern seperti saat ini, koneksi internet jadi sesuatu yang wajib.
Berbagai perangkat elektronik seakan sudah terkoneksi dengan internet. Segala
aktivitas seakan melibatkan internet, selain memudahkan juga mampu membuat
ekonomi sebuah negara berkembang dengan pesat.
Negara maju di dunia sudah pasti punya penetrasi internet yang bisa diakses
dengan mudah oleh masyarakatnya. Ada hubungan yang sangat besar antara
penetrasi internet dengan kemajuan bangsa, apalagi saat ini dunia sudah
memasuki Revolusi Industri 4.0.
Sebagai gambaran nyata, saat ini dunia dihuni lebih dari 7,7 miliar
penduduk. Jumlah yang besar tersebut nyatanya baru 4,5 miliar saja yang baru
terkoneksi dengan internet atau 60% total penduduk dunia. Total ada 40% atau
sekitar 2,2 miliar lainnya yang belum mendapatkan akses tersebut.
Ada begitu banyak negara yang masih kesulitan internet, terutama negara berkembang
dan negara yang masih tertinggal. Paling banyak ada di Asia dan Afrika dan
sebagian di benua Amerika latin. Penetrasi internet hanya ada di perkotaan
saja, sedangkan di daerah terpencil terasa begitu payah.
Lalu di Indonesia, selalu negara berkembang pun belum sepenuhnya mendapatkan akses internet memadai. Total ada 196,7 juta atau sekitar 73,7% penduduk yang sudah mendapatkan. Sedangkan lebih dari 70 juta lainnya belum mendapatkan internet yang layak.
Umumnya mereka datang dari kalangan yang hidup di daerah terpencil yang
minim akses. Jangankan akses internet, untuk akses jalan dan listrik saja masih
sulit. Sehingga ini menjadi tugas kita bersama dalam pemerataan internet di
negeri tercinta.
Membangun koneksi yang menghubungkan ke seluruh Indonesia tergolong berat.
Meskipun Indonesia sudah punya Palapa Ring yang membentang dari barat, tengah,
dan timur Indonesia. Hanya saja koneksi tidak cukuplah baik di daerah dengan
perkotaan. Ada saja kendala yang menghalangi internet yang ngebut di sejumlah
wilayah tersebut.
Faktor dari kontur alam yang beragam dan medan menantang yang memisahkan
setiap wilayah. Ini membuat BTS dan kabel serat optik tidak mampu optimal. Itu
belum lagi di perairan yang sudah pasti jauh dari sinyal berdampak akses di
laut sangat sulit.
Teknologi yang paling masuk akal dalam menjawab itu semua adalah internet berbasis satelit. Masalah medan yang sulit khususnya lokasi tak terjangkau oleh BTS selaku pemancar dari internet berbasis serat optik. Pada sistem internet satelit, lokasi bukan masalah karena ia terkoneksi langsung dengan satelit yang ada di orbit bumi. Bisa dibilang ini jadi jawaban internet bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia.
Masalah di sejumlah negara di dunia pun sama, medan yang sulit, kemampuan
teknologi sebuah negara yang masih rendah hingga faktor politik membuat
internet tidak bisa diakses oleh setiap orang. Adanya internet satelit bisa
memutus sekat tersebut, khususnya dalam melihat dunia jadi lebih luas.
Itulah yang coba SpaceX hadirkan melalui ide dan misi besar mereka dalam
mengembangkan internet satelit untuk semua bangsa tanpa terkecuali. Tentu saja
dengan harga terjangkau dan kualitas internet stabil, sesuatu yang diidamkan
banyak orang.
Internet Satelit Fenomenal Bernama Starlink
Peluncuran pesawat luar angkasa Falcon 9 nyatanya membawa misi penting. Setelah sebelumnya sukses mengantarkan dua astronaut ke ISS dalam kapsul Crew Dragon dengan selamat. Kini mereka kembali melanjutkan tugas dalam mengirimkan beda lainnya ke luar angkasa. Salah satunya adalah membawa begitu banyak satelit konstelasi yang diberi nama Starlink.
Bisa dibilang ini menjadi ladang uang SpaceX selain misi luar angkasa
lainnya. Starlink bisa dibilang jadi pundi-pundi pemasukan rutin yang bisa
SpaceX dapatkan di masa depan. Jadi membuat mereka begitu getol dalam
mengembangkan satelit konstelasi di orbit rendah bumi.
Proyek ini bertujuan untuk memberikan akses internet full speed dengan
harga terjangkau kepada seluruh masyarakat dunia. Sesuatu yang hanya bisa
dinikmat di daerah perkotaan, namun kini bisa di mana saja melalui Starlink.
Bermodal dengan menghubungkannya dengan Receiver yang akan SpaceX
sediakan pada layanan mereka. Starlink pun bukan hanya bermodalkan satu satelit
saja yang mengitari orbit rendah bumi. Tapi jumlah mencapai 12 ribu unit yang
saling berkomunikasi satu sama lain melalui pancaran sinar laser.
Mengurangi waktu jeda dan memungkinkan koneksi yang lebih cepat dengan
latensi yang lebih sedikit. Andai bisa segera terwujud, maka seluruh penjuru
dunia bisa terkoneksi dengan jaringan internet kecepatan tinggi.
Proses peluncuran ke orbit bumi dibutuhkan begitu banyak peluncuran yang
melibatkan roket milik SpaceX, salah satunya Falcon 9. Ini bertujuan agar
target tersebut bisa tercapai dan Starlink bisa beroperasi optimal di masa
depan.
Komisi Komunikasi
Federal Amerika Serikat pun telah memberikan izin kepada SpaceX untuk
menempatkan 12 ribu satelit Starlink untuk mengorbit di Bumi yang rendah. Jumlah
ini bahkan bisa bertambah banyak di masa depan karena SpaceX tidak sendirian di
bisnis ini. Salah satu pesaingnya datang dari Amazon.
Semua mencakup
begitu banyak konsumen yang ada di belahan dunia lainnya terutama akses
internet cepat. Nantinya setiap satelit akan bekerja selama lima tahun sebelum
digantikan dengan versi terbaru. Satelit yang habis masa pakai akan jatuh dan
terbakar di orbit bumi sehingga mengurangi sampai luar angkasa.
Melihat Konsep Kerja
Starlink
Sebagai salah satu
perusahaan pionir dalam mengembangkan proyek satelit konstelasi luar angkasa. SpaceX
dianggap punya konsep unik dalam menjalankan Starlink. Mulai dari proses
peluncuran, peletakan satelit di orbit rendah bumi, jumlah satelit yang
dimiliki hingga proses komunikasi satelit hingga bisa dinikmati masyarakat
dunia.
Tugas pertama dalam
meletakkan Starlink datang dari aksi wahana SpaceX Falcon 9, tugasnya adalah
mengantarkan hingga 12 ribu satelit di orbit rendah. Dalam proses sekali pengantar
bisa mencapai 60 satelit, berarti total mencatat ratusan penerbangan.
Ukuran satelitnya
pun relatif kecil, hanya 250 kg dan akan hancur di luar angkasa saat masa
pakainya selesai. Sebagai catatan, Starlink menjadi penyedia internet satelit
pertama yang memanfaatkan orbit rendah Bumi yang mengorbit antara 540 km hingga
570 km di atas permukaan Bumi.
Alasan berada di
orbit rendah bumi karena mengirimkan data jauh lebih cepat. Ini karena
rendahnya latency hingga hanya 15 milidetik. Bandingkan ini dengan
latensi internet satelit standar 594 hingga 624 milidetik. Pada proses
pengujian kecepatan internet Starlink telah mencapai 100 Mbps dan angka terus
bisa terus meningkat sampai hasil final yaitu hingga 1 Gbps.
Proses kerjanya adalah dengan kemampuan latency rendah dari internet satelit. Satelit-satelit ini terkoneksi satu dengan yang lain menggunakan laser untuk pin point data dari 1 belahan bumi ke belahan bumi lainnya. Total hingga 12 ribu unit yang membentuk seperti koordinat dalam mengirimkan sinyal ke bumi.
Kemudian pertunjukan di bumi
dimulai, sudah ada provider yang menangkap sinyal tersebut. Mirip dengan
konsep VSAT yang sebelumnya sudah pernah ada dalam sistem komunikasi. Nanti konsep
lebih sederhana dan lebih cepat dalam proses koneksi ke bumi karena VSAT masih
mengandalkan frekuensi radio.
Kemudian setiap pengguna akan memiliki set
top box dalam menangkap koneksi internet. Sudah pasti internet tidak
terhalang sedikit pun. Semuanya berada di atas langit sehingga proses latency
jadi lebih cepat dibandingkan dengan internet serat optik yang butuh BTS.
Bagaimana
Cara mendaftar ke Starlink internet?
Saat ini,
Starlink memiliki 895 satelit operasional dengan pengguna yang masih terbatas
pada versi beta saja. Terutama pelanggan tertentu di Amerika Serikat utara dan
Kanada yang tinggal di antara garis lintang 45 dan 53 derajat utara.
Starlink
mengklaim akan menawarkan layanan internet ke sebagian besar dunia pada tahun
2021. Nantinya internet satelit akan punya kecepatan unduhan lebih cepat dari
100 Mbps, yang cukup cepat untuk mendukung game online level Triple A dan proses
streaming video hingga kualitas 4K.
Layanan
internet satelit Starlink dapat mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia yang
saat ini tanpa akses ke internet yang terjangkau. Ini juga akan mempengaruhi
perjalanan jarak jauh, karena akan tersedia di pesawat dan kapal laut.
Lalu
muncul pertanyaan, apa perbedaan mendasar dari serat optik yang lazim digunakan
saat ini dalam proses transfer data di internet?
Sudah
pasti setiap sistem punya kekuatan dan kelemahan masing-masing dalam menjangkau
pelanggan. Segmentasi ini membuat perbedaan berarti. SpaceX melihat pemerataan
internet menjadi alasan utama dan membuat akses di lokasi tertentu yang jauh
dari manusia bisa sama lancar.
Beda
dengan konsep serat optik yang butuh BTS dalam memperkuat jaringan seperti di
darat. Sedangkan di laut mereka menggunakan kabel serat optik dalam menghubungkan
antar pulau hingga benua. Makin banyak penduduk maka makin banyak BTS yang ada,
terutama lagi 5G nantinya bila sudah berhasil diaplikasikan ke seluruh negara
dunia.
Sedangkan
internet satelit jelas tidak segarang internet serat optik terutama dalam kecepatan
transfer data. Latency pada jaringan internet serat
optik lebih rendah sehingga kita dapat menikmati internet yang
cepat. Latency rendah disebabkan cahaya yang bergerak dalam
serat optik berjalan lebih cepat dibandingkan gelombang radio yang ada pada
internet satelit.
Inilah
yang membuat internet satelit kalah telak, namun kembali lagi ke tujuan utama
SpaceX. Mereka inginnya pemerataan internet di seluruh lokasi di bumi melalui proyek
Starlink. Makanya ini jadi alasan satelit internet berada di orbit bumi dalam
menjangkau banyak wilayah. Untuk wilayah, internet satelit jelas menang tapi
buat kecepatan jelas kalah cepat karena jaraknya hingga 500 km di atas
permukaan bumi.
Sebut
saja daerah sulit di dunia mulai dari wilayah pedalaman, Rig pengeboran di tengah
laut, di dasar laut, di atas pesawat hingga wilayah yang baru saja berdampak
bencana alam bisa dijangkau oleh satelit internet saat jaringan internet serat
optik terganggu atau terbatas wilayah jangkauan.
Internet
Satelit dan Berbagai Penolakan
Kini melihat langit penuh bintang-bintang tinggallah
kenangan, kini yang tersisa hanyalah begitu banyak objek benda melayang dari Starlink
dan wahana lainnya.
Segala
inovasi yang SpaceX berikan melalui proyek visioner mereka nyata banyak mengalami
penentangan. Khususnya dari para pemerhati lingkungan hingga para pengamat
antariksa. Alasan utama karena begitu banyak satelit kecil yang diluncurkan di
orbit bumi.
Jumlahnya
tidak tanggung-tanggung yaitu 12 ribu unit, perlu dicatat bahwa itu baru dari
satu perusahaan saja. Bahkan ada banyak pesaing serupa yang menawarkan inovasi
terkait internet satelit, mulai dari Amazon melalui Project Kuiper, dan proyek
lainnya seperti OneWeb serta LEO Telesat. Bisa jadi ada ratusan ribu satelit
yang ada di orbit bumi nantinya.
Bagi para
pengamat antariksa terkait dengan proses pengamatan bintang dan objek jauh di
luar angkasa. Jumlah ini sangat banyak dan mengganggu, terutama sekali pantulan
cahaya yang menyerupai bintang. Itu belum lagi dengan bentuk satelit Starlink
menyerupai kereta api bisa dilihat dari bumi.
Dampak
lainnya adalah banyak satelit membuat bentuk rasi bintang akan berubah
selamanya. Mungkin dulunya di malam hari kita melihat beragam rasi bintang nan
indah di angkasa. Tapi kini rasi bintang itu harus tercampur aduk atau
terhalangi oleh cahaya satelit Starlink.
Itu belum lagi dengan sampah luar angkasa yang
makin menumpuk. Memang SpaceX mengklaim bahwa usia pakai dari setiap satelit
adalah lima tahun sebelum berganti dengan versi terbaru. Satelit yang tak
terpakai akan keluar orbit dan jatuh ke bumi. Saat proses jatuh pun akan
terbakar di atmosfer sehingga tak mencemari bumi terutama bahan yang terkandung
dari satelit tersebut.
Berbagai penolakan
tersebut nyatanya tidak menjadi masalah buat SpaceX malahan mereka mendapatkan izin
dari Komisi Komunikasi Federal Amerika Serikat terkait dengan peluncuran Starlink.
Meskipun dengan jumlah yang ditentukan dan syarat wajib terpenuhi. Landasan
itulah yang membuat SpaceX sangat getol mewujudkan internet satelit dalam waktu
dekat.
Proyek Tandingan dari Amazon
Namanya bisnis sudah pasti tidak menarik andai saja tidak ada pesaingnya.
Dalam bisnis internet satelit, SpaceX tidak sendiri. Sudah ada nama besar dari
Amazon dengan Project Kuiper, ada juga OneWeb dan LEO Telesat. Artinya ada
banyak opsi dan pilihan harga yang bisa didapatkan pengguna internet global.
Pesaing yang sudah selangkah lebih maju adalah Amazon melalui Project
Kuiper. Melalui anak perusahaannya Kuiper System, akan menerapkan konstelasi
internet satelit broadband besar untuk menyediakan konektivitas internet
di muka bumi.
Di dalam tim pada Project Kuiper pun tak main-main, ada nama Rajeev Badyal
selaku mantan presiden direksi Starlink yang kaya pengalaman akan konstelasi
satelit internet. Serta juga beragam tim insinyur dan ilmuwan bidang antariksa
dalam Project Kuiper.
Urusan pendanaan pun bukan masalah, Amazon selaku perusahaan besar sudah
pasti jor-joran mengenai masalah ini. Project Kuiper sendiri diinvestasikan
dana pengembangan konstelasi satelit hingga US$ 10 miliar untuk tahapan awal.
Jumlah ini akan terus bertambah andai misi ini membuahkan hasil.
Total ada sebanyak 3.236 satelit yang direncanakan untuk konstelasi penuh
untuk menyediakan internet broadband. Mencakup satelit berkinerja tinggi, gateway
terestrial, teknologi penerima internet, dan berbagai terminal pelanggan. Beroperasi
di 98 pesawat orbital dalam tiga area orbit bumi, masing-masing pada ketinggian
masing-masing orbit yaitu: 590, 610, dan 630 km.
Nantinya akan menyediakan akses internet broadband di seluruh dunia yang
terbatas internet. Project Kuiper akan memberikan layanan broadband
berkecepatan tinggi dan latensi rendah ke tempat-tempat di luar jangkauan serat
tradisional atau jaringan nirkabel.
Selain memberikan layanan ground station langsung kepada pelanggan,
Project Kuiper juga akan memberikan solusi backhaul bagi operator nirkabel
yang memperluas layanan LTE dan 5G ke wilayah baru yang tak terjangkau oleh
internet serat optik.
Sedangkan OneWeb bekerja sama dengan INTELSAT dalam pengadaan konstelasi
satelit internet. Sedangkan terkait dengan proses pengiriman satelit ke orbit,
mereka bekerja sama dengan Airbus yang kini sedang getol mengembangkan wahana
luar angkasa.
Terakhir adalah Telesat LEO yang punya beragam inovasi, mulai dari low
latency, berbiaya murah, menjangkau semua wilayah di dunia, berpengalaman di
dunia satelit hingga ramah lingkungan. Ini membuat Telesat LEO jadi salah satu
pesaing berat Starlink di masa depan.
Itu sejumlah pesaing yang datang dari Starlink, mereka menawarkan beragam fitur, teknologi hingga perang harga terkait dengan satelit internet. Semuanya dikembalikan pada pelanggan selaku pihak yang merasakan faedah dari satelit internet.
Terkait dengan masalah lingkungan dan mengganggu proses pengamatan bintang
bagi para astronom. Ini kita kembalikan ke mereka dan regulator. Kita konsumen
tidak punya kemampuan di ranah tersebut. Sisi positif dari sebuah teknologi
memang rawan penolakan, namun saat sudah berhasil diaplikasikan. Nyata banyak
memberikan manfaat buat banyak orang di masa depan.
Semoga tulisan ini memberikan inspirasi Anda terkait dengan dunia antariksa
dan perkembangan teknologi dunia. Akhir kata, Have a Nice Days...
0 komentar:
Post a Comment