Matanya
nanar, menatap pasien anak bibir sumbing di ruangan operasi rumah sakit. Ia pun sibuk minta ampun melihat pasien yang gugup dan
menangis saat ingin di operasi. Satu sisi, ia mencoba menenangkan orang tua pasien yang
berhasil dihimpunnya yang tersebar dari seluruh Aceh.
Mereka umumnya telah tiba beberapa hari di Kota Banda Aceh, tersebar luas hingga pelosok Aceh. Bahkan sebelumnya banyak orang tua yang belum pernah sampai ke Banda Aceh. Kini bisa tiba sembari membawa buah hati tercinta.
Rahmad saat itu begitu sibuk mengurusi pasien yang akan mendapatkan giliran operasi.
Mulai dari berbicara dan menenangkan orang tua sang anak hingga berkomunikasi
intens dengan para dokter yang terlibat dalam proses operasi bibir sumbing.
Sehari
sebelumnya, anak-anak diharuskan puasa sebelum menjalani operasi. Ada banyak
wajah tegang dari para orang tua. Apalagi sang anak yang masih kecil dan makin
cepat dilakukan proses operasi bibir sumbing, makin bagus dan di saat ia besar.
Bekasnya tak terlihat lagi.
Semuanya berakhir melegakan, saat anak-anak yang telah dioperasi sudah
diperbolehkan pulang. Wajah cemas orang tua seakan berganti dengan rasa ceria.
Anak-anak yang tadinya tidak perbolehkan makan selama beberapa waktu sebelum
operasi kini bisa makan.
Kini
tinggal menunggu proses kesembuhan dan melihat senyum dari anak-anak penderita
bibir sumbing. Saat sembuh, sang bayi nantinya di kala besar, bekas operasinya
akan hilang. Harus penanganan operasi cepat serta tindakan awal yang dilakukan
oleh Rahmad seakan membantu orang tua sang anak.
Rahmad pun senangnya minta ampun karena tugasnya hari itu selesai. kini ia bergegas
melakukan aksi serupa di tempat lainnya di Aceh. Ada banyak pasien lainnya yang
butuh penanganan serupa. Ia pun bergegas melakukan misi lainnya
Perkenalan
Awal dengan Rahmad Maulizar
Di awal perkenalan, saya pun sedikit ragu dengannya, wajahnya tidaklah asing karena
desa tempatnya tinggal di Meulaboh tidak jauh dengan rumah saya. Kami berasal
dari generasi yang sama dan cukup mengenal dia semenjak duduk di bangku
sekolah.
Seakan
saya langsung “klik” dan nyambung diajak ngobrol panjang tentang
profesinya. Apalagi pekerja sebagai relawan bibir sumbing sedikit nyambung
dengan pekerjaan saya yang bergelut dengan UKM.
Bila
Rahmad rela blusukan ke dalam pelosok wilayah untuk mencari pasien bibir
sumbing. Sedangkan saya blusukan ke daerah sembari mencari UKM
potensial.
Itulah
perkenalan singkat dengan dirinya kala itu, ia sangat antusias terhadap bibir
sumbing yang ada di seluruh kecamatan/kota di Aceh. Namanya panjangnya Rahmad Maulizar
dan usianya sebaya dengan saya.
Segala
dedikasinya panjangnya seakan ia kenyang pengalaman menjadi seorang pekerja
sosial. Pilihan yang sangat sulit saat ini, banyak orang yang memilih pekerja
kantoran dengan bayaran besar sedangkan Rahmad memilih jalan berbeda yang
baginya menyentuh batinnya.
Ini
pun bercerita panjang tentang pengalaman getir di masa kecil, kelamnya bencana
gempa bumi dan tsunami yang menimpa desanya hingga akhirnya ia bertemu dengan
dr. Jailani yang mengoperasinya dan membuat ia tergerak mengubah anak yang sama
sepertinya menjadi normal sedia kala.
Bibir
Sumbing, dari Penyakit Takhayul hingga Korban Perundungan
Dulu
Rahmad hanyalah anak kecil yang menderita bibir sumbing. Ia terlihat berbeda
dengan anak seumurannya dan ini jadi celah ia mendapatkan tindakan perundungan.
Menjadi berbeda di kalangan anak-anak jelas sesuatu yang tidak mengenakkan
khususnya secara fisik.
Masa
kecilnya sering mengalami tindakan perundungan hingga masa remaja.
Permasalahannya karena ia sulit berbicara. Menjadi seorang yang menderita bibir
sumbing jelas sesuatu yang tidak mengenakkan.
Setiap
ucapan yang diucapkan jadi bahan olok-olokan, jelas saja ini membuat mentalnya
lemah. Apalagi dulu, bibir sumbing dianggap sebagai sesuatu aib yang tidak bisa
diubah. Bahkan di daerah pelosok jadi lebih liar anggapan orang.
Menurut
orang tetua terdahulu, penyakit ini karena adalah takdir Ilahi yang sulit
diperbaiki. Efeknya bagi seorang anak yang menderita, ia akan diasingkan dalam
pergaulan. Ini tidak baik karena berpengaruh pada mental dan psikis sang anak,
dan Rahmad mengalami hal tersebut.
Rahmad lebih banyak menyendiri dibandingkan harus bergabung dengan teman-temannya dan
mengurung diri adalah sebuah pilihan. Bahkan asal ia bicara di sekolah,
teman-temannya selalu saja mengolok-oloknya karena nada suaranya.
Masa kecil yang berat makin terasa saat gempa bumi dan tsunami menimpa tanah rencong Teuku Umar meluluhlantakkan Kota Meulaboh. Rahmad adalah salah satu korban yang berhasil selamat dari amukan itu. Menghancurkan desanya dan membuat banyak teman-teman masa kecilnya hilang ditelan gelombang tsunami.
Namun
di situlah titik baliknya, bagaimana saat bala bantuan dari nasional dan
internasional berdatangan. Membantu dan membuat Aceh terbuka pada publik, dari
sebelumnya hanya daerah konflik di ujung Indonesia menjadi daerah prioritas
utama bantuan gempa bumi dan tsunami 2004.
Ada
banyak NGO datang dan salah satunya adalah tindakan orang tuanya memberanikan
diri mengantarkan anaknya yang sudah remaja untuk mengoperasi cacat bawaan di
bibirnya. Ada banyak anak bibir sumbing di Aceh saat itu yang tak tertangani
dan kini ada sejumlah yayasan yang membantu dalam proses operasi bibir sumbing.
Akhirnya
orang tuanya mendapatkan informasi mengenai keberadaan Yayasan yang bergerak di
bidang penanganan bibir sumbing di Banda Aceh. Namanya Smile Train, yayasan
yang peduli lebih terhadap penderita bibir sumbing di seluruh dunia.
Dokter
yang terlibat menangani Rahmad pun bedah bibir dan merekonstruksikan
langit-langit di bibirnya, membantu mengubah bentuk bibirnya seperti orang
normal. Perlahan bibir sumbingnya hilang setelah menjalani serangkaian operasi.
Memang
ada penyesalan karena pita suaranya tetap tidak sesempurna layaknya orang
dewasa umumnya. Karena ia dioperasi saat sudah beranjak dewasa, lebih baik saat
masih balita. Selain bekasnya hilang, serta si anak tidak kesulitan dalam
berbicara dan harus mengikuti terapi bicara.
Waktu
yang ideal adalah di periode 8 – 9 bulan. Bila terlambat penanganannya, berakibat
pada kemampuan berbicara sang anak tumbuh dewasa. Si anak harus mengikuti
terapi berbicara lagi dan bisa menghambat komunikasinya dengan teman-temannya.
Proses
untuk penyembuhan pada celah bibir dan langit-langit juga berlangsung cepat.
Sehingga saat sang anak tumbuh dewasa, ia tidak mengetahui saat masih kecil
pernah menderita kelainan bibir sumbing.
Batas
terbaik adalah saat masa balita, karena akan sangat minim bekas jahitan
operasi. Memang batas akhir adalah sebelum usia 21 tahun, saat pertumbuhan
terhenti. Tetapi sang anak akan kesulitan dari kemampuan berbicara, proses
operasi yang sangat sakit, dan bekas luka yang sulit dihilangkan
Pengalaman
pelik yang dialami saat masih remaja tidak ingin terulang kembali pada
anak-anak Aceh. Tekadnya bulat, jangan sampai cacat lahir dari bibir sumbing
seakan membuat anak-anak kecil tersebut kehilangan teman dan masa bermainnya.
Tekad
Mengembalikan Senyum Anak Aceh
Ajakan tersebut datang dari dokter bedah yang mengoperasinya kala remaja lalu. Ia adalah dr. Jailani, hatinya makin kuat terketuk karena banyak anak-anak yang dibiarkan sumbing hingga dewasa. Perkenalannya berawal dari yayasan Smile Train yang membawahi berbagai aksi bibir sumbing di seluruh dunia.
Bagi
kebanyakan orang tua, bibir sumbing adalah fenomena penyakit bercampur
aib. Apakah buat sang orang tua dan tentunya buat sang anak. Para orang tua sudah rela akan yang terjadi pada anaknya dan sebagai
cobaan ilahi. Inilah yang membuat banyak penderita bibir sumbing tidak
mendapatkan penanganan optimal hingga usia dewasa.
Menurut
data, dari 8 dari 1000 angka kelahiran di Indonesia memunculkan bayi penderita
bibir sumbing. Data tersebut ternyata makin membesar di Provinsi Aceh.
rata-rata dari 100 kelahiran akan ada tiga kelahiran yang menderita bibir
sumbing. Jumlah ini dinilai cukup besar karena banyak dari pasangan orang tua
sang bayi datang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Masalah
ekonomi seakan banyak orang tua yang mengurungkan niatnya membawa ke rumah
sakit. Akses rumah sakit yang dianggap sulit dan pastinya memerlukan biaya tak
sedikit, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan saja sulit.
Anak
yang tidak dioperasi pada usia balita pun akan mengalami tekanan psikis dan
emosi dari lingkungannya. Ia akan minder dalam kehidupan sosial karena
penampilannya yang berbeda. Belum lagi tutur ucapannya yang sulit dimengerti dan
diterima di lingkungannya.
Pada pasien bibir sumbing yang ringan hanya tampak seperti celah kecil di bagian bibir atas, sementara bibir sumbing berat dapat terjadi di dua bagian bibir atas lalu membentuk celah sampai ke lubang hidung dan langit-langit atas mulut hingga menyebabkan kesulitan proses menghisap saat menyusu, sukar menelan, dan gangguan proses pernapasan.
Bibir
sumbing hanya bisa diperbaiki melalui tindakan operasi namun penanganan ini
relatif mahal karena tergolong operasi dengan tingkat kesulitan tinggi. Bagi
penderita bibir sumbing yang berasal dari keluarga tidak mampu tentu saja hal
itu akan sangat memberatkan mereka dan berbagai program operasi gratis
merupakan sebuah solusi untuk permasalahan mereka ini.
Profesi
Relawan, Wujud Pahlawan di Era Modern
Kini relawan ibarat pahlawan di era modern. Mereka rela turun ke pelosok desa, menyusuri jalanan terjal, hujan badai hingga mencari alamat sang anak. Tujuannya begitu mulai: mengembalikan senyum anak-anak penderita. Ada rasa emosional dan kelegaan yang sulit diungkapkan melalui setiap aksi yang Rahmad lakukan.
Ia
bercerita, rela membagikan banyak kartu nama, brosur, selebaran hingga spanduk
ke dalam pelosok Aceh. Panggilan pun datang tak mengenal waktu dan bahkan ia
rela datang jauh-jauh ke sana hanya itu satu anak penderita bibir sumbing. Apakah
itu malam hari sekalipun, saat informasi sudah jelas, ia langsung bergerak ke
sana.
Seakan
ia mencoba mencari anak-anak yang menderita bibir sumbing hingga ke pelosok. Mendatangi
satu persatu ke lokasinya, ia tidak percaya hanya kabar burung atau foto saja.
Namun ia melakukan mediasi ke kediaman pasien yang akan dilakukan tindakan
penanganan.
Bahkan nomor ponsel beliau sudah tersebar hampir ke seluruh pelosok Aceh. Mulai dari Puskesmas, perempatan jalan, kedai kopi, hingga berkoordinasi dengan bidan andai saja ada bayi yang lahir dalam kondisi bibir sumbing.
Semua
itu coba dilakukannya sebagai wujud dedikasinya pada pasien bibir sumbing tanpa
pamrih. Ia rela blusukan dari desa ke desa dengan motornya, kondisi alam
yang berubah-ubah hingga medan yang berat bukanlah tantangan berarti.
Rahmad pun bercerita. Bila ia mendapatkan informasi bayi yang terindikasi bibir
sumbing dan akan dilakukan proses kunjungan untuk melihat sang bayi,
perkembangannya hingga proses administrasi sebelum dan sesudah operasi. Sang
orang tua pun tenang dengan segala administrasi yang sudah Rahmad lakukan.
Tindak
dari aksi turun tangannya ini mampu membantu masyarakat pelosok termasuk dalam
aspek kesehatan. Sesuatu yang jarang diperhatikan, namun Rahmad melihat ini
sebagai bentuk kepedulian yang bermula dari mencari pasien bibir sumbing.
Banyak orang tua pasien yang anaknya punya masalah bibir sumbing yang takut berobat ke rumah sakit. Selain karena anggapan biaya yang mahal, proses administrasi yang berbelit-belit hingga menganggap bibir sumbing ialah takdir yang tidak dapat diubah.
Saat
saya bertemu dengannya, esok harinya ia harus menempuh perjalanan jauh membelah
laut ke Kabupaten Gayo Lues di bawah kaki Gunung Leuser. Jarak bukanlah sebuah
kendala, saat ada informasi bayi lahir bibir sumbing. Rahmad seakan bergegas ke
sana, meskipun begitu berat perjalanan yang harus dilalui ke sana.
Rahmad Maulizar dan Gerakannya bersama Smile Train
Semua
itu berawal dari ajakan liar dari salah satu dokter bedah yang
mengoperasinya kala remaja. Beliau
adalah Dokter Jailani, membuat ia mengambilkan keputusan krusial dan menguras emosi. Setelah menyelesaikan studi
di salah satu kampus di Aceh Barat tahun
2015, ia membulatkan tekat jadi pekerja sosial yang menguras tenaga dan
pikiran.
Hatinya
makin kuat terketuk karena banyak anak-anak yang dibiarkan sumbing hingga
dewasa. Perkenalannya berawal dari yayasan Smile train yang membawahi berbagai
aksi bibir sumbing di seluruh dunia.
Rahmad menjelaskan pada orang tua sang anak untuk Tak perlu khawatir karena dari
proses pemeriksaan kesehatan hingga pasca operasi, proses menginap yang
dilakukan di Rumah Sakit Malahayati, Banda Aceh misalnya terhadap pasien di
luar Kota Banda Aceh.
Semuanya
ditanggung oleh pihak Smile Train., sedangkan untuk melayani pelayan operasi
bibir sumbing tersebut, pihaknya juga menyediakan rumah singgah bibir sumbing Aceh kepada masing-masing
keluarga yang datang dari berbagai pelosok Aceh.
Perkembangan pesat Smile Train, membuatnya hadir di sejumlah rumah sakit di Provinsi Aceh. Dulunya hanya berada di Kota Banda Aceh dan berlokasi di Rumah Sakit Malahayati. Kini telah ada dua tempat lainnya yang berlokasi di Rumah Sakit Umum Tengku Pekan (RSUTP) di Blang Pidie, Aceh Barat Daya.
Total
sudah lebih 7.000 anak Aceh yang sudah dilakukan penanganan operasi bibir
sumbing dan celah langit-langit. Proses operasi akan dilakukan oleh Dr. Jailani
selaku dokter bedah plastik, dan beliau tergabung di dalam 300 dokter di
Indonesia selaku mitra Smile Train.
Pengalaman
Berharga yang Melambungkan Nama Rahmad Maulizar
Semua itu makin berharga saat ia berhasil diundang ke sebuah acara fenomenal di Kick Andy sebagai tokoh inspirasi. Rahmad berhasil dikenal oleh orang lain dan bahkan di Meulaboh tempat tinggalnya tidak ada pekerja sosial. Pekerjaan yang tidak seksi itu seakan mampu menolong dan menginspirasi banyak orang.
Semua
itu makin berharga saat ia berhasil diundang ke sebuah acara fenomenal di Kick
Andy sebagai tokoh inspirasi. Ia seakan mengubah kekurangan pada dirinya
sebagai motivasi untuk mereka yang menderita penyakit serupa. Selain
membanggakan Aceh, ia juga memberikan inspirasi dari segala kekurangan pada
dirinya sebagai motivasi untuk mereka yang menderita penyakit serupa.
Berkat
dedikasinya pada begitu banyak pasien bibir sumbing hingga pelosok negeri.
Bahkan Rahmad bercerita dalam seminggu bisa mendapatkan 7 sampai dengan 15 anak
hingga menyasar desa paling dalam di pelosok Aceh.
Sesuatu
yang jarang ditemukan untuk saat ini dan Rahmad Maulizar tergolong pahlawan si Bibir Sumbing yang mencurahkan tenaga dan pikirannya
untuk Aceh dan Indonesia bebas bibir sumbing. Rahmad pun belum puas, ada banyak tugas lainnya yang harus ia lakukan tak hanya bidang kesehatan namun
bidang lain yang menjangkau masyarakat.
Jasa
besar Rahmad Maulizar sebagai pekerja sosial sangatlah besar. Berawal dari
pengalaman buruk yang pernah mengalami gejala bibir sumbing, kemudian beliau
turut serta jadi garda terdepan. Mencari dan membantu setiap anak-anak yang
mengalami nasib serupa, mengembalikan senyum mereka yang pernah hilang.
Rahmad Maulizar, Tokoh Inspiratif Satu Indonesia Award Bidang Kesehatan
Meskipun
Rahmad bukan datang dari pendidikan Kesehatan, namun pengalaman masa kecilnya
membuat ia jadi salah satu relawan di bidang kesehatan khususnya dalam
menghimpun pasien bibir sumbing.
Dedikasinya yang dilakukan selama hampir 15 tahun sejak 2008 seakan membuat Rahmad Maulizar mendapatkan apresiasi dari banyak pihak. Salah satunya datang dari Astra yang punya program unggulan Satu Indonesia Award.
Rahmad pun menyabet sebanyak 2 kali apresiasi dari Astra, mulai dari Satu Indonesia
Award tingkat Provinsi di tahun 2019 dan Satu Indonesia Award Nasional di tahun
2021. Prestasi ini adalah satu dari sekian banyak prestasinya di bidang
kesehatan.
Ada
banyak kegiatan lainnya yang ingin ia lakukan selain dari bidang kesehatan.
Saat ini yang paling rutin adalah kegiatan kepedulian pada kaum duafa. Rahmad kerap membagikan nasi bungkus pada setiap Jumat berkah yang digalang dari
para dermawan.
Cara
ini dianggap membantu, karena di Meulaboh masih banyak kaum duafa. Melalui cara
membagikan nasi bungkus di sejumlah tempat, beliau juga giat ikut dalam
kegiatan dalam mendata masyarakat miskin yang perlu dibantu.
Sebenarnya,
aksi bibir sumbing hanyalah shortcut kecil yang bisa membawa pada
perubahan besar lainnya. Rahmad pun bercerita bagaimana dari mengetahui desa
sang anak bibir sumbing. Ia bisa mengetahui banyak hal tentang kondisi kampung
dan berbagai kebutuhan yang selama ini jarang dijangkau oleh pemerintah pusat
dan bahkan daerah.
Inilah
yang membuat hati Rahmad Maulizar tergerak, ia mencoba bergerak lebih. Salah
satu caranya dengan mencalonkan diri sebagai calon DPD RI dari regional Aceh.
Koneksinya sebagai relawan dan tentu saja membuatnya tahu apa yang masyarakat
inginkan.
Pengalamannya
yang hampir 15 tahun jadi relawan yang blusukan ke semua wilayah. Seakan
jadi kesempatan membantu negeri lebih banyak. Tak hanya bidang kesehatan tapi
kesejahteraan masyarakat pelosok yang selama ini sering pemerintah abaikan.
Bilanya dulu ingin memberikan senyuman pada anak dan keluarga bibir sumbing. Kini jalan yang lebih besar coba ia raih. Melalui jadi wakil rakyat, wujudnya memberikan lebih banyak senyum dan kepercayaan besar padanya. Harus diketahui, bahwa kita semua adalah #SemangatMajukanIndonesia #KitaSATUIndonesia.
Semoga
tulisan ini menginspirasi kita semua, nantinya semesta akan membalas semua
lelah kita menjadi secercah harapan besar. Semoga tulisan ini menginspirasi.
0 komentar:
Post a Comment