Friday, December 1, 2023

Langkah Kecil Peduli Bumi bersama EcoBlogger

 

Pagi itu aku mendapatkan email berisikan ajakan. Memang awalnya hanya kubaca sekilas saja. Tapi makin terasa berdebar saat tahu ada ajakan untuk menjadi salah satu blogger yang bisa berangkat ke Jakarta.

 

Jujur, sebenarnya pengalaman bisa ke Jakarta setelah pandemi akhirnya bisa terwujud. Berangkat melalui hobiku yaitu menulis. Akhirnya salah seorang crew EBS yaitu mbak Amelia menghubungiku. Di sana tertera bahwa aku termasuk dalam jajaran EBS gathering di Jakarta.

 

Tentu saja ini jadi sangat sumringah terutama sekali bisa bertemu dengan teman-teman. Aku pribadi pun hanya mengenal teman yang berasal dari Aceh. Sedangkan yang lainnya hanya tahu sekilas wajahnya saat zoom meeting.


Kesempatan ini tidak akan aku sia-siakan, apalagi sudah diberitahukan jauh-jauh sejak pertengahan Agustus. Memang pada kenyataannya di November ada banyak drama, mulai dari tes PPPK, Seminar hasil S2 sampai paling krusial tentu saja kegiatan kantor yang tak ada habisnya. Namun saat agenda di tanggal 23 s.d 26 ternyata tak ada kegiatan sedikit pun. Rasanya memang diberi jalan untuk gabung dalam EBS Gathering.

 

Hingga akhirnya, waktu itu tiba, karena kami berdua (Aku dan Yelli) berasal dari Aceh. Otomatis kami berangkat paling cepat dibandingkan yang lain. Memang ada Bang Alfie yang berangkat lebih dulu terutama sekali dari Kepulauan Natuna. Wah.. lokasi beliau tinggal beneran jauh lho.

 

Cuaca pada hari itu tidaklah bersahabat seperti biasa. November jadi bulan yang berat karena sudah memasuki angin timur. Cuaca gampang berubah dengan ditandai dengan gelombang laut yang tinggi. Cuacanya jangan ditanya, bisa saja seharian atau semalam hujan.

Ternyata benar, saat awal aku berangkat cuaca sangat buruk. Penerbangan sempat ditunda hingga 30 menit. Terasa bagi aku cukup was-was, apalagi perubahan cuaca yang tadinya cerah menjadi sangat pekat. Namun tetap fokus karena pihak ATC, maskapai sudah punya perhitungan sendiri. Kami pun bertolak dari Aceh ke Sumatera Utara pada pukul 15:00 WIB.

 

Akhirnya kami berangkat dari Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh. Sempat transit di Kuala Namu Internasional Airport. Hingga kembali melanjutkan perjalanan 40 menit setelahnya. Bertolak ke Soekarno Hatta Internasional Airport. I'm Coming Jakarta, sudah lama tak ke sana setelah terakhir sebelum pandemi datang.

 

Selama perjalanan cukup terganggu dengan begitu banyak turbulensi di langit. Musim penghujan yang sudah memasuki zona Indonesia bagian barat begitu terasa. Hingga akhirnya setelah 2 jam kami pun landing. Dari jendela kabit pesawat terlihat begitu indah suasana perkotaan Jakarta. Kilauan lampu-lampu perkotaan terlihat dengan sangat jelas. Kami beruntung bisa sampai di malam hari karena di siang hari akan tertutup polusi udara.

Pihak EBS setelah kami landing sangat peduli terutama Mbak Putri yang sangat getol mengabari. Salah satunya dengan cara menghubungi lokasi check out berapa di terminal mana. Selain itu juga, kami juga dipesankan Grab car Point yang akan datang sesuai dengan lokasi.

 

Perjalanan Jakarta malam itu mulai lenggang, kami hanya butuh waktu 37 menit hingga bisa sampai ke Hotel. Melihat pemandangan luar biasa dari Jakarta, bila di tempat aku yang banyak adalah pegunungan dan perbukitan. Di sini aku melihat begitu banyak beton-beton bertingkat.


Sampai akhirnya bisa tiba di hotel, tentunya ada begitu banyak pihak EBS crew yang menyambut. Ada Mas Satrio dengan wajah paniknya karena ada begitu banyak peserta yang belum tiba. Beliau berkata kepada saya. Kak iqbal, peserta yang baru tiba baru tiga orang. Kalian berdua dari Aceh dan salah satu teman dari Natuna. Namanya Mas Alfie.

Aku sih merasa seperti sudah kenal lama dengan Mas Alfie. Mungkin kami berasal dari Sumatera. Kisah beliau bisa berkelana selama 2 tahun lamanya di Pulau Terluar di Indonesia. Natuna. Beliau bercerita bagaimana banyaknya kapal asing yang mengancam kedaulatan laut kita. Selain itu, beliau bercerita bagaimana ada banyak kongkalikong di perbatasan laut kita.

 

Pengalaman di sana tak hanya ia ceritakan, beliau juga membawakan makanan khas dari Natuna. Kepedulian besarnya tersebut terbukti dengan satu kantong plastik besar yang diberikan pada anggota EBS. Bagi aku pribadi, ini bukti beliau dalam memperkenalkan makanan khas Natuna terutama makanan ringan khas dari berbagai jenis ikan laut di sana.

 

Pagi Hari dan Lembaran Pengalaman Baru

Pagi itu aku dibangunkan oleh cahaya yang muncul dari jendela kamar hotel. Aku mengira hari itu penuh dengan kabut dan sinar cahaya pagi itu cukup mengganggu. Akhirnya aku melihat jauh keluar, tersadar bahwa langit di luar dipenuhi oleh kabut asap.

Itu pemandangan pertama saat tiba di Jakarta, isu kabut di sana cukup mengkhawatirkan. Karena tiba saat malam hari, barulah di paginya kabut polusi terlihat jelas. Ini juga menandakan bagaimana begitu tidak nyamannya cuaca perkotaan Jakarta. Seakan langit biru sangat sulit terlihat dan berada di dalam ruangan adalah hal terbaik.

 

Sembari menunggu kegiatan yang baru akan dilaksanakan pukul 11:00 WIB. Ada banyak peserta dari daerah yang belum tiba. Aku sama Alfie punya ide dan kegiatan sebelum acara EBS di Almond Zucchini dimulai. Aku punya ide pengen pergi ke Bursa Efek sedangkan Alfie punya niat ke kantor MNC yang berada di Kebon Jeruk. Namun niat itu urung karena waktunya begitu mepet. Tapi sih akhirnya bisa terwujud di hari setelahnya.

 

Pukul 11:00 WIB, pemberitahuan pun datang. Kami pun bersama bergerak ke arah Almond Zucchini. Namun di lobi akhirnya kami bisa bertemu dari teman-teman yang berasal dari semua daerah. Ini seru karena sebelum hanya bertemu dari layar zoom semata. Apalagi semuanya pada asyik-asyik. Termasuk foto-foto dengan pakaian khas earth tone.

Pengalaman pakai baju khas earth tone jelas sangat menarik. Apalagi ada beragam warna khas hutan yang mencerminkan setiap peserta EBS. Sampai akhirnya kami bisa tiba di Almond Zucchini. Memang sebelumnya Aku pribadi sudah searching banyak tentang Almond Zucchini yang menjadi Cooking Studio. Aku secara tak langsung sudah membayangkan apa challenge yang harus dilakukan nantinya.

 

EBS Day Out Day 1, Belajar banyak Hal dari Ruangan

Setelah jumatan, acara akhirnya dimulai. Akhirnya bisa bertemu teman blogger, para anggota Hiip hingga tentu saja bertemu dengan Kak Ocha secara langsung. Selama ini harus terpisah oleh layar laptop. Menjalani kelas zoom demi zoom hingga tentu saja jadi bagian penting EBS generasi pertama.

 

Setiap di Almond Zucchini kami disambut dengan sangat ramah dari para EBS Crew. Kami diberikan berupa hamper yang didalamnya berikan item menarik. Mulai dari tas hamper putih bertuliskan Eco Blogger Squad plus logonya.  EBS Day Out 2023 serta hastage #TemanEBS

Ada juga tumber stainless berwarna metalik cerah yang serupa, dihiasi dengan logo EBS tentunya. Tak hanya itu saja, ada sejumlah alat tulis yang mendukung proses belajar. Lalu ada mantel hujan transparan yang bisa digunakan saat menanam mangrove. Dan terakhir yang paling spesial, akan dipakai buat EBS Day Out hari kedua saat menanam Mangrove. Yaitu T-Shirt Eco Blogger Squad dengan warna putih. Makin ganteng kalo dipakai nih.

 

Di salah satu ruangan di Almond Zucchini. Kegiatan EBS Day Out Pertama dimulai. Ada sejumlah kegiatan yang dilakukan selama di sana. Diawali perkenalan para Crew EBS, Kak Ocha, dll. Selain itu hadir juga Kak Chef Brian Andrianto dan Mbak Maria Cristina S. Guerrero selaku Wakil Komisaris Parara Indonesian Ethical storeSerta teknis memasak khas dari Chef Brian dan Mbak Maria Cristina dalam proses memasak makanan dan Dessert dengan memperkenalkan beragam hasil makanan khas hutan. 

Makin lengkap tentu saja dengan bertemu dengan teman-teman dari Hutanitu.id yang memperkenalkan berbagai hal tentang hutan. Pemateri yang hadir yaitu Eulis Utami, selaku Campaign Manager dan Mas Abdul Bagas Alkatiri, selaku Marketing Communications dari Hutan Itu Indonesia. Meskipun hari sudah mulai petang, tapi semangatnya tetap membara terutama memperkenalkan tentang hutan.

 

Selama proses ice breaking, Kak Ocha juga bertanya sejumlah hal terutama sekali dampak yang dirasakan selama menjadi anggota EBS. Apa saja perubahan kecil kita sehingga bisa peduli pada bumi. Rata-rata blogger punya hal kecil dalam peduli pada bumi, mulai dari pembatasan penggunaan plastik, penggunaan barang minim karbon, hingga aksi menanam tumbuhan di sekitarnya.

Aksi ini coba diwujudkan bersama dalam 2 hari kebersamaan para EBS. Aksi besar ini tentunya butuh banyak dukungan terutama sekali para EBS dari berbagai daerah. Aksi selama 2 hari jadi wujudnya peduli lingkungan bahkan sebagai aksi menyambut hari bumi.

 

Kegiatan pertama dimulai dari demo memasak yang diperagakan oleh Chef Brian Ardianto. Beliau memasak kepada semua peserta yang ternyata bahan-bahan yang digunakan berasal dari hutan. Mulai dari Jemawut, Tepung Kocaf hingga beragam jenis rempah khas hutan.

Cita rasanya tak kalah karena hasil dari hutan bisa alternatif terutama saat impor bahan baku sedang mahal. Bahan pangan dari hutan bisa menggantikan sejumlah keperluan yang kita inginkan sebagai bahan baku di dapur.

 

Kami diberikan proses memasak dari Chef Brian dari proses memasak mie yang menggunakan bahan baku tepung mocaf. Tepungnya tak kalah dibandingkan dengan tepung terigu dalam mengembangkan mie. Rasanya juga lebih gurih terbukti hasil hidangan menu Mie Ayam Richa-Richa pada habis dilahap semuanya. Meskipun ayam richa-richa pedas, rasanya karena bahan bakunya. Mungkin ditambah dengan cuaca yang hujan seharian, menambah lahapnya santapan.

Tak berhenti di situ saja, kami dicoba mencoba kreasi sesuai dengan kelompok masing-masing. Total ada sebanyak 5 kelompok, sudah dipersiapkan untuk menghasilkan berbagai kreasi dari gelas yang dipersiapkan.

 

Aku memperhatikan sejumlah menu yang telah tersedia di atas meja. Mulai dari biskuit, buah strawberry, potongan apel, buah mint, creamer hingga coklat lumer. Semua bahan-bahan tersebut coba dipadukan menjadi dessert menarik dan unik.

 

Tentunya challenge ini mendebarkan karena melibatkan pada 5 anggota para EBS. Awal mulanya tidak kenal kemudian bersatu padu dalam satu ide membuat kreasi hasil dessert terbaik. Waktu pembuatannya hanya 10 menit. Tentunya mendebarkan karena ini pengalaman pertama saya.

Para EBS wanita langsung tahu cara membuat dessert yang menarik. Ada yang memecahkan biskuit, ada yang mencampurkan hiasannya creamer dengan coklat. Hingga ada yang melihat kelompok lain buat diajak melihat ide mereka.


Sedangkan aku fokus buat memotong strawberry. Memotongnya menjadi beberapa bagian yang unik terutama sekali sebagai hiasan nantinya. Waktu pun menyisakan beberapa menit, saat itulah ide berhasil lahir. Akhirnya ketiga gelas sampel yang dijadikan hiasan berhasil diselesaikan tepat waktu.

 

Kreasi kami menarik dan ada unsur hutan di dalamnya. Mulai dari warna coklat berupa tanah humus, creamer ibarat fondasi yang mendukung pertumbuhan tanaman yang nantinya strawberry yang dihasilkan bersama daun mint.

Itulah analogi yang dibuat saat menceritakan hasil kreasi kami. Dessertnya jadi tepat waktu di saat waktu menyisakan beberapa detik. Tentunya bangga karena kami bisa jadi bagian dari lomba ini. Ibarat sebuah challenge yang harus disiapkan, urusan menang itu belakang.


Jelasnya hari pertama jadi pengalaman yang cukup seru, terutama sekali dalam kreasi memasak. Andai ada pengalaman serupa, pastinya akan lebih seru. Tapi sih sesuatu yang spontan tak kalah menarik. Sesi memasak bersama dengan Chef Brian di akhir dengan foto bersama. Kami juga bisa mencicipi bagaimana hidangan yang dihasilkan dari dessert yang berhasil dibuat.

Mengenal Hutan lebih dekat bersama Hutanitu.id

Sesi memasak pun telah selesai, tapi ada kegiatan lainnya yang akan kami laksanakan bersama. Yaitu kegiatan dalam mendengarkan cerita tentang hutan dari pihak Hutan.id. Mereka berhasil datang jauh-jauh hari untuk bisa memperkenalkan hutan secara detail.

Hutan tak hanya sebatas kumpulan pepohonan yang begitu gelap. Ada beragam habitat yang hidup di sana. Kami pun mengenal beragam fungsi hutan dari sisi lain, selama ini hutan hanya identik sebagai zona penyerap karbon dan pengatur iklim. Nyatanya hutan punya beragam hal yang menjadi identitas dari dirinya.

 

Indonesia sendiri terkenal dengan hutan hujan tropisnya. Ciri khas negara yang berada di garis katulistiwa. Keunikan lainnya adalah setiap hutan di pulau-pulau di Indonesia punya beragam satwa khas endemik. Kami pun dicoba mengenal beragam jenis spesies khas hutan oleh pihak Hutanitu.id.

 

Tak hanya itu saja, ada sejumlah pengalaman lainnya yang coba mereka hadirkan. Setiap regu diberikan pengalaman dalam mengenal bahan-bahan alam yang khas. Sudah ada pihak Hutan.id yang memperkenalkan beragam jenis bahan. Mulai dari tekstur dalam merangsang indra peraba dari berbagai jenis pepohonan.

Lalu juga, berbagai wewangian yang ada dari tumbuhan hutan. Wewangian ini juga bisa menjadi obat herbal dalam proses meditasi. Hutan dianggap zona yang paling baik dalam healing terutama yang punya kondisi hati sedang tidak baik.

 

Lalu di akhir sesi ada kesempatan dalam mencoba VR khusus dalam menjelajahi hutan. Aku pun mencoba VR yang saat itu adalah mencoba mendaki perbukitan. Perasaan seperti terbawa untuk bisa mendaki hutan, jiwa dan raga saya seperti masuk ke dalam VR tersebut. Bagi saya menarik dan seru meskipun sedikit pusing saat menggunakan VR.


Di akhir sesi juga ada aksi ketangkasan terutama sekali pengetahuan mengenai hutan. Gamenya berbentuk pertanyaan tentang hutan, hingga paling seru dalam lomba ketangkasan di Kahoot. Siapa yang paling cepat dan benar tentunya menang. Ada hadir berupa voucher hingga boneka bagi yang berada di peringkat teratas.

Hingga akhirnya tiba akhir acara. Suasana di luar sudah gelap dan disusul hujan deras. Kami pun berfoto bersama sebagai wujud kegiatan di hari itu selesai bersama para crew EBS, Mbak Ocha, dan pihak hutanitu.id. Hari yang seru dari EBS Day out 1 selesai dan siap kembali ke hotel dan menyambut hari kedua yang tak kalah seru.

 

Aksi Menanam Mangrove di Pinggiran Jakarta

Pagi hari pun tiba, di hari sabtu itu ada agenda besar yang EBS lakukan di pinggiran Jakarta Utara. Kami diberikan kesempatan langka dan unik untuk menanam mangrove di Kawasan Mangrove PIK. Jakarta Utara. Sejak pagi harinya, kami sudah Bersiap-siap semua. Mengisi perut kosong dengan sarapan terlebih dahulu. Sudah pasti sangat capek dan melelahkan, apalagi perjalanan ke sana membutuhkan waktu 1 jam lebih.

 

Kesempatan yang langka ini kami harus tampil beda. Bila hari pertama kami diharuskan mengenakan pakai khas earth tone dari berbagai warna. Kini di hari kedua kami tampil lebih beda dengan warna yang seragam. Mengenakan T-Shirt Eco Blogger Squad beserta sejumlah perlengkapan lainnya.

Itu dimulai dari menggenakan topi EBS, peralatan makan dan minum selama berada di Hutan Mangrove PIK. Tentu saja lotion anti nyamuk yang berguna saat di sana. Buat yang belum pernah jalan-jalan ke hutan mangrove, nyamuk di mangrove ukurannya sangat kecil dan saat digigit begitu sakit.

 

Akhirnya kami pun bergerak, sebelum ke sana tentunya kami berfoto terakhir kali. Karena setiba di sana anggota EBS tidak lengkap lagi. Apakah ada yang pulang duluan hingga yang sudah berpencar.

 

Bus pun sudah menunggu di bawah lobi. Siap mengangkut ke Mangrove PIK. Perjalanan riang gembira tentunya, mengingatkan masa kecil saat pergi ke museum. Kami dipastikan berbagai akomodasi hingga absensi agar tidak ada yang ketinggalan. Perjalanan ke sana akhirnya dimulai.

 

Selama di perjalanan, sopir busnya cukup cekatan karena melewati sejumlah jalan protokoler penting di Jakarta. Kami bisa melihat beragam jenis bangunan tinggi yang menjadi ikon Jakarta. Perjalanan yang memakan waktu hingga satu jam tersebut sangat menghibur.

 

Aku melihat bangunan tinggi di sana, tapi jarak pandang yang cukup terbatas. Jakarta sudah sejak setahun terakhir diselimuti polusi parah. Langit biru di sana sangat sulit untuk bisa dilihat. Kita tidak tahu kondisi di sana kapan terik panas dan kapan hujan. Semuanya harus siaga dengan payung dan jas hujan bila keluar rumah.

Aksi kami dalam menanam mangrove di sana punya artinya. Dalam hati kecilku sering berpikir. Kenapa harus menanam mangrove jauh-jauh dari rumah, sedangkan di belakang rumah ada hamparan mangrove yang sangat luas. Tapi bila direfleksikan diri, aksi kecil di ujung pesisir Jakarta bisa berdampak besar bila dilakukan bersama-sama.

 

Akhirnya kami pun sudah berada di dekat Mangrove PIK Jakarta. Sudah ada panitia yang bersiaga menunggu kehadiran kami. Mereka siap memandu kami berjalan-jalan ke dalam rimbunnya hutan konservasi mangrove di sana.

 

Pengalaman Pertama Menanam Mangrove di Jakarta

Setelah turun dari bis, suara dari TOA pun terdengar. Kami pun diarahkan oleh anak-anak muda energik yang peduli mangrove. Setelah banyak bercengkerama dengan mereka, aku baru tahu bahwa mereka semua adalah finalis dari Duta Mangrove.

 

Kami pun diarahkan di gapura dari Mangrove PIK. Berfoto bersama dengan para. Duta Mangrove sebelum nantinya diajak berjalan-jalan ke dalam hutan mangrove. Pengalaman masuk ke dalam hutan mangrove tentunya menarik, apalagi di sini hutan mangrove dijadikan lokasi ekowisata. Hutan yang tidak begitu luas ini nyatanya menjadi ujung tombak dalam menyerap karbon di Jabodetabek.

Perjalanan ke dalam hutan serasa dibawa mengenal berbagai jenis mangrove. Menurut pengelolanya, hutan ini berhasil tumbuh subur setelah berhasil dikonservasi secara terus-menerus. Setelah berjalan selama 5 menit, kami akhirnya disambut dengan banner Mangrove Jakarta.

 

Dalam kegiatan ini, mereka akan mempresentasi peran fungsi mangrove bagi hutan. Cukup menarik karena ada banyak alat peraga yang diperlihatkan. Apalagi mereka masih muda-muda dan bahkan bidang ilmunya jauh dari pesisir. Apreciated for them..

Kami pun dipadu selama memasuki hutan mangrove. Diajak melihat-lihat di sekeliling hutan, salah satu kontigen dari Jawa Barat tak berhenti aku banjiri pertanyaan. Tapi dengan tenangnya dia bisa menjawabnya dengan lugas terutama urusan mangrove. 


Sampailah pada sebuah lokasi yang sudah ada banner Mangrove Jakarta di sana. Kita sudah dilayani dari para kontigen duta mangrove dari seluruh nusantara. Mereka semuanya menyambut kami semua dengan sopannya. Tahu bahwa kami datang dari jauh dan sia memberikan arahan tentang mangrove hingga tentu saja prosesi penanaman mangrove.

Tentunya di akhir kegiatan dari perkenalan diri dari para duta mangrove. Saya malah mengetahui salah satu peserta adalah adek kelas waktu duduk di bangku perkuliahan. Semoga dia sukses dan menang dalam kompetisi tersebut. Dan akhirnya yang ditunggu adalah menanam mangrove….!

 

Hujan dan Rintangan Menanam Mangrove

Langit Jakarta mendadak menjadi hitam pekat. Kepulan polusi memang menyembunyikan awan tapi tanda langit ingin menurunkan hujan tidaklah pernah bohong. Dalam sekejap rintik hujan turun dan disusul dengan hujan deras. Membuat kami semua yang ada di sana harus segera berteduh. Mencari perlindungan diri dan barang-barang dari guyuran hujan.

Di kondisi ini, niat untuk menanam mangrove rasanya menjadi berat. Menurut tour guide yang akan membawa kami pun bercerita. Lokasinya cukup jauh ditempuh sekitar 500 meter dari lokasi kami berteduh. Itu belum lagi kilatan dan petir dari langit tak pernah berhenti turun. Semua sepertinya pasrah menunggu hujan bisa berhenti sesegera mungkin.

 

Ada hampir 30 menit lamanya kami berteduh, sembari melihat langit dan dedaunan yang diterpa hujan. Memang begitulah blogger, mereka di saat itulah tak berhenti hanya diam menunggu hujan reda. Sebagai dari kami asyik membuat caption, mengupload stories dan bahkan mengedit video hingga hujan reda. Aku termasuk salah satunya, setelah lelah bercerita banyak para teman-teman tentang mangrove.

 

Perlahan-lahan hujan mulai reda, kilatan perlahan hilang dari langit dan kondisi sekitar hutan mangrove mulai menyerap hujan. Panitia yang terlibat dalam Tour Guide pun kini memberikan lampu hijau, mengatakan bahwa kondisi untuk ke lokasi penanaman mangrove sudah bisa dilakukan. Bagi peserta yang ikutan silakan dan dirasa cukup jauh dan melelahkan bisa tidak ikutan.

Aku termasuk dalam kelompok yang turut serta. Langsung dalam sekejap menanggalkan tas di tempat berteduh. Membuka jaket hujan yang akan tersedia dan turun dalam grup menanam mangrove. Perjalanan ke sana cukup seru karena kita semua bisa bercerita banyak tentang hutan mangrove.

 

Sedikit cerita dari aku pribadi, aku sendiri termasuk pegiat rutin dalam menanam mangrove. Sejak awal duduk di bangku perkuliahan. Kami sering melakukan agenda rutin dalam membersihkan pantai dan tentu saja menanam mangrove. Kegiatan rutin yang aku lakukan terdahulu jadi modal berharga dalam menjelaskan pada teman-teman yang kurang paham mengenai mangrove.

Aku juga bercerita beragam jenis mangrove yang hidup di Mangrove PIK. Dari pengamatan yang aku lakukan selama jalan hingga ke lokasi penanaman. Ada beberapa jenis familiar yang aku lihat. Mulai dari jenis. Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, dan Ceriops.

 

Tapi kenapa paling dominan adalah Genus Rhizophora?

Alasan pertama karena jenis akar tergelantung (Stilt Roots). Akar ini tumbuh dari batang utama dan membentuk jaringan yang kuat, menciptakan sistem akar yang kokoh. Selain itu, ia punya kemampuan dalam toleransi terhadap garam. Mangrove Rhizophora memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kondisi air asin dan toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Ini memungkinkan mereka tumbuh dengan baik di wilayah pesisir yang terkena pasang-surut dan air laut.

Akhirnya kami pun tiba ke lokasi penanaman, meskipun sangat licin dan rentan terpeleset. Lokasi penanaman berada di ujung dari Kawasan Mangrove PIK. Malahan lokasinya berbatasan dengan tol keluar dari Bandara. Walaupun begitu, aksi ini menarik dan jadi hiburan buat kami dan sopir truk kontainer yang melintas.

 

Saat tiba di sanalah, Tour Guide kami sudah menyediakan berupa berbagai jenis mangrove yang siap untuk ditanam. Setiap para anggota EBS dipersilahkan untuk turun ke lokasi penanaman. Memang lokasinya sangat berlumpur tetapi rasanya bila dilakukan bersama jadi menyenangkan.

 

Aku termasuk grup yang pertama turun, menanam mangrove dengan hati-hati. Karena nantinya mangrove yang aku tanam aku tumbuh sumber. Memenuhi daerah hilir dari rawa Jakarta. Di lokasi penanaman sudah ada tiang bambu yang menjadi penopang bibit mangrove Rhizhopora nantinya tumbuh besar.

 

Buat yang belum tahu, mekanisme menanam adalah diawali dengan membuat bungkusan plastik dari mangrove agar akal tunggalnya tidak terhalang pertumbuhannya. Setelahnya adalah menggali sedikit ke dalam tanah agar memudahkan proses tumbuh akarnya. Kini tinggal ditanam sesuai tempat yang telah disediakan.

 

Tak lupa adalah mengikatnya dengan tali rafia, ini agar bakal pohon mangrove tidak terlepas. Selain itu juga, cara mengikatnya juga harus kuat tetapi bisa mudah dilepas bila dirasa pohon mangrovenya sudah cukup besar dan tumbuh subur.

 

Di akhir sesi dari menanam, kami pun berfoto bareng. Ada banyak dari member EBS yang baru pertama kali merasakan pengalaman menanam mangrove. Meskipun harus berjalan cukup jauh ke sana dalam kondisi hujan, masuk dalam kubangan lumpur dan bau lumpur selama perjalanan. Tapi semua itu ditutup dengan hati gembira.

Semua pulang menceritakan pengalaman tak terlupakan saat pergi ke sana. Apalagi ada beragam kisah yang siap diangkat di sosial media. Kini kami pun pulang ke lokasi check poin awal sembari berharap langkah kecil ini akan berdampak besar di masa depan.

 

Tak berapa lama kemudian kami pun makan siang bersama. Ini jadi makin siang terakhir sebelum berpisah ke masing-masing member EBS. Makan di salah satu warung yang berada pinggiran hutan mangrove PIK.

 

Ada yang sebagian pulang harus pulang siang itu. Ada yang diantar ke bandara, salah satu mbak yang paling asyik selama kegiatan. Aku diberondong banyak pertanyaan berat yang dijawab, butuh kuasa hukum baru bisa ngejawab. Beliau banyak bercerita tentang kisahnya terkait pengalaman mangrove dan hal seru lainnya. Dan beliau pertama yang harus pertama kami antar ke bandara.

Sampai akhirnya perjalanan menuju hotel, macet parah di malam minggu tentunya jadi hal tak mengenakkan. Perjalanan pulang ke hotel dipenuhi dengan hujan deras dan macet, butuh waktu lebih dari dua kali lipat hingga akhirnya bisa sampai kembali ke hotel.

 

Aku termasuk member EBS yang paling telat pulang. Sembari bisa menikmati malam minggu di Jakarta. Meskipun begitu, ada banyak pengalaman selama di sana. Terutama teman bercerita banyak hal. Misalnya saja, cerita ingin ke Natuna tempat Alfie tinggal di sana atau sebaliknya. Alfie yang ingin ke Sabang, karena bisa pergi ke Aceh untuk pertama kalinya.

 

Esok paginya kami harus pulang, Alfie berangkat lebih cepat di pagi buta mengejar pesawat pukul 6 pagi. Sedangkan Aku pesawat pukul 10 pagi dan kami berjanji bisa berjumpa kembali di masa depan. Bahkan teman lainnya yang berjanji bisa berjumpa kembali di EBS selanjutnya.

Kisah 2 hari yang berharga tersebut rasanya jadi memori indah. Tak terasa aku kini sedang merenung dari balik pinggir jendela pesawat. Hanya hitungan menit pesawat akan lepas landas, siap terbang membawa kembali ke Aceh. Itulah kisahku bersama EBS, kini kisah kalian dan pengalaman kalian.

 

Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua, akhir kata Have a Nice Days.

Share:

1 comment:

  1. Ahh.. aku terharu, ada foto aku disitu dan dibilang orang yg asyik, langsung buru2 ngaca. Makasih loh uda nulis cerita kegiatan kita secara asyik banget. Suka gaya bahasanya. Sampai ketemu lagi, aku pun janji mau snorkeling di pulau weh, sabang. Wajib jd tour guide ya.. jangan lupa jaga bumi selalu..

    ReplyDelete

Kenalan Blogger

My photo
Blogger & Part Time Writer EDM Observer

Part of EcoBlogger Squad

Part of EcoBlogger Squad